Tantangan Neurosains, Mendefinisikan Ulang Hakikat Manusia

- Editor

Senin, 30 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para ilmuwan neurosains (neuroscience) kini menghadapi tantangan untuk mendefinisikan ulang hakikat manusia. Penelitian terkait neurosains tidak lagi hanya sebatas untuk mengetahui bagaimana mencegah atau mengobati penyakit tertentu.

“Apa yang menjadi tantangan neurosains, adalah bagaimana kita menemukan jawaban baru mengenai hakikat manusia,” kata Prof dr Taruna Ikrar, MD, MPharm, PhD, pakar neurosains dari Fakultas Kedokteran Universitas California, Amerika Serikat, Jumat (27/5/2016) di Jakarta.

Taruna menyebutkan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengorganisasi struktur otak, yang menentukan bagaimana pola berpikir seseorang. Struktur otak manusia yang begitu kompleks terdiri dari 100 miliar sel. Dalam setiap sel neuron otak terdapat sekitar 10.000 koneksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Perlu ditemukan bagaimana mendefinisikan secara empiris –bukan hanya secara logika— 100 miliar sel syaraf dengan 10.000 koneksinya itu dari segi struktur, organisasi, jaringan, dan fungsionalnya. Kalau itu bisa kita temukan, kita bisa memproduksi manusia baru,” ungkapnya.

22bfd42d47f44676a6bc000bfddee13eKOMPAS/NASRU ALAM AZIZ

Dari sisi sistem biologis, menurut Taruna, kini determinan kematian manusia secara medis adalah otak. Sebelumnya, manusia dinyatakan meninggal secara medis jika fungsi jantungnya sudah tidak bekerja. “Orang disebut meninggal kalau irama otaknya sudah tidak ada. Ilmuwan meyakini soul (nyawa) manusia itu di otak,” katanya.

Tantangan lainnya adalah menemukan mengapa hanya otak manusia yang berkembang, tidak pada binatang. “Jadi definisi intelegensi itu di mana? Apakah itu berkembang secara organis, struktural, ataukah ada yang meng-install semacam microchip ke dalam otak manusia?” tuturnya.

Tantangan berikutnya, menurut Taruna, membuktikan konsep alam semesta itu. “Kita bisa mengirim sesuatu dalam format satu dimensi, dua dimensi, maupun tiga dimensi. Suatu ketika kita bisa berpindah ke suatu tempat hanya dengan mentransfer DNA kita,” kata Taruna, yang telah menghasilkan 56 penelitian ilmiah terkait kardiovaskuler, pembuluh darah, jantung, otak, dan sistem syaraf.

“Adjunct professor”
Taruna yang bekerja sebagai peneliti utama dan senior specialist pada Divisi Neurobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas California, datang ke Indonesia untuk ditetapkan sebagai adjunct professor pada Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan. Sebelumnya, Taruna telah ditetapkan sebagai adjunct professor pada Universitas Teknologi MARA (Malaysia), Institut Sains dan Teknologi Nara (Jepang), dan Universitas Bologna (Italia). Ia juga menjadi profesor tamu pada Universitas Niigata (Jepang), Universitas Shanghai (Tiongkok), dan Universitas Indonesia.

Selama sepekan di Indonesia, alumnus Fakultas Kedokteran Unhas itu akan berbicara pada konferensi internasional tentang sel punca (stem cell) dan pengobatan regeneratif yang berlangsung pada 28-29 Mei di Makassar, serta menyampaikan orasi ilmiah dan kuliah tamu tentang neurosains di Makassar dan Jakarta.

Pada Rabu (1/6/2016) malam, Taruna akan menyampaikan orasi ilmiah “Milenium Otak dan Kemajuan Peradaban Dunia” di Auditorium BPPT, Jakarta. Orasi ilmiah dirangkaikan dengan peluncuran buku karyanya berjudul 60 Fakta Kesehatan Mutakhir yang diterbitkan oleh Ikatan Alumni Unhas Jabodetabek, menandai usia 60 tahun Unhas tahun ini.

NASRU ALAM AZIZ

Sumber: Kompas, 28 Mei 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB