Thouless, Haldane, Kosterlitz; Pembuka Rahasia Materi ”Eksotis”

- Editor

Jumat, 7 Oktober 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Winners of the Nobel Prize in Physics (L-R) David J Thouless, F Duncan M Haldane and J Michael Kosterlitz are displayed on a screen during a press conference to announce the winner of the 2016 Nobel Prize in Physics at the Royal Swedish Academy of Sciences in Stockholm on October 4, 2016. 
British-born scientists David J. Thouless, F. Duncan Haldane and J. Michael Kosterlitz won the Nobel Physics Prize for revealing the secrets of exotic matter, the Nobel jury said. / AFP PHOTO / JONATHAN NACKSTRANDJONATHAN NACKSTRAND/AFP/Getty Images

Winners of the Nobel Prize in Physics (L-R) David J Thouless, F Duncan M Haldane and J Michael Kosterlitz are displayed on a screen during a press conference to announce the winner of the 2016 Nobel Prize in Physics at the Royal Swedish Academy of Sciences in Stockholm on October 4, 2016. British-born scientists David J. Thouless, F. Duncan Haldane and J. Michael Kosterlitz won the Nobel Physics Prize for revealing the secrets of exotic matter, the Nobel jury said. / AFP PHOTO / JONATHAN NACKSTRANDJONATHAN NACKSTRAND/AFP/Getty Images

David James Thouless (82) pantas disebut pertama dari ketiga peraih Nobel Fisika 2016. Dia menerima separuh dari nilai hadiah dan separuhnya lagi diberikan kepada F Duncan M Haldane (65) dan J Michael Kosterlitz (74). Ketiga ilmuwan kelahiran Inggris itu berhasil membuka rahasia sifat-sifat fisika pada materi yang amat tipis atau berbentuk benang.

Thouless mendapatkan penghargaan lebih besar karena dia memberikan kontribusi pada dua hal yang menentukan, yaitu soal transisi fase-fase dan fase-fase materi. Ia profesor emeritus pada University of Washington, Amerika Serikat, dan telah kembali ke Inggris. Haldane adalah profesor fisika di Princeton University, New Jersey, AS, sementara Kosterlitz profesor fisika pada Brown University, Rhode Island, AS.

Kosterlitz dan Thouless mem- pelajari fenomena yang muncul pada suatu ”benda datar” (flat world) pada permukaan atau pada lapisan ekstrem tipis yang bisa dianggap sebagai benda dua dimensi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pembahasan soal realitas materi biasanya diterapkan pada benda-benda tiga dimensi. Fenomena fisika pada ”benda datar” itu dipelajari dalam bidang ilmu condensed matter physics yang kini berkembang pesat.

Ketiganya menggunakan metode matematika yang canggih, yaitu topologi, untuk menguak ”misteri” fenomena yang dipandang aneh pada fase-fase tidak biasa pada materi, seperti konduktor super atau film magnetik yang tipis.

Topologi merupakan cabang ilmu matematika yang dapat menjelaskan perubahan sifat-sifat yang terjadi secara bertahap. Dengan menggunakan topologi, ketiga fisikawan itu mendapatkan hasil yang mengejutkan yang memicu penelitian-penelitian lanjutan.

Topologi menjelaskan sifat-sifat yang tetap sama ketika sebuah obyek berubah bentuk dengan ditekan, dibengkokkan, atau dipuntir, tetapi bukan saat obyek pecah. Secara topologi, sebuah bola dan mangkuk memiliki kategori yang sama karena yang satu bisa berubah bentuk menjadi bentuk lain. Topologi penting untuk temuan akhir-akhir ini karena mampu menjelaskan, mengapa sifat konduktivitas sebuah materi yang amat tipis berubah dengan langkah beraturan.

Menggunakan topologi, Thouless menemukan efek kuantum Hall. Efek kuantum itu ditemukan fisikawan Jerman, Klaus von Klitzing, pada 1980 yang kemudian mendapat Nobel pada 1985. Dia meneliti lapisan konduksi tipis di antara dua semikonduktor. Dia mendinginkan elektron hingga beberapa derajat di atas suhu absolut nol derajat yang ternyata menghasilkan medan magnet yang kuat.

Fenomena itu merupakan fenomena umum, tetapi pada efek kuantum Hall lebih rumit penjelasannya. Perubahan konduktivitas berlangsung secara bertahap, dua kali lipat, tiga kali lipat, dan seterusnya. Penjelasannya didapatkan dengan topologi.

Para ilmuwan semula percaya bahwa fluktuasi panas akan menghancurkan keteraturan materi pada benda dua dimensi dan datar, juga pada nol derajat. Jika tak ada lagi keteraturan (molekul dan atom pada materi), tidak mungkin terjadi transisi fase.

Misalnya, es yang terbentuk dari atom kristal yang teratur, saat dicairkan menjadi zat cair yang pergerakan materinya lebih tidak teratur.

Penelitian tentang superfluida, zat cair yang bisa merambat di pipa kapiler, dan sifat-sifat fisika yang menyertainya telah diteliti ilmuwan Rusia, Pyotr Kapitsa, pada 1930-an dengan menggunakan helium-4 yang bisa didapati di udara. Kapitsa mendapat Nobel Fisika pada 1978. Sejak itu, berbagai tipe superfluida dibuat di laboratorium, seperti superfluida helium, film tipis superconductors, lapisan tipis materi magnetik, benang-nano konduktif untuk listrik.

Pada 1970-an, Thouless dan Kosterlitz bersua di Birmingham, Inggris Raya. Menantang kemapanan sains, mereka mencoba meneliti transisi fase. Hal itu dilakukan karena ”rasa ingin tahu sekaligus karena ketidaktahuan mereka”.

Mereka akhirnya menemukan fase-fase transisi dalam ”benda datar”. Temuan itu dipandang sebagai temuan besar di abad ke-20 untuk teori di bidang condensed matter physics, yang kemudian dikenal sebagai KT transition (Kosterlitz-Thouless) juga disebut sebagai BKT transition. Huruf B dari fisikawan Vadim Berezinskii yang tinggal di Moskwa, Rusia, karena memiliki ide yang serupa.

Tak rencanakan hasil
Haldane yang terhubung dengan konferensi pers setelah pengumuman Hadiah Nobel mengatakan, saat melakukan penelitian tidak ada hasil yang direncanakan di awal, terutama dalam mengembangkan sebuah teori. ”Semua penelitian besar seperti itu jalurnya. Setidaknya untuk hal-hal yang terkait teori. Anda tidak bisa menetapkan hasilnya untuk menemukan sesuatu yang baru. Anda akan tersandung-sandung dan dibutuhkan keberuntungan untuk bisa mengetahui bahwa yang Anda temukan adalah sesuatu yang amat menarik…. Banyak penemuan baru yang luar biasa berbasis kerja asal ini,” ujarnya.

Contoh nyata, Kosterlitz dan Thouless menunjukkan, di luar perkiraan, materi dua dimensi (karena demikian tipisnya) mampu memiliki sifat konduksi listrik tanpa hilang akibat tahanan (resistance). Sifat itu disebut sebagai superconductivity (konduktivitas super). ”Saya agak silau dan masih mencoba memahami (pengumuman ini). Saya amat terkejut dan amat berterima kasih atas penghargaan ini,” ujar Haldane.

Kosterlitz yang memiliki kewarganegaraan ganda (Inggris dan AS) mengatakan, dia baru akan makan siang di Helsinki, Polandia, saat menerima kabar menerima Nobel. Kini Kosterlitz sedang menjadi profesor tamu di Aalto University.

Menurut Kosterlitz, saat melakukan penelitian itu usianya baru sekitar 20 tahun dan ”ketidaktahuan total” yang dia miliki saat itu merupakan keuntungan dalam menantang pengetahuan sains yang mapan.

”Saya tidak memiliki ide-ide awal. Saya muda dan cukup bodoh untuk itu,” ujarnya. Sang ayah, seorang ahli biokimia keturunan Yahudi Jerman, membawa Kosterlitz dan ibunya keluar dari Jerman tahun 1934.

Thouless tidak bisa langsung memberikan komentar karena kesehatannya terganggu. Putranya, Thomas Thouless, menyatakan, ayahnya amat gembira dan tak menyangka akan mendapatkan Nobel. Thouless adalah orang ke-7 dari University of Washington yang menerima Nobel.

John Rehr, rekan sesama profesor emeritus di University of Washington, mengatakan, Thouless adalah seorang yang brilian. Dia menelurkan buku yang dianggap sebagai salah satu ”buku suci” fisika kuantum.

”Sesuatu yang tidak biasa bahwa teori ini memprediksi fenomena sebelum mereka menemukannya melalui eksperimen. Itu terjadi karena kombinasi dari matematika yang brilian dan argumen fisika yang solid,” ujar Rehr.

Winners of the Nobel Prize in Physics (L-R) David J Thouless, F Duncan M Haldane and J Michael Kosterlitz are displayed on a screen during a press conference to announce the winner of the 2016 Nobel Prize in Physics at the Royal Swedish Academy of Sciences in Stockholm on October 4, 2016.  British-born scientists David J. Thouless, F. Duncan Haldane and J. Michael Kosterlitz won the Nobel Physics Prize for revealing the secrets of exotic matter, the Nobel jury said. / AFP PHOTO / JONATHAN NACKSTRANDJONATHAN NACKSTRAND/AFP/Getty Images
Winners of the Nobel Prize in Physics (L-R) David J Thouless, F Duncan M Haldane and J Michael Kosterlitz are displayed on a screen during a press conference to announce the winner of the 2016 Nobel Prize in Physics at the Royal Swedish Academy of Sciences in Stockholm on October 4, 2016.
British-born scientists David J. Thouless, F. Duncan Haldane and J. Michael Kosterlitz won the Nobel Physics Prize for revealing the secrets of exotic matter, the Nobel jury said. / AFP PHOTO / JONATHAN NACKSTRANDJONATHAN NACKSTRAND/AFP/Getty Images

DAVID JAMES THOULESS

Lahir:
Bearsden, Skotlandia, Inggris, 21 September 1934

Isteri:
Margaret (juga menjadi Associate Professor di Bidang Pathobiology di University of Washington 1980-2004)

Pendidikan:
Cornell, AS, meraih gelar doktor (1958)

Pekerjaan:
Profesor Pengajar Fisika Matematika di Birmingham, 1965-1978
Pensiun sebagai Pengajar University of Washington, AS.
————–
JOHN MICHAEL KOSTERLITZ

Lahir:
Aberdeen, Inggris, 1942

Pekerjaan:
Pengajar di Brown University
————-
FREDERICK DUNCAN MICHAEL HALDANE

Lahir:
London, Inggris, 14 September 1951

Pendidikan:
University of Cambridge

Pekerjaan:
Profesor pada Departemen Fisika, Princeton University, New Jersey, AS
Menantang kemapanan

(AP/WWW.NOBLEPRIZE.ORG)

BRIGITTA ISWORO LAKSMI
———
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2016, di halaman 16 dengan judul “Pembuka Rahasia Materi ”Eksotis””.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB