Seriusi Pendekatan KHG, BRG Pilih Lokasi Uji Coba

- Editor

Rabu, 27 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendekatan pengelolaan dan perlindungan gambut secara kesatuan hidrologis gambut merupakan syarat agar restorasi bisa dijalankan dengan maksimal. Badan Restorasi Gambut pada masa akhir kerjanya di tahun 2020 memilih sejumlah lokasi di area prioritasnya untuk menjadi pionir atau uji coba pendekatan tersebut.

IMG_20191127_091000.jpgKOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Perahu melintasi kanal utama pada perusahaan hutan tanaman industri PT Mayangkara Tanaman Industri (MTI), 18 Maret 2019. Konsesi yang berada di Kalimantan Barat ini dinilai menjadi contoh baik pengelolaan gambut bagi perusahaan HTI lain. Menurut rencana, wilayah ini menjadi percontohan bagian dari pengelolaan Kesatuan Hidrologis Gambut pada 2020

Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Restorasi Gambut Berbasis Integrasi Pengetahuan dan Inovasi Teknologi untuk Mengantisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2020, Selasa (26/11/2019) di Jakarta, sejumlah pakar memaparkan pentingnya pendekatan kesatuan hidrologis gambut (KHG) tersebut. Namun tantangannya adalah KHG sebagai ekosistem gambut yang terletak di antara dua sungai atau di antara sungai dan laut ini, di dalamnya memiliki sekat administrasi kewilayahan maupun status lahan/hutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepala BRG Nazir Foead usai membuka kegiatan tersebut, menyepakati akan pentingnya KHG untuk keberhasilan restorasi gambut. Karena itu, pada tahun 2020 mendatang, pihaknya akan menentukan sejumlah KHG di wilayah prioritas restorasi untuk menjadi lokasi pionir atau ujioba pendekatan KHG tersebut.

Ia menyebutkan KHG di Riau yang sudah pasti menjadi lokasi uji coba yaitu di Tebing Tinggi, Kepulauan Meranti. Daerah ini dipilih karena merupakan lokasi blusukan Presiden Joko Widodo yang menandai pembasahan gambut melalui penyekatan kanal, tepat lima tahun lalu.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Nazir Foead Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG)difoto pada 26 November 2019 di Jakarta.

“Tebing Tinggi ini sudah fix. Di situ perusahaan yang ada cuma satu yaitu (HTI) sagu yang suka sama air (gambut basah). Kalau di tempat lain pasti tantangan sangat besar,” kata imbuh Haris Gunawan, Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG.

ia mengatakan menurut rencana sementara terdapat 12 KHG yang menjadi lokasi ujicoba. Di Riau terdapat 2 KHG yaitu di Tebing Tinggi dan Kampar kemudian tempat lain yaitu di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua. Sebagai catatan, pada areal kerja BRG terdapat total 106 KHG dari total lebih dari 400 KHG di Indonesia.

Akademisi dari Universitas Riau tersebut mengungkapkan pilihan pada Riau lebih cepat karena Bumi Lancang Kuning tersebut rutin mengalami anomali cuaca yaitu dua kali masa kemarau. Kemarau terdekat dimulai pada bulan Februari. “Jangan sampai Riau kecolongan-kelepasan lagi. Kalau provinsi lain kan (musim kemarau) agak mundur datangnya,” kata dia.

IMG_20191127_090922.jpgKOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Haris Gunawan Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG)difoto pada 26 November 2019 di Jakarta

Haris mengungkapkan pendekatan KHG membutuhkan syarat yaitu kelengkapan data seperti ketersediaan data neraca air. Ia mengakui belum seluruh daerah memilikinya. Karena itu, dalam waktu dekat, BRG berupaya melengkapi data-data ini untuk menjadi modal dalam perencanaan restorasi.

Nazir Foead mengatakan dukungan kementerian lain untuk sama-sama mengeroyok restorasi KHG ini sangat tinggi. Disebutkan, beberapa waktu lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memimpin rapat bersama BRG, Menteri Pertanian, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, serta Kementerian Sosial membahas area untuk sama-sama dibasahkan.

Ia menambahkan, lokasi uji coba lain yaitu di Londrang (Jambi), Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan), dan Sanggau (Kalimantan Barat). Alasannya, Londrang dan Ogan Komering Ilir merupakan daerah yang banyak terbakar dan Sanggau terdapat konsesi hutan tanaman industri (HTI) PT Wana Subur Lestari/PT Mayangkara Tanaman Industri yang dinilai menerapkan pengelolaan gambut secara baik.

Pendekatan KHG, lanjut Nazir, memerlukan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di seluruh KHG. ini karena dalam satu KHG bisa saja dimanfaatkan masyarakat untuk pertanian/perkebunan/permukiman, konsesi perkebunan dan kehutanan, hutan konservasi, dan hutan lindung yang memiliki hak dan kewenangan pengelolaan masing-masing.

Para pemangku kepentingan ini agar duduk bersama dan sama-sama menjalankan restorasi. Tujuannya agar pengelolaan gambut tiap penanggungjawab areal lahan/hutan saling diuntungkan . Bila menggunakan pendekatan konsesi/areal masing-masing, bisa saja wilayah yang satu benar-benar dijaga sehingga gambut basah namun di wilayah tetangga mengering.

Atau bisa juga, pada lahan perusahaan tetap basah, tetapi wilayah masyarakat menjadi banjir. Pengelolaan KHG ini membutuhkan ketersediaan data neraca air dan peta detil KHG yang menggambarkan kelerengan, kedalaman, dan keberadaan kubah gambut.

Sementara itu, Budi Triadi, peneliti utama teknik sumber daya air pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengatakan pendekatan pengelolaan gambut harus menggunakan KHG. “Kalau dipecah-pecah, maka gambutnya sendiri akan tercacah-cacah,” kata dia.

IMG_20191127_090857.jpgKOMPAS/ICHWAN SUSANTO–L Budi Triadi, Peneliti Utama Teknik Sumber Daya Air pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatKetua Sub Kelompok Ahli Hidrologi dan Tata Air Badan Restorasi Gambutdifoto pada 26 November 2019 di Jakarta.

Ia mengakui pengelolaan gambut dalam satu KHG ini hingga kini belum memiliki institusi yang memiliki kewenangan mutlak. Ia membandingkan dengan pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki pengelola sendiri di Kementerian PUPR melalui Balai-balai Wilayah Sungai. Namun catatan Kompas, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga terdapat institusi pengelola DAS berupa balai-balai di daerah.

“Mau tak mau gambut harus dikelola dalam konsep KHG sebab kalau tidak nanti masing-masing akan punya kepentingan sendiri dan akan mengorbankan kepentingan yang lain,” imbuhnya.

Budi Triadi mengakui pendekatan KHG akan sangat luas cakupan wilayah dan pengampu kepentingan serta status/fungsi gambut/lahan/hutan tersebut. Karena itu, saran dia, bisa saja BRG mengambil ujicoba pada skala sub-KHG untuk menjadi contoh yang bila sukses terkelola maka konsepnya bisa direplikasi di tempat lain.

Ia mengatakan tantangan pendekatan KHG ini yaitu agar setiap pemangku kepentingan pada satu KHG tersebut bekerja bersama-sama dan memiliki semangat perlindungan gambut dari kebakaran. Ditanya siapa yang seharusnya bisa mengoordinasikan para pemangku kepentingan tersbut? “BRG bisa ambil peranan. Mungkin BRG bisa menginisiasi sebagai badan restorasi yang punya tugas dan fungsi fasilitasi daan evaluasi,” kata dia yang juga Ketua Sub Kelompok Ahli Hidrologi dan Tata Air BRG.

Myrna Asnawati Safitri, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, mengatakan telah mulai membangun komunikasi antarperusahaan dalam satu KHG di Kalimantan Tengah. “Ini tahap awal bagi mereka untuk saling tahu dan petakan masalah di situ. Perusahaan kadang-kadang hanya ingin melindungi diri sendiri dan melupakan sekitar. Bimbingan Teknis KHG ini membuka kesmpatan mereka untuk duduk bersama dan melihat apa yang bisa dilakukan dalam skala KHG,”terangnya.

Terkait siapa nantinya yang menjadi koordinator/penanggungjawab restorasi di KHG ini, Nazir Foead mengatakan masih dibahas. “Apakah perlu satu komandan per KHG? Itu akan dibahas nanti,” kata dia.

Nazir Foead mengatakan pendekatan KHG ini juga merespons perintah Presiden Joko Widodo untuk memperhatikan tata kelola air dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. “Karena itu kita mulai hitung jumlah air yang harus ditampung sehingga ada stamina optimal menghadapi kemarau. Kalau kurang (air yang tertampung), kita bikin hujan buatan di tengah jalan,” kata dia.

Penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC) berupa hujan buatan pada “pertengahan jalan” tersebut pun juga pendekatan pencegahan baru untuk mengoptimalkan potensi pembasahan gambut. Artinya sejak dini TMC tak lagi hanya dimanfaatkan untuk pemadaman tapi juga dimanfaatkan untuk pencegahan kebakaran.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 27 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB