Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir memastikan uang kuliah perguruan tinggi negeri tidak akan naik. Hal itu menyusul persetujuan Komisi X DPR pada penambahan anggaran biaya operasional perguruan tinggi negeri.
Rapat Kerja Komisi X dengan Kemristek dan Dikti, Rabu (21/10) di Jakarta, menyetujui penambahan anggaran biaya operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) yang awalnya Rp 3,76 triliun jadi Rp 4,55 triliun.
Pada rapat kerja sebelumnya, Komisi X hanya menyetujui anggaran BOPTN 2016 sebesar Rp 3,5 triliun meskipun tahun sebelumnya mencapai Rp 4,5 triliun. Jika terjadi penurunan anggaran BOPTN, dipastikan uang kuliah PTN akan naik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rapat kerja itu sekaligus menyetujui pagu alokasi anggaran Kemristek dan Dikti untuk tahun anggaran 2016 sebesar Rp 40,62 triliun, angka itu turun dari Rp 43,57 triliun pada tahun 2015. Penurunan terjadi karena keterbatasan ruang fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2016.
Nasir menyatakan, pagu anggaran yang disetujui itu masih sangat kurang untuk menjalankan program. “Nilainya masih jauh dari pagu indikatif 2016 yang kami ajukan pertama sekali Rp 45 triliun,” kata Nasir.
Pada pagu anggaran 2015, bidang riset dan teknologi mendapat anggaran Rp 970 miliar, hanya 2,25 persen dari total anggaran Kemristek dan Dikti. Jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya Rp 860 miliar.
Untuk program di bidang pendidikan tinggi, anggaran yang disetujui Rp 39,66 triliun. Angka itu menurun dari tahun 2015 yang mencapai Rp 42,71 triliun. Terjadi pemangkasan di berbagai bidang, khususnya sarana dan prasarana.
Kemristek dan Dikti mengajukan anggaran Rp 6,9 triliun untuk belanja sarana dan prasarana 118 PTN. Namun, Komisi X hanya menyetujui Rp 1,8 triliun untuk 36 perguruan tinggi.
Belum bersinergi
Dari sembilan fraksi yang hadir, dua di antaranya menolak Rencana Kerja dan Anggaran Kemristek dan Dikti tahun 2016, yaitu Fraksi Gerindra dan Fraksi PKS. Anggota Fraksi Gerindra, Sri Meliyana, menilai program yang disusun belum menunjukkan sinergi bidang riset dan teknologi dengan pendidikan tinggi. “Sejak awal, pemerintah menggabungkan dua lembaga ini guna membangun sinergi. Tetapi, itu tak terlihat dalam penyusunan program dan anggaran,” kata Sri.
Menurut dia, perombakan lembaga menghabiskan anggaran, waktu, dan tenaga. Namun, kedua bidang itu hanya terkesan ditempel. “Saat berdiri sendiri, riset dan teknologi mendapat anggaran sekitar Rp 800 miliar, hampir sama dengan anggaran sekarang. Program kerjanya juga tidak berubah,” kata Sri.
Dia juga menilai postur anggaran tidak berpihak pada perguruan tinggi swasta (PTS) yang hanya mendapat hibah Rp 50 miliar untuk 300 PTS. Padahal, banyak PTS bermasalah. (B01)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Oktober 2015, di halaman 12 dengan judul “Uang Kuliah Perguruan Tinggi Negeri Tak Naik”.