Sedimentasi dan Curah Hujan Rendam Danau Tempe

- Editor

Senin, 16 Juli 2018 - 11:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Danau Tempe di Sulawesi Selatan secara alamiah memiliki siklus genangan dan kering sepanjang tahun. Saat ini, danau berjenis paparan banjir itu dalam masa genangan tinggi. Proses alami ini kini berubah jadi banjir karena sedimentasi maupun tata ruang yang menggunakan daerah “kering sementara” sebagai permukiman.

Sejak tahun 2009, Danau Tempe menjadi danau prioritas nasional bersama 14 danau lain. Dalam Gerakan Penyelamatan Danau Tempe tahun 2014, tertuang bahwa program superprioritas di danau yang terbentuk dari depresi lempeng bumi Asia-Australia ini adalah mengatasi sedimentasi.

“Danau Tempe itu terhitung dangkal. Sedimentasi membuat semakin dangkal sehingga air tak tertampung,” kata Fauzan Ali, Kepala Pusat Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kamis (12/7/2018) di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Danau Tempe itu terhitung dangkal. Sedimentasi membuat semakin dangkal sehingga air tak tertampung.

Perahu melintas di di danau Tempe dengan pemandangan rumah terapung di Desa Sallotengnga, di Danau Tempe, Kecamatan Sabbangparu, Wajo, Sulawesi Selatan, Sabtu (14/6).

Danau Tempe memiliki luas dan kedalaman berfluktuasi. Pada musim kemarau, Danau Tempe hanya memiliki luas 10.000 hektar dengan kedalaman 0,5-2 meter. Pada musim hujan, luas mencapai 28.000-43.000 ha dan kedalaman 6-9 meter.

Fauzan Ali memaparkan, proses alami ini disikapi masyarakat lokal setempat dengan rumah panggung dan rumah apung. “Masyarakat lokal yang asli rumahnya pasti ada perahu yang digunakan saat musim hujan, saat air tergenang karena sudah beradaptasi dengan lingkungannya,” ungkapnya.

Masyarakat lokal yang asli rumahnya pasti ada perahu yang digunakan saat musim hujan, saat air tergenang karena sudah beradaptasi dengan lingkungannya.

Ia mengatakan Kota Sengkang di Sulsel sebenarnya juga merupakan daerah genangan. Namun kemudian dibangun dam agar air tak merendam kota.

Curah hujan ekstrem
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ida Bagus Putera Parthama mengatakan penyebab banjir di sekitar Danau Tempe yaitu curah hujan ekstrem selama 2 hari berturut-turut dengan intensitas rata-rata 187 mm per hari. Selain itu, danau yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilawalanae seluas 735.166,9 ha ini mengalami sedimentasi.

Menurut catatan Putera, lahan kritis daerah tangkapan air Danau Tempe mencapai 75.004,5 ha. Kegiatan pertanian mendominasi bentuk penggunaan lahan yaitu mencapai 354.297 ha atau 48 persen dari luas DAS Bilawalanae.

“Ini memicu laju sedimentasi yang tinggi ke Danau Tempe sehingga menurunkan kapasitas tampung danau,”kata dia. Selain itu, lanjutnya, secara geomorfologis, Danau Tempe memang merupakan danau paparan banjir, sehingga debit banjir selalu lebih besar daripada kapasitas pengaliran.

Warga berperahu dan melintas di atas jalan perkampungan di Desa Salo Menraleng, Wajo, Rabu (11/7/2018). Danau Tempe yang meluap sejak akhir Mei lalu membuat air menerjang permukiman dan merendam jalan serta rumah warga. saat ini perahu menjadi transportasi penting bagi warga–KOMPAS/RENY SRI AYU

Menguntungkan
Siklus alami kering-tergenang ini menguntungkan bagi produktivitas perikanan. Saat musim kemarau, lahan yang sebelumnya tergenang berubah menjadi padang rumput subur. Saat musim hujan, genangan menutup padang rumput ini sehingga membusukkan rerumputan sehingga memunculkan berbagai mikroorganisme yang menjadi pakan ikan.

Ketika kembali datang musim kemarau, daerah cekungan air menjadi penuh dengan ikan yang biasa dipanen masyarakat. “Danau Tempe itu dikenal sebagai daerah penghasil ikan (air tawar) di Sulawesi Selatan,” kata Fauzan Ali.

Namun hal ini, kata dia, terancam dengan pembangunan Bendung Gerak Tempe yang dibangun di Sungai Cenrane (outlet Danau Tempe) membuat air selalu tergenang. Ini membuat produktivitas perairan menurun sehingga linier mengurangi produktivitas perikanan.–ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 13 Juli 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB