Bayi Tabung; Seleksi Embrio dengan Penapisan Kromosom

- Editor

Rabu, 21 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kegagalan program bayi tabung kebanyakan terjadi saat proses implantasi atau penanaman embrio pada rahim. Untuk mencegah kegagalan program itu, perlu penapisan kromosom embrio yang akan ditanam pada rahim.
Direktur Pengembangan Produk dan Teknologi PT BundaMedik Healthcare System Ivan R Sini mengatakan hal itu dalam konferensi pers tentang penapisan genetik sebelum implantasi (preimplantation genetic screening/PGS) di Rumah Sakit Bunda, Jakarta, Selasa (20/1).

Ivan mengatakan, sekitar 80 persen kegagalan implantasi embrio bayi tabung karena ada kelainan kromosom. Kelainan kromosom tersebut dapat disebabkan telur atau sperma yang tidak bagus.

”Mayoritas penyebab kelainan kromosom adalah sel telur tak normal (aneuploid). Sekitar 70 persen telur yang dihasilkan perempuan itu abnormal. Belum diketahui apa penyebabnya,” kata Ivan menjelaskan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Oleh karena itu, penapisan kromosom embrio sebelum ditanamkan pada rahim perlu dilakukan agar mendapat embrio yang sehat. Embrio yang memiliki kelainan kromosom tidak akan ditanamkan pada rahim karena berisiko terjadi kegagalan atau keguguran.

”Jadi, kalau masih ada kehamilan kembar pada program bayi tabung, itu bukan keberhasilan. Kita ingin mendapat satu embrio sehat yang akan ditanamkan,” kata Ivan.

Selama ini, ada sejumlah metode pemilihan embrio yang bagus sebelum ditanamkan pada rahim. Salah satunya adalah melihat morfologi atau bentuknya. Namun, hal tersebut tak cukup.

Tingkat keberhasilan
Ketua Perkumpulan Fertilitas Invitro Indonesia Sugiharto Subianto mengatakan, tingkat keberhasilan program bayi tabung saat ini baru sekitar 45 persen. Padahal, teknologi bayi tabung kian maju dan biaya yang dikeluarkan pasangan suami istri untuk menjalani program bayi tabung cukup mahal.

Sebagian besar kegagalan bayi tabung terjadi pada proses implantasi. Menurut Sugiharto, selain kelainan telur, kegagalan implantasi bisa disebabkan kondisi sperma jelek atau jumlahnya kurang.

Direktur Pelaksana Ilmu Kesehatan Reproduksi (RHS) Australia Michelle Fraser menjelaskan, penapisan kromosom embrio bisa dengan metode penapisan genetik sebelum implantasi (PGS). Hal itu dilakukan dengan menggunakan teknologi hibridisasi perbandingan susunan genom (array-Comparative Genomic Hybridization/aCGH).

Teknologi aCGH mampu membandingkan salinan kromosom dengan sampel pembanding dalam waktu maksimal 24 jam. Kelebihan dan kekurangan dalam pasangan kromosom akan terdeteksi sebagai kelainan.

Dengan PGS, harapannya angka implantasi meningkat dan menurunkan angka keguguran karena hanya embrio sehat yang ditanamkan di rahim. Berdasarkan studi randomized control trial (RCT), penggunaan PGS bisa meningkatkan angka implantasi yang semula 42 persen menjadi 69-70 persen. ”PGS bisa meningkatkan angka implantasi hingga 50 persen,” ujar Fraser.

Sejauh ini, menurut Ivan, PGS hanya meningkatkan angka implantasi. Sejauh mana kemungkinan pertumbuhan embrio selama kehamilan dalam rahim dipengaruhi banyak faktor lain, antara lain, kondisi rahim dan endometriosis.

Ivan mengatakan, PGS terutama direkomendasikan bagi peserta program bayi tabung yang telah mengalami kegagalan berulang, keguguran berulang, ataupun bagi perempuan berusia di atas 35 tahun. (ADH)

Sumber: Kompas, 21 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB