Tanpa Vaksinasi, Anak Rentan Sakit

- Editor

Senin, 2 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Anak tanpa imunisasi rentan terserang beragam penyakit berbahaya di kemudian hari. Selain berpotensi menguras biaya kesehatan, serangan beragam penyakit dengan mudah juga bisa menurunkan kualitas hidup mereka.

Demikian benang merah seminar nasional “Menutup Senjang Imunisasi: Imunisasi untuk Semua Sepanjang Hidup”, Minggu (1/5), di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, Bandung. Acara yang digagas Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu sebagai peringatan Pekan Imunisasi Dunia 2016.

Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI Prof Cissy Kartasasmita mengatakan, masih ada sebagian masyarakat khawatir imunisasi memberikan efek samping berbahaya kepada anak. Meski efek samping itu bisa diobati, minimnya pengetahuan membuat sebagian warga enggan membawa anaknya mendapat imunisasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kondisi itu berakibat sangat fatal. Sejumlah penyakit mematikan rentan muncul dan berbahaya bagi anak-anak. Kalaupun bisa diobati, itu membutuhkan biaya besar agar anak atau penderita penyakit berbahaya bisa sembuh seperti sebelumnya.

Cissy mencontohkan, potensi kanker hati dan radang hati akibat virus hepatitis B. Penularan virus itu antara lain lewat darah dan cairan tubuh serta bisa menular dari ibu pada bayi saat persalinan. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2006, 50 persen dari 135 juta bayi lahir di dunia berisiko tertular hepatitis B. “Pencegahannya dengan memberikan vaksin hepatitis B dalam waktu 12 jam setelah bayi dilahirkan,” katanya.

Risiko terpapar tuberkulosis (TB) pemicu kecacatan dan kematian pun rentan menyerang bayi dan anak jika tak mendapat vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG). Di Indonesia, TB jadi penyebab kematian tertinggi setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Mengutip WHO, ada sekitar 450.000 kasus baru TB per tahun di Indonesia.

Sementara kanker leher rahim atau serviks juga rentan menyerang perempuan jika tak mendapat vaksin human papillomavirus (HPV). Di Indonesia, kanker serviks jadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada perempuan. Setiap hari, 24-30 orang meninggal karena kanker serviks. Itu berarti, setiap jam ada perempuan Indonesia meninggal karena kanker itu. “Bagi perempuan dianjurkan melakukan vaksinasi HPV saat memasuki usia 10 tahun,” kata Cissy.

Hak anak
Untuk itu, menurut Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Jawa Barat Netty Prasetiyani, anak wajib mendapat vaksinasi sejak dini. Orangtua wajib memenuhi hak dasar itu karena diatur ketat dan dilindungi hukum. Kewajiban anak menerima informasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun, Kepala Subdirektorat Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Josephine mengakui, ada sejumlah kendala terkait imunisasi pada anak. Selain akses geografis sulit ditempuh dan masih ada penolakan dari warga, masalah hukum juga memicu kesenjangan dalam imunisasi.

Adanya UU Perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Kesehatan No 42/2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi belum jadi patokan pemerintah daerah dalam menjalankan imunisasi. “Kenyataannya, ada pemerintah daerah berkomitmen dengan hal ini, tetapi ada juga yang belum komitmen,” katanya. (CHE)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Tanpa Vaksinasi, Anak Rentan Sakit”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB