Ubanan pada Orang Muda

- Editor

Jumat, 3 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

WANTO termasuk orang yang sangat peduli terhadap penampilan. Karena itu ia resah memikirkan rambutnya yang makin bertambah ubannya. Padahal usianya baru 30 tahun. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk banyak mengkonsumsi protein, tapi semua itu tak berdaya mengatasi cepatnya uban baru muncul. Wanto mengaku sejak masih di SMA beberapa helai rambutnya memang sudah memutih. Mengapa dan bagaimana uban dini bisa terjadi?

Uban secara alamiah sebenarnya hampir terjadi pada setiap orang bersamaan dengan bertambahnya usia. Pada orang kulit putih, uban biasa terbentuk pada usia 35 tahun, sedang pada yang berkulit hitam uban muncul lebih belakangan, kira-kira pada umur 40 tahun. Yang lebih cepat beruban boleh jadi adalah orang Jepang, yang menurut survei lazimnya timbul pada usia antara 30-34 tahun. Orang Indonesia? Agaknya belum ada yang berminat menelitinya.

Uban terjadi tak lain karena sel pembentuk pigmen rambut (melanosit) yang terdapat pada bagian sumsum rambut (medula) tidak lagi mampu membuat pigmen rambut (melanin). Degradasi fungsional ini biasa terjadi bersamaan dengan usia yang kian menua. Dalam proses ini, tak cuma rambut di kepala yang terkena, tapi juga jenggot dan kumis yang bahkan kerap lebih dulu memutih. Pada kepala biasa dimulai dari pelipis, lalu puncak kepala dan terakhir daerah belakang kepala.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Uban dini
Bila seseorang dalam usia muda ternyata mengidap suatu penyakit anemia pernisiosa –salah satu jenis penyakit kurang darah– maka kehadiran uban mungkin akan lebih cepat. Atau barangkali mengalami hypertiroid (kelebihan hormon kelenjar gondok) yang menurut beberapa ahli ikut membuka peluang timbulnya uban dini. Kemungkinan lain adalah akibat penyinaran sinar X yang didahului dengan rontoknya rambut lalu muncul rambut dengan warna yang tak lagi hitam, alias pucat.

Kecuali itu semua, ada laporan yang menyebutkan, terdapat suatu pewarna rambut tertentu yang mengandung hidrogen peroksida (H2O2) yang juga berpotensi memucatkan warna rambut. Kalau tak ingin memiliki uban terlalu dini, sebaiknya pemakaian kosmetika jenis ini dihindari.

Untuk melenyapkan uban yang telah terlanjur ada, apalagi sudah banyak, harus diakui sampai kini belum ada cara jitu mengatasinya. Berbagai sebab memang bisa disebutkan sebagai pencetus uban, tapi dengan tidak adanya cara prima untuk mengobati uban itu sendiri, hal ini menunjukkan bahwa sebenamya teori penyebab uban tadi belum mapan atau memang uban tak bisa diatasi karena penyebabnya faktor keturunan. Dalam hal terakhir ini pun masih belum jelas benar arah kejadiannya. Sebab tak jarang uban banyak terdapat pada seorang anggota keluarga sedang anggota lainnya berambut lebat dan hitam.

Akan tetapi, bila uban itu masih sedikit jumlahnya, barangkali masih bisa diatasi-dengan mencabutnya, kemudian silakan memilih pewarna yang tepat dan aman: Kata aman perlu digarisbawahi karena terdapat pewarna rambut yang pada orang tertentu yang peka bisa berakibat kurang menguntungkan yaitu terjadi kepalinan pada kulit kepala. Pewarna ini biasanya mengandung para fenilendiamin.

Uban juga tidak serta merta lenyap meski sudah berupaya meningkatkan asupan protein yang konon memang bisai menjaga kesehatan rambut. Ini perlu dikemukakan agar tak berlebihan mengkonsumsi protein yang bisa berakibat fatal. Konsumsi protein berlebih bisa merusak ginjal.

Ada pendapat yang mengatakan, makan banyak sayuran dan buah segar, diet secara seimbang, olah raga teratur dan cukup, serta hidup jauh dari stres, bisa menghindari uban. Mungkm ini yang tak ada salahnya dicoba, dan ini lebih baik ketimbang Anda bertindak secara berlebihan terhadap rambut Anda. (Idha RH, penulis masalah kesehatan umum)

Sumber: Kompas, 18 November 1990

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 14 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 4 Juli 2025 - 17:25 WIB

Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB