Seiring kemajuan teknologi kedokteran, tingkat keberhasilan program bayi tabung meningkat. Salah satu teknologi itu adalah timelapse untuk memantau perkembangan embrio di luar rahim agar tenaga medis memilih embrio paling bagus untuk ditanam di rahim.
Timelapse adalah sekumpulan foto yang diambil dengan periode beraturan, lalu disusun jadi klip video pendek. Dalam program bayi tabung, timelapse dihasilkan dari perangkat yang menggabungkan inkubator dan kamera. Alat itu disebut embrioskop.
Menurut Direktur Medis Klinik Morula In Vitro Fertilization (IVF) Ivan Sini, timelapse membuat pengamatan embrio lebih praktis. Sebelum ada teknologi itu, pengamatan dilakukan manual, yakni embrio yang disimpan di inkubator diambil untuk dilihat perkembangannya memakai mikroskop di hari ketiga atau kelima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Direktur Medis Klinik Morula In Vitro Fertilization, Ivan Sini, menunjukkan proses perkembangan embrio berupa timelapse di sebuah layar pada kegiatan “Fertility Science Week” di Jakarta pada Kamis (6/9/2018).
”Dengan timelapse, perkembangan embrio bisa dilihat melalui layar komputer tanpa mengeluarkannya dari inkubator,” kata Ivan di sela-sela kegiatan Fertility Science Week yang diadakan Klinik Morula IVF di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Ahli Embriologi Klinik Morula IVF Jakarta, Arief Boediono, mengatakan, embrioskop memotret perkembangan embrio tiap lima menit agar pemantauan perkembangan embrio lebih rinci dan efektif. Dengan teknologi itu, embrio bisa dipilih dari bentuk akhir dan perkembangannya. Embrio yang berkembang optimal dipilih untuk dimasukkan ke rahim.
Identifikasi kromosom
Embrio yang perkembangannya optimal belum tentu membuat program bayi tabung berhasil. Sekitar 80 persen kegagalan program bayi tabung disebabkan kelainan kromosom di embrio. Untuk itu, ada metode pemeriksaan kromosom di embrio, yakni pre-implantation genetic screening (PGS) atau pemeriksaan kromosom pada embrio sebelum penanaman embrio ke rahim.
Normalnya kromosom di embrio ada 23 pasang, terdiri dari kromosom X dan Y. Jika kromosom kurang atau lebih dari itu, embrio memiliki kelainan kromosom sehingga tak diambil untuk ditanam ke rahim. PGS dilakukan dengan mengambil 2-5 sel embrio untuk dianalisis kromosomnya. ”Idealnya, setelah embrio dipilih dengan timelapse, lalu PGS dilakukan,” kata Arief.
Perkembangan teknologi itu membuat pemilihan embrio kian ketat sebelum ditanamkan ke rahim sehingga keberhasilan penanaman embrio ke rahim naik hingga 50 persen. (SUCIPTO)–EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 7 September 2018