Museum Uferfest; Arsitektur Tropis Dipamerkan di Frankfurt

- Editor

Minggu, 30 Agustus 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berbagai arsitektur unik bernuansa tropis yang ada di Indonesia dipamerkan selama tiga bulan di Frankfurt, Jerman, mulai Jumat (28/8) hingga akhir Oktober mendatang. Pameran di Deutshes Architekturmuseum Frankfurt ini berkaitan dengan dinobatkannya Indonesia sebagai negara kehormatan dalam Festival Tepi Sungai atau Museum Uferfest, yang merupakan festival budaya terbesar di Eropa.

Arsitektur-arsitektur yang dipamerkan beragam, mulai dari rumah tinggal, masjid, hotel, restoran, rumah baca, hingga bioskop, yang semuanya memiliki kesamaan, yakni konsisten tidak menggunakan pendingin ruangan meskipun berada di iklim tropis. Selain itu, secara optimal memanfaatkan matahari sebagai pencahayaan sehingga hemat energi.

“Iklim tropis tidak berarti harus menggunakan pendingin ruangan. Di sinilah kreativitas seorang arsitek diuji,” kata Setiadi Sopandi, kurator pameran, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Try Harijono, dari Frankfurt, Jerman, Jumat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kurator pameran Avianti Armand mengatakan, arsitektur yang dipamerkan dipilih dari 80 proposal yang masuk. Setelah diseleksi, antara lain dengan mempertimbangkan kreativitas memanfaatkan lahan di perkotaan yang sempit, sirkulasi udara serta pencahayaan sehingga hemat energi, akhirnya dipilih 12 karya.

1316509secuil-betonn780x390Di samping itu, dipamerkan pula karya-karya arsitektur tempo dulu di Indonesia yang bernuansa tropis tetapi sudah melampaui zamannya karena mempertimbangkan dengan baik sirkulasi udara dan pencahayaan. Misalnya saja, bangunan utama Institut Teknologi Bandung; Hotel Savoy Homann, Bandung; Lawang Sewu, Semarang; dan berbagai bangunan lain. Arsitektur terbaru yang dipamerkan antara lain Restoran dan Vila Almarik di Gili Trawangan, Lombok, yang material utamanya mengggunakan bambu. Ada pula beragam bangunan unik lain.

Antusias
Pameran disambut antusias oleh masyarakat dan arsitek-arsitek Jerman karena memberikan nuansa dan pemahaman baru soal iklim tropis dan pengaruhnya terhadap arsitektur bangunan. Meskipun demikian, beberapa pengunjung masih sulit membayangkan, misalnya soal rayap yang merusak bangunan, iklim tropis yang berbeda antara pantai dan pegunungan, serta berbagai pertanyaan kritis lainnya.
——————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Agustus 2015, di halaman 12 dengan judul “Arsitektur Tropis Dipamerkan di Frankfurt”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB