Torehan IPK dan Ijazah Bukan Segala-galanya

- Editor

Sabtu, 21 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para pencari kerja menunggu giliran wawancara kerja dalam Bursa Kerja yang digelar Kementerian Tanaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (5/9). Menururt data Badan Pusat Statistik  angka pengangguran hingga saat ini mencapai 7,39 juta orang dari total angkatan bekerja sebanyak 118,19 juta orang. 

Kompas/Hendra A Setyawan (HAS)
05-09-2014

Para pencari kerja menunggu giliran wawancara kerja dalam Bursa Kerja yang digelar Kementerian Tanaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (5/9). Menururt data Badan Pusat Statistik angka pengangguran hingga saat ini mencapai 7,39 juta orang dari total angkatan bekerja sebanyak 118,19 juta orang. Kompas/Hendra A Setyawan (HAS) 05-09-2014

Pembangunan sumber daya manusia (SDM) kini bukan lagi berfokus pada torehan nilai indeks prestasi kumulatif dan ijazah, melainkan kompetensi khusus. Disertai karakter yang tahan banting, modal manusia tersebut diharapkan dapat menghasilkan angkatan kerja yang produktif.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro, Jumat (20/9/2019), di Jakarta, mengatakan, untuk menghasilkan angkatan kerja yang berkualitas, pendidikan tak sekadar fokus pada IPK dan ijazah. Lebih dari itu, calon pekerja harus memiliki kompetensi khusus.

KOMPAS/ALIF ICHWAN–Pencari kerja memadati bursa kerja Mega Career Expo di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2019). Untuk menghasilkan angkatan kerja yang berkualitas, pendidikan tak sekadar fokus pada IPK dan ijazah. Lebih dari itu, calon pekerja harus memiliki kompetensi khusus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Ijazah dan IPK bukan segala-galanya. Dibutuhkan kompetensi khusus seperti kemampuan bekerja sama, berbicara di depan umum, dan lain-lain,” ujar Bambang dalam Seminar Nasional Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) bertema ”Pengembangan SDM Unggul untuk Memanfaatkan Peluang Bonus Demografi menuju Indonesia Maju pada RPJMN 2020-2024” di Jakarta, Jumat.

Menurut Bambang, kompetensi khusus tersebut dibutuhkan untuk merespons pasar kerja yang sarat dengan tantangan revolusi industri, ekonomi digital dan sebagainya. Angkatan kerja produktif tersebut akan dapat mengantar Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi berkat adanya bonus demografi.

Dalam hal ini, pengelola pendidikan tidak bisa bekerja sendirian. Kurikulum pendidikan harus mengacu pada kebutuhan pasar kerja terkini. Selain itu, karakter SDM yang mau bekerja keras dan tahan banting juga perlu dibentuk. Sebab, karakter tersebut menjadi prasyarat bagi sebuah negara untuk melakukan lompatan pada bonus demografi.

Bambang mencontohkan dua negara yang berhasil berkembang menjadi negara maju berkat persiapan yang matang menyambut bonus demografi. Keduanya adalah Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.

“Mereka berhasil memanfaatkan bonus demografi dengan baik. Jepang bahkan merangsek sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia,” katanya.

Bambang mengungkapkan, Korsel bersama dengan Indonesia pernah sama-sama menjadi negara berpenghasilan rendah di dunia pada 1950-an.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro.

Korsel berhasil menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas di era 1970-an dan berpenghasilan tinggi pada 1990-an. Korsel dapat berlari cepat berkat produktivitas SDM mereka di tengah sumber daya alam (SDA) yang terbatas.

Jepang melakukan hal yang sama, selain SDA yang terbatas, mereka bahkan rentan pada bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami. Modal manusia yang kuat menjadi senjata Jepang menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia.

”Jepang melesat luar biasa sekitar tahun 1980–1990 di saat mereka mendapatkan bonus demografi,” ujar Bambang.

Jutaan pencari kerja
Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono mengatakan, setiap tahun angkatan kerja di Indonesia mencapai 3,1 juta orang.

Mereka memiliki kompetensi yang beragam bahkan tidak punya sama sekali. Tantangan tersebut kini coba dituntaskan oleh pemerintah.

”Hanya ada 11 persen lulusan dari perguruan tinggi. Sisanya hanya berpendidikan SD hingga SMA,” katanya.

Menurut Agus, pemerintah kini sudah memetakan lima sektor industri yang akan dikembangkan, yakni industri makanan, tekstil, otomotif, elektronik dan kimia. Sektor-sektor tersebut yang diproyeksikan mampu menyerap sebanyak 3,1 juta pencari kerja di Indonesia.

”Kami akan melakukan penataan kembali kurikulum dan memberikan pelatihan kompetensi agar tidak ada lagi kesenjangan,” kata Agus.

Dalam hal ini, pemerintah juga berencana merevitalisasi pendidikan vokasional di Indonesia. Dalam lima tahun ke depan, ditargetkan akan ada 5.000 SMK yang akan direvitalisasi dan 500 politeknik baru yang akan dibangun.

”Bidang vokasi yang akan direvitalisasi adalah manufaktur, pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif, kemaritiman serta energi dan pertambangan,” ujar Agus.

Gubernur Lemhannas Agus Widjojo mengatakan, momentum bonus demografi yang dimiliki Indonesia hingga 2038 hanya akan memberi manfaat jika ada pengelolaan modal manusia yang terencana, komprehensif dan konsisten.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Gubernur Lemhannas Agus Widjojo saat ditemui di sela-sela acara Seminar Nasional ”Pengembangan SDM Unggul untuk Memanfaatkan Peluang Bonus Demografi Menuju Indonesia Maju pada RPJMN 2020-2024” di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Dibutuhkan terobosan secara bertahap dengan arah kebijakan yang tepat hingga ke level pemerintah daerah. ”Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pun dengan pengelolaan SDM yang terkait dengan bonus demografi,” katanya.–FAJAR RAMADHAN

Editor PASCAL S BIN SAJU

Sumber: Kompas, 20 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB