Wacana Badan Riset Nasional Meresahkan

- Editor

Kamis, 13 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Demi efisiensi anggaran, pemerintah berencana membentuk Badan Riset Nasional yang menyatukan seluruh lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). Wacana yang meresahkan peneliti, perekayasa dan lembaga litbang itu perlu dilakukan secara cermat berdasar kajian menyeluruh guna kemajuan riset dan inovasi untuk menggerakkan ekonomi.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto di Jakarta, Rabu (12/9/2018) menilai tidak tepat menggabungkan semua lembaga litbang dalam satu lembaga baru. Setiap lembaga litbang memiliki karakteristik dan fokus kegiatan yang berbeda.

Sejak awal, BPPT dibentuk guna mendukung transformasi industri dan membantu industri-industri strategis melalui alih teknologi dan reverse engineering alias kloning teknologi yang terbukti di negara lain untuk diproduksi ulang dan dipasarkan menjadi produk inovasi baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rencana penggabungan BPPT, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan lembaga litbang lain dalam satu badan riset itu sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo.

Pembentukan badan riset tunggal di bawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi itu dianggap bisa menghemat anggaran riset. Selain itu dana riset nasional di berbagai kementerian dan lembaga pada 2017 sebesar Rp 24,9 triliun akan lebih tepat guna karena tidak terjadi pengulangan alias tumpang tindih riset antarlembaga.

Meski demikian, Unggul menilai BPPT tidak bisa digabung dengan lembaga litbang lain karena 80 persen sumber daya manusianya adalah perekayasa yang tugasnya membuat inovasi. Sementara di lembaga litbang lain, porsi SDM terbesar adalah peneliti yang fokusnya untuk riset.

“Riset dan inovasi sering disalahpahami,” tegas Unggul. Hasil akhir inovasi adalah produk hasil riset atau rekayasa yang bisa dipasarkan. Sementara riset, lebih menekankan pada publikasi ilmiah, paten atau prototipe. Padahal, untuk mengubah prototipe menjadi hasil inovasi masih butuh proses panjang.

Dibagi dua
Kalaupun pemerintah tetap ingin menggabungkan berbagai lembaga litbang, lanjut Unggul, setidaknya perlu dibagi dua: lembaga yang menangani riset dan lembaga yang mengurusi inovasi.

“Pencampuradukan lembaga riset dan inovasi membuat upaya mendorong inovasi makin sulit. Padahal, inovasi dibutuhkan guna mendorong ekonomi Indonesia bergerak dari ekonomi berbasis efisiensi jadi ekonomi berlandas inovasi. Tanpa itu, sulit mendorong ekonomi tumbuh tinggi lebih dari 8 persen,” katanya.

Secara terpisah, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko memilih menunggu keputusan final pemerintah terkait penataan lembaga litbang, sebuah wacana yang sudah bergulir lebih dari tujuh tahun. LIPI tidak mempermasalahkan bentuk lembaga baru yang dipilih pemerintah sepanjang punya pertimbangan matang.

“Persoalan fundamental riset Indonesia adalah masih belum tercapainya critical mass atau standar minimum untuk riset dan inovasi,” katanya. Kondisi itu terjadi karena kecilnya jumlah peneliti, terbatasnya anggaran, kurang memadainya infrstruktur riset, kebijakan yang kurang mendukung hingga koordinasi lintas sektor yang telah jadi masalah kronis selama beberapa dekade.

Karena itu, bagi LIPI, “Apapun bentuk lembaganya, yang terpenting ada perbaikan signifikan terhadap manajemen dan pengelolaan riset Indonesia,” tambahnya.–M ZAID WAHYUDI 13 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB