Tsunami Membawa Jamur Mematikan

- Editor

Sabtu, 5 Oktober 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tsunami raksasa yang melanda Alaska pada 1964 diketahui menyebarkan jamur patogen Cryptococcus gattii ke daratan dan menjadi pemicu penyakit mematikan. Temuan ini membawa implikasi tentang bahaya serupa bisa terjadi di kawasan lain yang pernah terlanda tsunami besar, termasuk Aceh setelah 2004.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Warga di Kelurahan Mamboro, Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (24/9/2019), kembali menempati bekas hunian mereka di tepi pantai Teluk Palu yang hancur karena tsunami yang dipicu gempa bumi setahun lalu. Padahal, pemerintah telah melarang pembangunan hunian di zona merah.

Kajian ini dipublikasikan David M Engelthaler dari Translational Genomics Research Institute, Arizona, dan Arturo Casadevall dari Johns Hopkins University di jurnal mBio edisi Oktober 2019.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Cryptococcus gattii merupakan jamur patogen yang awalnya ditemukan di perairan hangat seperti Australia, Papua Niugini, serta di beberapa bagian Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan, yaitu Brasil. Jamur ini diduga menyebar ke seluruh dunia melalui air pemberat yang digunakan oleh kapal.

Dugaan ini dikuatkan dengan adanya bukti usia molekuler jamur yang ditemukan di pantai British Columbia dan Negara Bagian Washington bertepatan dengan dimulainya pelayaran dari pelabuhan Amerika Selatan, yang meningkat setelah pembukaan Kanal Panama pada 1914. Sejak awal abad ke-20, jamur ini berkembang biak di perairan dekat pantai kawasan ini.

Meski demikian, jamur ini baru memicu masalah setelah untuk pertama kalinya menginfeksi manusia di wilayah ini pada 1999 dan memicu wabah pneumonia. Sebelumnya, para peneliti bingung bagaimana jamur yang biasanya ditemukan di air ini bisa memicu penyakit. Hal itu karena infeksi hanya terjadi jika manusia menghirup spora yang memungkinkan patogen menetap di paru-paru.

Dalam studi terbaru ini, dua peneliti merekonstruksi tentang bagaimana jamur mematikan ini berhasil tersebar luas di hutan dekat pantai di sepanjang wilayah Pacific Northwest.

—Peta hipotesis penyebaran C. gattii di Pasifik Barat Laut. Sumber: jurnal mBio

Air tsunami
Menurut analisis mereka, gempa bumi berkekuatan M 9,2 pada 1964 berperan penting. Salah satu gempa bumi terbesar yang tercatat dengan pusat di tenggara Alaska ini menghasilkan tsunami di sepanjang garis pantai wilayah itu, termasuk Pulau Vancouver, serta di Washington dan Oregon.

Air tsunami inilah yang membawa jamur ke darat dan kemudian beradaptasi dengan lingkungan baru berupa daratan dan pohon-pohon. Melalui seleksi biologis dan fisik, jamur ini meningkatkan daya tular dan virulensinya.

”Kami menduga bahwa C gattii semula kehilangan sebagian besar kemampuannya menginfeksi manusia ketika hidup di air laut,” kata Arturo Casadevall, seperti diwawancara BBC pada Rabu (2/10/2019).

KOMPAS/VIDELIS JEMALI–KM Sabuk Nusantara 39 yang terdampar karena terjangan tsunami sudah dipasangi balon udara (berwarna hitam) di bagian lambung, Kamis (10/1/2019), di kompleks Pelabuhan Wani, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Kapal akan melaut menunggu air pasang dan perlengkapan perizinan dari Kementerian Perhubungan. Kapal kargo dan penumpang berbobot 500 ton tersebut terdampar di darat saat tsunami pada 28 September 2018.

”Tapi kemudian, ketika sampai di tanah, amuba dan organisme tanah lainnya memengaruhi hidupnya selama tiga dekade atau lebih, sampai muncul varian C gattii baru yang jauh lebih mematikan pada hewan dan manusia.”

Para peneliti berpendapat, tsunami membawa galur jamur berbahaya serta menunjukkan bukti infeksi kulit dan paru yang invasif pada korban. Mereka khawatir, pada tahun-tahun mendatang, infeksi lain mungkin muncul di berbagai kawasan yang pernah dilanda tsunami besar, di antaranya Indonesia dan Jepang.

”Gagasan baru yang besar di sini adalah bahwa tsunami dapat menjadi mekanisme yang signifikan di mana patogen menyebar dari lautan dan sungai ke daratan dan akhirnya ke satwa liar dan manusia,” kata Casadevall.

”Jika hipotesis ini benar, kita mungkin akhirnya akan melihat wabah serupa C gattii atau jamur serupa di daerah yang pernah tergenang tsunami di Indonesia pada 2004 atau Jepang pada 2011.”

Oleh AHMAD ARIF

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 4 Oktober 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB