Waspadai Titik Panas di Riau dan Kalbar

- Editor

Sabtu, 7 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kurang Hujan di Bengkalis Hampir Pasti
Daerah di sekitar garis khatulistiwa, termasuk Riau dan Kalimantan Barat, diperkirakan mengalami kurang hujan pada Februari ini. Hal tersebut terjadi pada saat wilayah Indonesia secara umum masih puncak musim hujan. Oleh karena itu, daerah terdampak perlu mewaspadai dampak kekeringan dan kemunculan titik panas.


Bahkan, pesisir timur Sumatera sudah mengalami kekurangan curah hujan sejak Januari lalu. ”Pada Januari, ada wilayah dengan curah hujan hanya 20-50 milimeter sebulan dan ada juga yang 50-100 milimeter sebulan,” kata Kepala Subbidang Analisis dan Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan dari Yogyakarta, saat dihubungi Jumat (6/1).

Ardhasena menambahkan, pesisir timur Sumatera, termasuk Riau, tetap berisiko kering dan kekeringan pada Februari. Wilayah-wilayah lain yang juga berpotensi kering adalah di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah bagian barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Suatu wilayah dikatakan kekurangan atau mengalami defisit curah hujan pada bulan tertentu jika jumlah curah hujan sama atau kurang dari 150 milimeter. Jumlah itu diasumsikan setimbang dengan penguapan air dalam kurun waktu satu bulan.

Amsari Mudzakir Setiawan, Kepala Subbidang Peringatan Dini Iklim BMKG, mengatakan, wilayah di daerah khatulistiwa, yang mencakup sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan, memiliki pola musim ekuatorial. ”Wilayah sekitar khatulistiwa mengalami musim hujan saat Matahari melintas di garis tersebut, yakni sekitar Maret dan September,” ujarnya.

Amsari menuturkan, musim hujan mengikuti gerak semu Matahari mengingat sumber awan hujan adalah uap air yang terbentuk dari pemanasan oleh matahari. Matahari seolah-olah melintasi garis khatulistiwa atau lintang 00 pada Maret dan September.

842793c4ff7b49a2a23be1fd1cdbc4b5Pada Juni, Matahari berada di 23,50 Lintang Utara, sedangkan pada Desember berada pada 23,50 Lintang Selatan. Oleh karena itu, sebagian besar wilayah Indonesia yang berada di selatan khatulistiwa saat ini masih musim hujan, atau berpola musim monsunal, sedangkan daerah sekitar khatulistiwa masuk musim kering.

Kebakaran lahan
Menurut Ardhasena, pada Februari ini, wilayah Riau berpeluang kuat hanya menerima curah hujan 50-100 milimeter dalam dasarian I atau sepuluh hari pertama. Pada dasarian kedua, jumlah curah hujan berpotensi semakin rendah, yakni di bawah 50 milimeter.

Itulah yang membuat titik panas kerap muncul pada periode Februari di Riau. Keberadaan titik panas mempunyai arti bahwa warga di daerah tersebut harus mewaspadai kebakaran atau pembakaran lahan. ”Hotspot (titik panas) sudah ada sejak Januari lalu di Riau,” kata Ardhasena.

Kebakaran lahan diberitakan sudah terjadi di Riau, yakni di hutan seluas 3 hektar di Kecamatan Bantan, Bengkalis. Api sulit dipadamkan regu pemadam kebakaran karena tidak ada sumber air di dekat lokasi (Kompas, 4/2).

Data Stasiun Meteorologi Pekanbaru, pemantauan satelit pengindera cuaca, Senin (2/2), menunjukkan, terdapat 29 titik panas di wilayah Sumatera, 27 di antaranya berada di Riau. Setelah dianalisis dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen, diyakini terdapat 9 titik api, yaitu di Bengkalis 5 titik, serta Pelalawan dan Siak masing-masing 2 titik (Kompas, 3/2).

Pada peta peluang curah hujan kurang dari 150 milimeter untuk Februari yang dikembangkan BMKG, daerah Bengkalis tergolong memiliki peluang 80-100 persen. Artinya, sangat berisiko terjadi kekeringan bulan ini.

Amsari menambahkan, warga di daerah yang memasuki musim kering perlu mengantisipasi dampak pada kesehatan karena perubahan cuaca. Pergantian dari musim hujan ke musim kering biasanya membuat ketahanan tubuh menurun dan rentan terhadap penyakit. Sementara pemerintah daerah dan perusahaan perkebunan diharapkan bersiap-siap menghadapi kejadian titik panas. (JOG)

Sumber: Kompas, 7 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB