Universitas Terbuka Incar 10.000 Pekerja Migran

- Editor

Jumat, 15 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Universitas Terbuka menargetkan mampu menggaet lebih dari 10.000 mahasiswa luar negeri pada 2022. Persoalannya, sebagian besar pekerja migran Indonesia yang menjadi sasaran utama program ini tidak memiliki akses terhadap kejelasan informasi program tersebut.

Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Terbuka (UT) Mohamad Yunus mengatakan, pekerja migran yang telah mengenyam pendidikan tinggi berpotensi lebih besar untuk pulang dan menetap di Tanah Air. “Pendidikan itu membuka harapan pada terciptanya kehidupan yang lebih baik,” katanya, Kamis (14/2/2019), di Jakarta.

SHARON UNTUK KOMPAS–Upacara Wisuda Periode IV Wilayah 2 Tahun 2018, Universitas Terbuka Convention Center, Selasa (3/7/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Merujuk pada data yang dicantumkan pada situs resmi UT, saat ini ada 2.099 mahasiswa luar negeri UT yang terdaftar per Desember 2018. Malaysia dan Korea Selatan merupakan negara dengan mahasiswa UT terbanyak, masing-masing dengan 714 mahasiswa dan 323 mahasiswa.

PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS–Kepala Pusat Pengelolaan Mahasiswa Luar Negeri pada Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas Terbuka, Dewi Artati, saat mempresentasikan program Universitas Terbuka, Kamis (14/2/2019), di Jakarta.

Kepala Pusat Pengelolaan Mahasiswa Luar Negeri pada Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan UT, Dewi Artati, mengatakan, atase pendidikan dan kebudayaan di 17 negara yang memiliki hubungan diplomasi dengan Indonesia bisa berperan menjadi penyambung lidah mempromosikan UT kepada para pekerja migran.

“Untuk menjadi mahasiswa UT, pekerja migran hanya butuh menyerahkan ijazah SMA dan paspor,” kata Dewi. Menurut dia, hal itu bisa dilakukan secara personal melalui laman resmi UT maupun secara bersama-sama di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Oleh karena itu, Kantor Unit Program Belajar Jarak Jauh UT di Den Haag, Belanda, akan dibuka pada semester ini. Hal itu dilakukan untuk memudahkan pekerja migran di Eropa yang ingin bergabung menjadi mahasiswa UT. Yunus mengatakan, ke depan, hal serupa secara bertahap akan direplikasi di sejumlah tempat lain.

PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS–Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Terbuka Mohamad Yunus saat memberikan keterangan pada wartawan, Kamis (14/2/2019), di Jakarta.

Berdasarkan Laporan Pekerja Global Indonesia 2017 yang dirilis Bank Dunia, ada lebih dari 9 juta pekerja migran Indonesia tersebar di seluruh belahan dunia. Sebanyak 78 persen di antaranya merupakan pekerja berketerampilan rendah.

Dari sumber data yang sama diketahui ada 20 persen pekerja migran Indonesia yang berpendidikan setara SMA atau lebih tinggi. “Artinya dari 9 juta pekerja migran itu, ada sekitar 1,8 juta orang yang berpotensi digaet menjadi mahasiswa UT,” kata Deputi Bidang Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Teguh Hendro Cahyono.

Akses Informasi
Menurut Teguh, kendala menggaet pekerja migran untuk berkuliah melalui sistem pendidikan jarak jauh di UT adalah pada ketersediaan akses informasi. Belum banyak pekerja migran yang mengetahui kemudahan syarat untuk menjadi mahasiswa UT.

“Hal itu sebenarnya bisa diberikan saat proses pembekalan di Indonesia, sebelum mereka diberangkatkan ke negara tujuan,” kata Teguh. Dengan begitu, pekerja migran bisa mempertimbangkan untuk memanfaatkan waktu luang bekerja untuk mengikuti pendidikan jarak jauh UT.

Sementara itu, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur, Mokhammad Farid Maruf, mengatakan, ijazah UT bukan satu-satunya jaminan bagi pekerja migran untuk mendapat kehidupan yang layak ketika nanti pulang ke Indonesia.

“Hal lain yang juga perlu diusahakan adalah meningkatkan kapasitas pekerja migran, bukan hanya meningkatkan jumlah mahasiswa,” ujar Farid. Ia mengatakan, jika tujuannya adalah mencegah pekerja migran kembali lagi ke luar negeri, maka yang perlu dilakukan adalah merancang program studi yang memberi bekal bagi pekerja migran untuk memulai wirausaha. (PANDU WIYOGA)–KHAERUDIN

Sumber: Kompas, 14 Februari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB