Skala Prioritas Restorasi Gambut Tak Terelakkan

- Editor

Rabu, 2 Maret 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Restorasi rawa gambut dilakukan dalam skala prioritas karena keterbatasan pendanaan dan kesiapan peta kerja. Prioritas pertama Badan Restorasi Gambut pada gambut terbuka dan terbakar agar lapisan bawah gambut tidak terekspos atau tidak memperparah subsidensi.

Tahun ini, seperti diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG), minimal 600.000 hektar sudah harus ditangani. Total ada 2 juta hektar rawa gambut yang harus direstorasi hingga lima tahun mendatang.

“Kami akan menggunakan skala prioritas seperti penanganan di rumah sakit. Mana yang parah dan harus segera ditangani, itu kami kerjakan dulu,” kata Nazir Foead, Kepala BRG, Selasa (1/3), seusai berbicara dalam diskusi terbatas di Media Research Group, Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Skala prioritas itu ditentukan aspek sejarah kebakaran, ekspansi/kerapatan kanal, kedalaman gambut, dan subsidensi. Sejarah kebakaran menunjukkan kerawanan atau potensi perulangan, kerapatan kanal menggambarkan kekeringan, sementara kedalaman gambut menggambarkan arti penting atau stok karbon.

Nazir mengatakan, penanganan segera pada gambut yang rusak dan terbakar agar lapisan bawah gambut tidak terekspos. Apabila lapisan bawah gambut berupa pasir, bakal terjadi penggurunan ketika lapisan gambut habis. Apabila lapisan bawah gambut berupa tanah liat, membuatnya jadi tanah tidak produktif. Jika lapisan bawah gambut mengandung sulfat dioksida dan terekspos air akan menjadi asam sulfat yang berpotensi meracuni sungai atau sumber air.

Empat lokasi
Lokasi prioritas restorasi BRG berada di empat kabupaten, yaitu Kepulauan Meranti (Riau), Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan), serta Pulang Pisau (Kalimantan Tengah). Pengerjaannya dilakukan simultan bersama organisasi atau instansi yang memiliki program sekat kanal sekaligus membuat peta yang dibantu donor.

Langkah tersebut diambil karena hingga kini pendanaan BRG dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) belum jelas. Menurut rencana, pendanaan BRG akan dimasukkan pada APBN Perubahan.

Mengenai besaran dana, Nazir belum menyebutkan angka. Ia memberikan gambaran, perhitungan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Cifor), restorasi gambut membutuhkan dana 3.000 dollar AS per hektar. Apabila dikalikan target 600.000 hektar dalam tahun ini, angkanya mencapai 1,8 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 23 triliun.

“Tapi, kami tidak akan sampai 3.000 dollar AS per hektar. Idealnya juga separuh pendanaan dari APBN, sisanya baru donor,” katanya.

Hingga kini, donor baru bekerja membiayai pembuatan peta LiDar yang dibuat tim Universitas Gadjah Mada, World Resources Institute, dan Deltares untuk mendetailkan peta seluruh gambut di pantai timur Sumatera. Pemetaan tersebut diselesaikan dua-tiga bulan mendatang.

Saat ini, BRG baru memiliki peta kawasan hidrologis gambut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berskala 1:250.000. Dengan skala yang sangat besar itu, maka hanya bisa mengindikasikan lokasi kawasan hidrologis gambut dan belum bisa menjadi pegangan sebagai peta kerja.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, hingga kini pihaknya masih memformulasikan sistem terkait sikap terhadap keterlanjuran aktivitas usaha di rawa gambut. “Kami belum bisa jawab sekarang harus seperti apa tindakannya,” ujarnya.

Wacana awal, lahan perusahaan yang berada di lahan gambut dan terbakar konsesinya langsung dikembalikan ke negara. Lalu, lahan perusahaan yang berada di lahan gambut dalam wajib dikembalikan ke pemerintah setelah izin kehutanan berakhir atau satu daur (20-25 tahun) pada perkebunan. (ICH)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Skala Prioritas Tak Terelakkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB