Era persaingan global menuntut perguruan tinggi di Indonesia menyiapkan lulusan berdaya saing tinggi agar tak kalah dengan lulusan dari luar negeri. Untuk itu, program kelas internasional yang dinilai menjawab tantangan tersebut kian diminati.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Drajat Martianto mengatakan hal itu seusai pembukaan Dies Natalis Ke-55 IPB di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/9/2018).
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan, daya saing perguruan tinggi (PT) Indonesia menuju kelas dunia atau world class university (WCU) harus ditingkatkan, dari peringkat maupun jumlah PT. Daya saing PT di tingkat internasional penting untuk memacu mutu PT Indonesia yang diakui hingga luar negeri (Kompas, 9 Juni 2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor
Di IPB, menurut Drajat, kelas internasional dibuka sejak 2015 dengan satu program studi (prodi), yakni Kedokteran Hewan. Pada 2018, IPB menambah dua prodi, yaitu Teknologi Pangan dan Teknologi Industri Pertanian. Jumlah total mahasiswa kelas internasional tahun ini 70 orang. ”Prodi Kedokteran Hewan awalnya khusus mahasiswa Malaysia. Tahun ini, kami kombinasikan dengan mahasiswa Indonesia,” ujarnya.
Dari segi prodi, kelas internasional sama dengan kelas reguler. Bedanya, pada kelas internasional ada internasionalisasi. Mahasiswa kelas itu berasal dari sejumlah negara. Bahan pelajaran dan bahasa pengantar kelas internasional berbahasa Inggris. Dosen yang mengajar di kelas internasional ada standardisasi pengajaran berbahasa Inggris.
Selain itu, mahasiswa diikutkan program pertukaran pelajar selama satu semester ke kampus di Asia ataupun Eropa. Dengan mengikuti pertukaran pelajar, mahasiswa terlatih membangun jejaring dan komunikasi dengan mahasiswa luar negeri.
Menurut Koordinator Promosi Universitas Indonesia (UI) Rini Febriani, UI membuka kelas internasional di tujuh fakultas, di antaranya Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Fakultas Ilmu Komputer. Pihak UI bermitra dengan 32 universitas di dunia sebagai mitra kelas internasional.
Wakil Rektor II Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Andrey Andoko mengatakan, UMN membuka kelas internasional Ilmu Komputer pada 2017 bekerja sama dengan Swinburne University of Technology, Melbourne. ”Kebutuhan tenaga kerja bidang ilmu komputer di Indonesia tinggi. UMN bermitra dengan universitas luar negeri,” ujarnya.
Biaya
Biaya tiap jurusan yang memiliki kelas internasional beragam, tergantung jenis universitas dan kebijakan kampus. Uang pangkal kelas internasional gelar ganda di UI Rp 20 juta – Rp 75 juta. Biaya kuliah tiap semester Rp 20 juta – Rp 35 juta.
Sementara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, membuka kelas internasional di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) serta Fakultas Biologi.
Uang kuliah tunggal bagi kelas internasional di Unsoed sama dengan kelas reguler, yakni Rp 500.000 hingga Rp 9,5 juta. ”Permintaan pasar menghendaki tenaga kerja cakap berbahasa Inggris dan berpengalaman internasional,” kata Dekan FEB Unsoed, Suliyanto.
Kelas internasional lebih mahal karena tak disubsidi pemerintah. Di IPB, biaya kuliah Prodi Kedokteran Hewan Rp 30 juta per semester, sedangkan biaya kuliah kelas reguler Rp 500.000 sampai Rp 12 juta per semester.
Meski demikian, program kelas internasional yang dibuka PT di Indonesia diminati karena biaya lebih murah dibandingkan kuliah di luar negeri. Fasilitas gelar ganda menjadi pertimbangan peserta didik Indonesia memilih kelas internasional PT dalam negeri.
Minat peserta didik
Mahasiswa Fakultas Teknik UI, Alvin Fathony, memilih kuliah kelas internasional UI karena biaya kuliah di luar negeri tiga kali dibandingkan dengan kelas internasional. Wisudawan kelas internasional Fakultas Ekonomi UI, Tiffany Theresia (23), mengaku memilih kelas internasional karena jejaring internasional.
Sementara Laksamana Arvel Razin Mohammad, mahasiswa kelas internasional dari Prodi Teknologi Pangan IPB, mengatakan, alasan memilih program ini karena bahan kuliah dan bahasa pengantar yang digunakan ialah bahasa Inggris. Ini akan meningkatkkan kemampuannya berbahasa Inggris. Kemampuan bahasa Inggris saat ini dibutuhkan, terutama dalam dunia kerja.
Pertimbangan lainnya adalah program pertukaran pelajar ke luar negeri yang ditawarkan kelas internasional. Program ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa tahun masuk 2018 ini untuk belajar ilmu dan teknologi terbaru serta membangun jejaring dengan orang-orang di kampus luar negeri.
“Setelah tamat dari program kelas internasional, saya berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus, terutama di luar negeri,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (2/9/2018).
Sementara Hanifa Husna, mahasiswa kelas internasional Prodi Kedokteran Hewan tahun masuk 2018, memilih program ini karena dia adalah lulusan SMA berstandar internasional. Di kelas internasional, ia berinteraksi dengan mahasiswa luar negeri. “Saya bisa belajar dan membangun jaringan dengan mahasiswa luar negeri yang belajar di sini,” kata Hanifa.
Terkait biaya yang lebih mahal dibandingkan kelas reguler, Hanifa tidak mempermasalahkannya. Ini menjadi motivasi baginya untuk belajar sungguh-sungguh. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan juga sebanding dengan apa yang ditawarkan. (YOLA SASTRA/SUCIPTO)–EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 3 September 2018