Sajikan Acara yang Ramah Anak

- Editor

Jumat, 13 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hasil penelitian Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia pada Januari-Maret 2018 menunjukkan, indeks penonton berusia anak pada pukul 12.00-18.59 mencapai angka 100, yang berarti tinggi. Fakta ini mengisyaratkan pentingnya stasiun televisi menyajikan acara yang ramah anak.

Penelitian itu juga mengungkap, acara berbau kekerasan dan vulgar ternyata tidak memiliki rating yang tinggi sehingga tidak perlu ditayangkan pada jam tersebut. Hendaknya, pada? jam-jam tersebut tidak ada acara infotainment, mistis, ataupun tayangan yang mengandung kekerasan fisik, psikis, dan verbal.

“Acara mengenai kisah inspiratif, olahraga, petualangan, wisata, dan membuat karya kreatif justru jauh lebih diminati penonton. Stasiun televisi bisa menayangkannya pada jam yang banyak ditonton anak,” kata Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana dalam diskusi “Peliputan dan Pemberitaan Media tentang Anak” di Dewan Pers, Jakarta, Kamis (12/4/2018).?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam acara tersebut diadakan penandatangan nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Tokoh pers nasional, Sabam Leo Batubara (paling kanan) menjelaskan kewajiban wartawan bersikap profesional dalam meliput dan mengolah berita, termasuk dalam isu kekerasan terhadap anak maupun yang dilakukan oleh anak.

Penelitian IJTI juga menunjukkan indeks penonton anak cukup tinggi pada pukul 02.00-06.00. Menurut Yadi, mereka kemungkinan diam-diam menonton televisi di saat orangtua sudah tidur. “Butuh kesadaran orangtua dalam menerapkan disiplin di rumah,” ujarnya.

Profesional
Yadi menekankan pentingnya jurnalis televisi memiliki perilaku positif dalam meliput dan mengemas acara yang ramah anak. Pada diskusi tersebut, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo juga menekankan profesionalisme wartawan.

Profesionalitas awak media antara lain diukur dari kepekaan mengolah berita agar tidak sadis, cabul, dan memfitnah pihak tertentu. Dalam meliput dan menerbitkan berita tentang kekerasan terhadap anak, kata Yosep, wartawan harus taat pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Apabila wartawan dan media mengungkap identitas korban, anak pelaku kekerasan, dan keluarga mereka, bisa dipidana lima tahun penjara.

“Hukum ini juga sejalan dengan Kode Etik Jurnalistik tentang privasi narasumber,” katanya.? Stanley mengajak wartawan mengingat pasal 5 Kode Etik Jurnalistik tentang tidak mengungkap identitas korban kejahatan susila dan anak pelaku kejahatan.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, anak bukan orang dewasa mini. Mereka adalah manusia berusia 0-18 tahun yang sedang dalam pertumbuhan.

“Terkadang, ketika bertumbuh dan berkembang?, anak melakukan kesalahan. Media kemudian mengeksposnya dengan cara yang menimbulkan stigma dan trauma,” tuturnya. Hal ini bertentangan dengan UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

?Sejatinya, lanjut Retno, anak yang melakukan kekerasan merupakan korban dari lingkungan dan sistem yang tidak bisa mengasuh dia dengan baik. Hukum mendisiplinkan mereka sesuai kesalahan yang dilakukan, tetapi tidak perlu diliput dengan cara yang memojokkan anak tersebut maupun keluarganya.

?”Pemberitaan sensasional dan penuh penghakiman merenggut hak anak untuk berubah menjadi lebih baik karena telanjur dicap negatif oleh media yang berpengaruh kepada opini publik,” ujarnya.–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 13 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB