RUU Arsitek untuk Perlindungan

- Editor

Jumat, 23 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rancangan Undang-Undang Arsitek yang telah digagas sejak tahun 1970-an terus dibahas dan disempurnakan agar bisa diundangkan pada 2015 ini. Rancangan Undang-Undang Arsitek itu diharapkan menjadi payung hukum untuk perlindungan profesi arsitek pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN.


Rancangan Undang-Undang (RUU) Arsitek yang disusun pada tahun 2011 tersebut dibahas dalam pertemuan antara Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan sejumlah instansi, seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Jakarta, Kamis (22/1). Beragam masukan dan usulan ditawarkan untuk perbaikan rancangan, seperti memasukkan arsitek dan arsitektur tradisional ke dalam RUU. Usulan lain mengenai program studi arsitektur yang belum mampu mencetak arsitek yang siap kerja setelah lulus strata satu (S-1).

Ketua Pokja RUU Arsitek Bambang Eryudhawan mengatakan, sekarang merupakan saat tepat untuk menerbitkan UU Arsitek. ”Kita bisa memperkaya, merevisi, atau bahkan mengganti sama sekali draf RUU Arsitek. Yang penting, kita mendorong agar tahun ini diundangkan. Gagasan sudah ada lama sekali, lalu banyak aparat berganti, dan tidak jadi-jadi,” kata Yudha, panggilan Bambang Eryudhawan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

[media-credit id=1 align=”alignleft” width=”300″]1557347-uu-arsitek--620X310[/media-credit]

Komisi V DPR mengisyaratkan, tidak perlu peraturan pemerintah setelah RUU Arsitek disahkan menjadi UU. Jika demikian, dibutuhkan konten lebih mendetail, seperti bahasan tentang kompetensi arsitek yang dapat mencapai 30 unit kompetensi.

”Supaya orang awam juga bisa mengerti dengan membaca UU itu. Kontennya makin jelas dan komplet,” ujar Arif Usman dari Sekretariat Jenderal DPR.

Proteksi
RUU Arsitek memberikan perlindungan terhadap profesi berikut hasil kerjanya. Dengan demikian, arsitek Indonesia tidak perlu takut dengan arsitek asing yang membuka kantor di Indonesia. ”Jangan sampai kita hanya menjadi penonton. Kita sekarang menghadapi era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), sedangkan perlindungan kita lemah, terutama di level kota atau kabupaten,” ujar Yudha.

Dengan otonomi daerah, semestinya pemerintah daerah bisa meregulasi praktik-praktik arsitek asing. Beberapa arsitek dalam pertemuan itu menggambarkan, kini, banyak arsitek asing berkantor di Bali. Mereka menyerap tenaga kerja murah dari Bali, tetapi menggarap proyek-proyek besar di luar negeri. Mereka juga mendapat proyek di Bali. (IVV)

Sumber: Kompas, 23 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB