Perburuan telur penyu di pesisir selatan untuk jamu dan penambah stamina membuat prihatin Kastam (48) dan sejumlah warga di Desa Jogosimo, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Tidak ingin satwa dilindungi itu punah, Kastam merangkul warga untuk melestarikan penyu. Ronda atau patroli penyu jadi salah satu kunci penyelamatan satwa itu.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO–Kastam menunjukkan penyu lekang di kolam penangkaran penyu di Desa Jogosimo, Klirong, Kebumen, Jateng, Minggu (23/6/2019).
“Dulu kalau ada penyu yang naik ke daratan dan tertangkap, pasti disembelih dan dagingnya dimakan bersama-sama,” kata Kastam Koordinator Penangkaran Penyu Lekang dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gajah Gunung, Minggu (23/6/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kisah puluhan tahun itu terjadi ketika Kastam masih kecil. Lambat laun perburuan penyu berganti menjadi perburuan telur penyu yang dipercaya masyarakat bisa menjadi penambah stamina tubuh, menambah kecerdasan, serta jamu yang baik bagi kuda tunggangan warga karena kandungan proteinnya yang tinggi.
“Orangtua banyak mencari dan membeli telur penyu itu untuk dikonsumsi anaknya. Mereka percaya dengan mengonsumsi penyu, anak mereka bakal,” tutur Kastam yang juga menjabat sekretaris desa atau carik.
Karena ada permintaan, muncullah penjual-penjual telur penyu. Telur diambil dari dari pesisir Kebumen, terutama di Laguna Jogosimo sebagai tempat favorit penyu bertelur di muara Sungai Luk Ulo. Telur itu dijual Rp 2.000-Rp 5.000 per butir. Tak jarang telur dijajakan berkeliling hingga masuk ke kota Kebumen.
Kastam menyadari upaya menyelamatkan penyu dari kepunahan akan berhadapan dengan para pemburu dan pedagang telur penyu. Namun berbekal keyakinan bahwa apa yang dilakukannya benar, Kastam gigih menjalankan tekadnya.
“Kalau masyarakat tidak peduli dengan penyu, nanti penyu akan punah. Nah kalau bukan kami di sini yang menjaga penyu, siapa lagi,” ujarnya.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, upaya Kastam dan kelompoknya melestarikan penyu mendapat tantangan. Orang menggunjingkan Kastam yang hendak mendirikan penangkaran penyu di dalam rangkaian program pesisir tangguh bencana.
Agar masyarakat paham dengan program itu, Kastam melakukan pendekatan dan sosialisasi di setiap pertemuan baik di tingkat dusun maupun desa. “Pelan-pelan kami mengajak warga agar peduli terhadap kelestarian penyu. Upaya ini cukup berhasil. Beberapa orang yang dulunya pemburu telur penyu bahkan kini bergabung dengan kelompok sadar wisata dan ikut menjaga penyu,” tuturnya.
Ronda Penyu
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gajah Gunung yang dibentuk Kastam kini beranggotakan 25 warga. Lembaga ini menjadi wadah edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat sekitar tentang penyu. Sejak 2016 hingga kini, anggota kelompok bergotong-royong menjaga kelestarian penyu. Mereka mencari bahkan menerima telur penyu yang didapatkan warga dari desa tetangga.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Kastam (tengah) penjaga penyu di Desa Jogosimo, Klirong, Kebumen, Jateng, Minggu (23/6/2019). Kastam didampingi Fauzan (kiri) Wakil Ketua Pokdarwis Gajah Gunung dan Muzaenal (kanan) anggota Pokdarwis.
“Kadang ada nelayan atau warga dari desa sebelah, seperti Desa Tegalretno dan Tanggulangin yang menemukan telur penyu, kemudian menyerahkan atau menjualnya kepada kami,” kata Kastam.
Tidak berhenti di situ, para anggota Pokdarwis pun aktif berpatroli atau ronda penyu di saat musim penyu bertelur sekitar April hingga Juli. Ronda dilakukan setiap malam dengan jadwal bergiliran 10 orang per malam. Mereka menjaga dan menunggu telur naik ke Laguna Jogosimo yang luasnya mencapai 15 hektar mulai pukul 22.00 hingga 04.00.
Anggota kelompok melakoninya secara sukarela karena mereka tidak mendapatkan upah sepeserpun bahkan harus mengeluarkan uang sendiri, minimal untuk membeli bekal kudapan untuk ronda. “Dengan peralatan seadanya dan bekal masing-masing kami ronda menjaga penyu. Biar tidak masuk angin, biasanya kami memakai jas hujan,” ujarnya.
Penyu yang hendak bertelur biasanya naik ke darat untuk survei lokasi terlebih dahulu. Warga sekitar menyebutnya dengan “memeti”. “Kalau naik ke daratan, penyu biasanya tidak langsung bertelur, tapi mencari-cari lokasi yang tepat untuk bertelur lalu kembali lagi ke laut. Penyu biasanya suka bertelur di pasir yang sekitarnya dekat dengan tanaman perdu atau rumput-rumput dan memendam telurnya di kedalaman sekitar 50 sentimeter,” kata Kastam.
Selesai bertelur dan kembali ke laut, anggota Pokdarwis mengambil telur penyu yang bisa jumlahnya berkisar 90 sampai 100 butir sekali bertelur. Dengan menggunakan ember, mereka memindahkan telur itu ke lokasi penangkaran dan memendamnya di dalam pasir. Setelah 40 sampai 50 hari, telur itu akan menetas. Jika tidak dipindah ke penangkaran, telur penyu terancam dimakan predator seperti biawak atau dicuri pemburu.
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Perburuan telur penyu di pesisir selatan untuk jamu dan penambah stamina menjadi keprihatinan Kastam (48) bersama sejumlah warga di Desa Jogosimo, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Tidak ingin satwa dilindungi itu punah, Kastam merangkul warga untuk melestarikan penyu.
Upaya menetaskan telur penyu itu pun tidak langsung berhasil. Awalnya, Kastam mencoba memendam telur penyu di dalam pasir yang diwadahi sterofoam. Pada 2017, ada sekitar 50 butir telur yang dicoba ditetaskan, tetapi gagal.
“Mungkin pemendamannya kurang dalam dan kurang mendapatkan cahaya matahari. Lalu saya mencoba memendamnya di bukit pasir dan berhasil,” tutur Kastam sambil menunjukkan lokasi pemendaman telur penyu di bukit pasir yang ditandai dengan pagar bambu berkeliling.
Keberhasilan itu terjadi pada 2018. Saat itu, dari 80 butir telur penyu yang dipendam, ada 72 ekor tukik atau anak penyu yang berhasil menetas. Dari jumlah itu, sebanyak 56 ekor tukik telah dilepasliarkan ke laut dan 16 ekor dibesarkan di rumah penangkaran penyu yang dibangun atas dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Program Pengembangan Kawasan Pesisir Tangguh Kabupaten Kebumen.
Rumah penangkaran itu menjadi sarana edukasi untuk wisatawan dan anak-anak. Di sana mereka bisa melihat tukik berenang-renang di kolam ukuran sekitar 5 meter x 2,5 meter.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO–Sosok Kastam, penjaga penyu di Desa Jogosimo, Klirong, Kebumen, Jateng, Minggu (23/6/2019).
Kini, dari upaya ronda penyu, Pordawis sudah mengamankan 528 telur penyu dan diperkirakan pada pertengahan Juli mendatang bisa menetas. Wakil Ketua Pokdarwis Gajah Gunung Fauzan mengapresiasi upaya Kastam dan kelompoknya karena dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk peduli pada penyu. Meski begitu, Fauzan mengakui upaya penangkaran penyu di selatan Kebumen ini masih dikelola apa adanya.
Biaya operasional terutama untuk pakan tukik yang perlu ikan sampai satu kilogram setiap hari masih ditanggung secara swadaya dan sebagian besar ditanggung Kastam. Selain itu, akses jalan menuju tempat penangkaran masih berupa tanah berbatu. “Perlu dukungan dan sentuhan dari pemerintah untuk mengembangkan kawasan ini,” tutur Fauzan.
Muzaenal (44) salah satu anggota Pokdarwis mengaku senang bisa ikut terlibat menjaga kelestarian penyu. “Saya senang bisa ikut ronda penyu meski dingin banget. Malam-malam bersama warga yang lainnya berkeliling laguna dan kami saling berkomunikasi pakai HT,” ujar Muzaenal.
Secercah masa depan kelestarian penyu merekah di pesisir selatan Kebumen ini. Di balik gundukan bukit pasir setinggi 15 meter, ada ratusan telur penyu yang dijaga dan siap ditetaskan. Jauh dari ingar-bingar perkotaan, Kastam dan Pokdarwis Gajah Gunung tekun melakoni ronda penyu nan sepi di malam hari, hanya ditemani semilir angin dan deburan ombak yang mencumbui pasir.
Kastam
Lahir : Kebumen, 1970
Istri : Nurul Khotimah (37)
Anak : M Akrom (11), Munif Musadat (9), Sakinah (14 hari)
Pendidikan:
SD N 3 Jogosimo
MTs N Klirong
SMA PGRI Kebumen (lulus 1990)
Pekerjaan/aktivitas:
Koordinator Penangkaran Penyu Lekang Pokdarwis Gajah Gunung (2016-sekarang)
Sekretaris Desa Jogosimo (2018-sekarang)
Ketua Kelompk Ternak Sapi PO (Peranakan Ongole) Jogosimo
Ketua Kelompok Tani Arum Sari Jogosimo
MEGANDIKA WICAKSONO
Editor BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 2 Juli 2019