Susi Pudjiastuti Bertemu Kapten Perempuan Rainbow Warrior

- Editor

Senin, 19 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Sabtu (17/3/2018), berkunjung ke kapal milik Greenpeace, Rainbow Warrior. Susi yang ditemani putra ketiganya, Arman Hilmansyah, dan cucunya, Alvy berbincang, dengan Kapten Rainbow Warrior Hettie Geenen tentang pengalaman Hettie dan tentang perjalanan Rainbow Warrior. Alvy juga didaulat untuk bermain gitar.

Susi dalam kunjungan tersebut berpesan agar warga Papua tidak skeptis dan apatis membiarkan lautnya dirusak dan dijarah oleh orang-orang dari luar Papua. Susi dalam kunjungan dua jam tersebut, pada pukul 08.30-10.30, juga memberikan pesan kuat bahwa laut yang sehat akan menghasilkan banyak ikan.

Dalam kesempatan itu, Susi menggarisbawahi agar warga Papua menjaga kapal-kapal yang telah ditangkap dan sekarang sudah dicegah berlayar. ”Saya berharap apa yang dilakukan tiga tahun ini, terutama telah menghentikan beroperasinya kapal ikan asing dan alat tangkap trawl dan penindakan destructive fishing, dilanjutkan pemerintah daerah, kabupaten, provinsi di Papua,” ujar Susi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Yang bisa menjaga terumbu karang di sini, ya, Pemerintah Papua,” ujarnya. ”Jangan sampai kapal yang telah saya hentikan boleh melaut lagi,” ditambahkan Susi.

KOMPAS/BRIGITTA ISWORO LAKSMI–Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti foto bersama aktivis lingkungan saat berkunjung ke kapal milik Greenpeace, Rainbow Warrior, di perairan Raja Ampat, Papua Barat, Sabtu (17/3).

Dalam kesempatan itu Susi mengatakan, kepada PBB dia meminta agar memberi perhatian pada pelayaran di laut lepas untuk tidak memberi hak untuk berlayar di laut lepas atas nama kebebasan. Wilayah laut bebas, menurut Susi, adalah nobody zone dan nobody control yang atas nama free navigation laut tersebut bisa dilayari. ”Di laut lepas tidak ada yang melindungi. Mereka melakukan perdagangan manusia, melakukan penyelundupan narkoba,” katanya.

”Planet kita, 71 persennya terdiri dari lautan dan 60 di antaranya adalah laut lepas. Jadi banyak daerah laut yang tidak terkontrol dan menjadi daerah bebas,” katanya.

Dia mengatakan, pelaut Indonesia yang aktif dalam perikanan ilegal yang tak terlaporkan dan tak diatur jumlahnya mencapai lebih dari 100.000 orang. ”Kami punya masalah dengan beberapa negara,” ujarnya merujuk pada kasus Benzina saat Indonesia mendapati ribuan awak kapal terlibat dalam kegiatan perikanan ilegal yang tak terlaporkan dan tak diatur. ”Mereka mungkin diperlakukan dengan amat buruk,” ujarnya.

Dia mengingatkan, lautan adalah bagian terbesar planet kita. ”Jika hutan memengaruhi perubahan iklim, bagaimana dengan laut? Itu memiliki pengaruh lebih besar karena dia bagian terbesar planet. Greenpeace juga seharusnya memberi perhatian pada isu kelautan,” ujarnya.

Sementara itu, Hettie dalam kesempatan itu menjelaskan tentang koondisi kapal, perlengkapan navigasi, dan peralatan di ruang kemudi. Hettie mengatakan, ”Kapal ini khusus dirancang untuk Greenpeace dan ini merupakan kapal layar terbesar di dunia,” ujarnya. Luas layar Rainbow Warrior ialah 1.300 meter persegi.

Hari Minggu itu, Rainbow Warrior berlayar ke WaySai, di kawasan Raja Ampat. Di sana kapal akan disambut oleh masyarakat dan akan dilakukan penyelaman oleh kru Rainbow Warrior. Pada Minggu malam kapal kembali berlayar menuju perairan Sorong, Papua Barat.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Sumber: Kompas, 17 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB