Taksonomi Kelautan; Terima Kasih Ikan

- Editor

Senin, 1 Oktober 2007

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para taksonom kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau bidang
lain patut berterima kasih kepada ikan. Khususnya, ikan-ikan spesies
baru yang setahun lalu ditemukan tim peneliti Conservation
International Indonesia di perairan Raja Ampat, Papua Barat.
Berterima kasih? Tentu saja. Pasalnya, dari pelelangan nama spesies
baru sepuluh ikan karang di Monaco, 20 September 2007, didapat dana
segar sekitar 1,5 juta dollar AS, LIPI kebagian sekitar 500.000 dollar
AS untuk program pembangunan kapasitas taksonom muda.

"Selain untuk beasiswa jenjang S2 dan S3 taksonomi, juga untuk
pelatihan taksonom muda LIPI. Khusus kelautan, jumlahnya masih sangat
sedikit," kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI
Suharsono di Jakarta, Jumat (28/9).

Taksonomi merupakan pengklasifikasian flora atau fauna berdasarkan
ciri-ciri tertentu. Sebagian besar peneliti Indonesia mampu
mengidentifikasikan flora atau fauna tertentu, tetapi tidak mengetahui
spesies baru atau tidak. "Taksonom" tanpa publikasi khusus di bidang
taksonomi seperti itu dianggap tidak real. Di Indonesia tidak banyak
taksonom real.

Fakta itu patut disayangkan di tengah kekayaan keanekaragaman hayati
Indonesia. Tak sedikit taksonom asing yang "mengambil untung" dan
menggemparkan dunia ilmu pengetahuan dari kekayaan alam Indonesia.

Sepuluh jenis ikan karang temuan dua ilmuwan CI Indonesia itulah
contohnya. Keduanya, Mark Erdmann (dari AS) dan Gerry Allen (dari
Australia).

Atas seizin keduanya, nama di belakang nama genus ikan?yang secara
tradisi menjadi hak mereka?dapat dilelang. Pemenang berhak
mencantumkan namanya menggantikan nama kedua penemu itu. Harga
tertinggi lelang 500.000 dollar AS, untuk genus Hemiscyllium yang
menyerupai hiu bertotol. Jenis itu berjalan menggunakan siripnya dan
hanya ditemui di Teluk Cenderawasih.

Harga terendah 50.000 dollar AS (sekitar Rp 450 juta) untuk ikan dari
genus Pseudanthias yang hanya ditemukan di karang dalam di Teluk
Cenderawasih. Pseudanthias ini awalnya tumbuh sebagai betina dan
beranjak dewasa sebagai jantan. Satu pejantan hidup dengan 20 betina.

Sukses besar

Direktur Program Kelautan CI Indonesia Ketut Sarjana Putra mengatakan,
pelelangan pertama kali itu sukses besar. Lelang dihadiri langsung
oleh putra mahkota Kerajaan Monaco Pangeran Albert II di Museum
Oseanografi Monaco. Lelang didukung Monaco Society dan Balai Lelang
Christie's.

Selain hasil 1,5 juta dollar AS, lelang juga sukses menjual program
kunjungan langsung ke kawasan Raja Ampat dan Kaimana senilai 350.000
dollar AS. Pemenangnya Pangeran Albert II.

Peserta lelang juga membeli rencana program patroli dan penegakan
hukum 100.000 dollar AS. Nama pemenang lelang akan menjadi nama kapal
patroli.

"Kesepakatan awal, semua hasil lelang dari spesies ikan akan digunakan
untuk program kelautan di kawasan kepala burung Papua. Tidak untuk
program lain," kata Ketut.

Rencananya, CI Indonesia akan membeli kapal baru untuk pendidikan
kelautan dan fungsi sosial di pulau-pulau di sekitar Teluk
Cenderawasih. Selanjutnya, program kedua rencananya digelar di
Shanghai, China.

Kini sedang ditunggu pengklasifikasian jenis ikan lain dari Papua
untuk memastikan baru atau tidak. Hal itu terkait dengan lembaga
berusia 112 tahun, International Commission on Zoological Nomenclature
(ICZN). Menurut Suharsono, komersialisasi pemberian nama spesies baru
seperti di Monaco ini baru yang pertama kali berlangsung megah dan
mewah. Sebelumnya, "jual beli" nama spesies berlangsung biasa saja.
Seperti digelar lembaga nonprofit Jerman, pemilik daftar 120 spesies
beraneka satwa. Tentu kita pantas bersyukur dan mengucap, "Terima
kasih ikan!" (GSA) 

Sumber: Kompas, 1 Oktober 2004
Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB