Penggunaan air liur atau saliva sebagai bahan pemeriksaan Covid-19 bisa menjadi alternatif. Selain lebih praktis dan murah, metode ini pun nyaman. Penggunaannya memerlukan uji populasi di daerah di Indonesia.
Penggunaan saliva atau air ludah sebagai sampel dalam pemeriksaan Covid-19 bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan keterbatasan tes di Indonesia. Selain memudahkan pengambilan sampel, biaya pemeriksaan bisa dihemat hingga 40 persen dengan akurasi yang cukup tinggi.
”Penggunaan saliva bisa mengurangi ketidaknyamanan pasien saat pengambilan sampel. Keuntungan utamanya tidak perlu swab (usap) sehingga pengambilan sampel bisa dilakukan mandiri tanpa perlu petugas medis profesional,” kata Levana Sani, pendiri dan Chief Exceutive Officer Nalagenetics, perusahaan rintisan biologi molekuler berbasis di Indonesia dan Singapura, Rabu (14/3/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun untuk analisis, menurut Levana, tetap memakai reaksi polimerase berantai (PCR) sehingga akurasinya tetap terjaga. ”Sejumlah negara sudah memakai metode ini,” katanya.
Dengan metode ini, pasien hanya perlu mengeluarkan air liur dari dalam tenggorokan dan meludah ke dalam botol spesimen untuk kemudian dites. Singapura, misalnya, telah menyetujui penggunaan kit Covid-19 dari Advanced MedTech Holdings untuk digunakan dalam menguji air liur sejak Desember 2020 lalu. Sementara Filipina telah menggunakan metode ini sejak Januari 2021. Bahkan, Jepang telah sejak Juni 2020.
Levana mengatakan, Nalagenetics baru-baru ini telah memublikasikan hasil kajian tentang validasi penggunaan saliva dalam pemeriksaan Covid-19 di Indonesia. Kajian yang dilakukan bersama para peneliti Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atmajaya, Fakultas Sains-National University of Singapore, dan Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Penelitian Atma Jaya telah diunggah di www.medrxiv.org dan masih menunggu peninjauan (review) sejawat.
Lebih hemat
Kajian ini menunjukkan, gen target SARS-CoV-2 terdeteksi dalam spesimen air liur dan tetap stabil selama lima hari didinginkan atau penyimpanan suhu kamar. Metode pengolahan spesimen air liur ini tidak memerlukan langkah ekstraksi RNA sehingga mengurangi biaya, waktu, dan tenaga yang dibutuhkan untuk memproses sampel.
KEMRISTEK/BRIN—tangkapan layar pengambilan sampel saliva dari video yang ditampilkan dalam acara peluncuran tes diagnostik Saliva RT Lamp yang disaksikan secara virtual di Jakarta, Kamis (25/3/2021).
”Jika ditotal bisa menghemat biaya 40 persen dan meningkatkan kapasitas lab hingga 30 persen, dibandingkan jika menggunakan tes usap. Penghematan terutama tidak perlu tenaga untuk melakukan tes dan ekstraksi, hanya dibutuhkan kit untuk menaruh sampel,” katanya.
Menurut Levana, pemeriksaan akurasi telah dilakukan terhadap 180 sampel menggunakan tiga kit Covid-19 RT-PCR yang tersedia secara komersial. Hasilnya, rata-rata persentase kesesuaian dengan spesimen dari usap nasofaring dan orofaringeal (NPOP) sebesar 90 persen. Untuk sensitivitas kasus positif mencapai 85 persen sedangkan spesifitas kasus negatif akurasinya 100 persen.
”Akurasinya tergantung kit yang digunakan. Kalau merek seperti Daan Gene untuk Covid-19, bisa sampai 97 persen,” kata Levana.
Menurut Levana, sudah ada lima rumah sakit yang dilatih untuk menggunakan metode ini. ”Kami juga sudah menyampaikan ini ke rekan kami di Litbangkes juga,” ujarnya.
Peneliti Litbangkes Papua, Hana Krisnawati, mengatakan, penggunaan tes dengan saliva ini diharapkan menjadi alternatif di tengah menurunnya jumlah pemeriksaan. ”Saat ini Covid-19 sudah masuk dana reguler, bukan lagi darurat. Jadi ada transisi, mekanismenya melalui pengadaan,” katanya.
Sekalipun hasil riset Nalagenetics menunjukkan tingginya akurasi, menurut Hana, metode dan kit perlu dilakukan uji validasi di tingkat populasi, termasuk di Papua. ”Kami siap jika diminta melakukan uji validasi,” ujarnya.
Sebelumnya, PT Kalbe Farma (KLBF) juga meluncurkan kit uji diagnostik yang menggunakan air liur untuk menguji Covid-19 menggunakan metode Reverse Transcription Loop Mediated Isothermal Amplification (RT LAMP). Seperti halnya tes PCR, RT LAMP merupakan uji molekuler yang termasuk dalam kategori Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) yang telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan sebagaimana tercantum pada halaman 8 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 01.07/MENKES/446/2021.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, perlu dibedakan penggunaan tes untuk keperluan diagnosis dan penapisan. ”Sejauh ini sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk diagnosis hanya menggunakan antigen dan PCR,” katanya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 14 April 2021