Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengumumkan Klusterisasi Perguruan Tinggi Indonesia tahun 2020. Hasil klusterisasi menjadi pemetaan pengembangan kebijakan dan pembinaan kepada kampus.
Hanya 15 perguruan tinggi masuk dalam kluster pertama daftar Klusterisasi Pendidikan Tinggi tahun 2020 versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah mengimbau agar kampus-kampus terus memperbaiki kualitas tridarma perguruan tinggi.
Kelima belas perguruan tinggi yang dimaksud adalah IPB University ?, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Hasanuddin. Lalu, Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro, Universitas Padjadjaran, Universitas Sebelas Maret, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Andalas, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Negeri Malang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam dalam konferensi pers, Senin (17/8/2020), di Jakarta, menjelaskan, Klusterisasi Perguruan Tinggi bukanlah pemeringkatan. Klusterisasi bertujuan memetakan dan mengelompokkan perguruan tinggi sesuai dengan level perkembangannya.
”Hasil dari pengukuran di Klusterisasi Perguruan Tinggi menjadi landasan untuk mengembangkan kebijakan dan membina kampus. Hasil dari klusterisasi juga diharapkan memicu kampus terus meningkatkan mutu pelaksanaan tridarma perguruan tinggi,” ujarnya.
Tridarma perguruan tinggi terdiri dari pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Nizam menegaskan, hasil Klusterisasi Perguruan Tinggi tahun 2020 tidak jauh berbeda dibandingkan tahun sebelumnya, terutama di kluster 1. Dengan kata lain, nama-nama perguruan tinggi yang masuk daftar kluster 1 masih berkutat sama, hanya beda urutan skor penilaian.
Indikator Klusterisasi Perguruan Tinggi tahun 2020 terdiri empat bagian, yakni input, proses, output, dan outcome. Indikator input meliputi persentase dosen berpendidikan doktor, persentase dosen dengan jabatan rektor kepala dan guru besar, rasio jumlah mahasiswa terhadap dosen, mahasiswa asing, dan dosen bekerja sebagai praktisi di industri.
Indikator proses mencakup, antara lain, akreditasi institusi Badan Akreditasi Nasional-Pendidikan Tinggi, akreditasi program studi, pembelajaran daring, kerja sama perguruan tinggi, serta jumlah program studi bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri.
Indikator output terdiri dari jumlah artikel ilmiah terindeks per dosen, kinerja penelitian, serta kemahasiswaan dan jumlah program studi yang terakreditasi internasional.
Adapun dari sisi outcome, indikatornya meliputi kinerja inovasi, persentase lulusan yang memperoleh pekerjaan dalam waktu enam bulan, jumlah sitasi per dosen, paten per dosen, dan kinerja pengabdian masyarakat.
Hasil pengukuran Klusterisasi Perguruan Tinggi mengelompokkan 2.136 perguruan tinggi di Indonesia ke dalam lima kluster. Kluster pertama terdiri 15 perguruan tinggi. Kluster kedua terdiri 34 perguruan tinggi, ketiga 97 perguruan tinggi, keempat 400 perguruan tinggi, dan kelima 1.590 perguruan tinggi. Semakin tinggi skor pengukuran, maka perguruan tinggi masuk ke kluster atas.
”Rektor harus mampu mensinergikan visi kampus dengan kegiatan tridarma perguruan tinggi. Sinergi itu melibatkan seluruh sivitas akademika,” kata Nizam.
Dia menambahkan, perguruan tinggi yang sudah masuk kluster satu harus berkembang lebih baik lagi. Mereka pun harus mau membina perguruan tinggi yang masih berada di kluster bawah sehingga kualitas pendidikan tinggi secara nasional sama-sama bisa terangkat.
Direktur Pengembangan Kelembagaan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ridwan menegaskan, pemerintah tidak membeda-bedakan perlakuan kepada kampus negeri ataupun swasta. Pengukuran yang dilakukan menuntut setiap perguruan tinggi menyetor data lengkap.
”Akreditasi dan Klusterisasi Pendidikan Tinggi saling berkorelasi. Semakin lengkap menyiapkan data, maka semakin memudahkan penilaian akreditasi ataupun klusterisasi,” katanya.
Lebih berat
Rektor IPB University Arif Satria, saat dihubungi terpisah, mengatakan, Klusterisasi Perguruan Tinggi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi lebih berat dari mekanisme perangkingan dunia. Klusterisasi mengukur semua aspek sumber daya manusia, kemahasiswaan, inovasi, riset, pengabdian kepada masyarakat, prestasi, dan manajemen kelembagaan. Pengukuran data tersebut dilakukan secara obyektif.
Sementara perangkingan dunia lebih menitikberatkan pengukuran persepsi. Sebagai gambaran, QS World University Ranking menggunakan indikator reputasi akademik, reputasi majikan (employer), jumlah mahasiswa fakultas, fakultas internasional, mahasiswa internasional, dan kutipan per fakultas (citations per faculty). Dalam pengukuran QS World University Ranking, prestasi inovasi, riset, pengabdian masyarakat, dan kemahasiswaan tidak dilihat.
”Hasil klusterisasi perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi meningkatkan reputasi kampus. Capaian-capaian IPB University bisa diakui,” ujarnya.
Arif mengklaim, pencapaian IPB University masuk di urutan pertama kluster pertama dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi adalah hasil kerja keras. Dia mengapresiasi seluruh sivitas akademika, tenaga kependidikan, dan alumni yang terus kompak memajukan IPB University.
Dalam daftar perguruan tinggi kluster 1 yang diumumkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kemarin, tidak terdapat perguruan tinggi swasta. Menanggapi hal ini, Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Ridwan Sanjaya, saat dihubungi terpisah, memandang hasil klusterisasi apa pun harus disikapi secara positif. Perguruan tinggi harus terus berbenah.
”Hal terpenting adalah perguruan tinggi selalu bisa memberikan dampak positif kepada mahasiswa,” ujarnya.
Ridwan menambahkan, kabar baik hasil pengukuran klusterisasi harus diadopsi. Kalau hasilnya tidak baik, perguruan tinggi harus terpacu lebih baik di masa mendatang.
Oleh MEDIANA
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 18 Agustus 2020