Anggapan ahli paleontologi mengenai fosil yang tersimpan di Ngandong, Ngawi (Jatim), Sebagai homo erectus yang sudah berevolusi atau sudah maju, kini dipertanyakan lagi. Setidaknya setelah tim dari Bioantropologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta yang dipimpin Prof Dr T Jacob mengemukakan penelitiannya, ternyata usia homo erectus Ngandong sudah 355.000 tahun. Jadi Manusia Ngandong bukanlah homo erectus yang paling maju, sebagaimana keyakinan selama ini.
Dr Jacob mengungkapkan kepada Kompas di Yogyakarta ini, hasil penelitiannya menyengat dunia paleontologi yang menganggap manusia ”Jawa” homo erectus dari Ngandong ini, sebagai paling muda, paling main di antara temuan fosil jenis pithecanthropus di dunia. Bahkan banyak ahli yang telah memproyeksikan homo erectus Ngandong dengan manusia Indonesia, Papua Nugini, dan Australia.
Penelitian untuk mengetahui usia Manusia Ngandong itu, menggunakan metode penyinaran sinar alfa langsung terhadap fosil temuan. ”Jadi pengamatan kami bukan berdasarkan lingkungan situs, atau kondisi tanah sedimen yang membenamnya, tetapi khusus pada fosilnya sendiri,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih tua
Jacob mengemukakan, penelitian umur pithecanthropus atau homo erectus Ngandong dengan berdasarkan endapan sedimen yang membenamnya, memang menghasilkan berbagai kesimpulan. Ada yang menyebutkan usianya 200.000 tahun, malah ada yang 80.000-100.000 tahun. ”Jadi rasanya beda jauh dengan pengamatan yang baru kami lakukan, yang secara pasti mengasumsikan bahwa usia homo erectus Ngandong 355.000 tahun,” tegasnya.
Di situs Ngandong ditemukan lebih dari 10 tengkorok manusia yang dipersonifikasikan sebagai homo erectus itu. Di situs yang terletak 20 meter di atas Sungai Bengawan Solo itu juga ditemukan pula puluhan fosil Mamalia. Fosil tengkorak itu ditemukan Jawatan Geologi Hindia Belanda. Dari temuan itu, bulan September tahun 1931, peleontolog Belanda WFF Oppenoorth, C Ter Har, dan GHR Von Konigswald, melakukan penggalian lanjutan dan menemukan tengkorak yang sama dalam jumlah lebih banyak. Konigswald sendiri memperkirakan berdasar lapisan tanah yang membenamnya, tengkorak ini berusia 80.000 tahun – 100.000 tahun. Namun begitu, menyelidiki usia manusia Ngandong bukanlah persoalan mudah. Masalahnya temuan tengkorak Ngandong hampir semuanya tanpa wajah. Selain itu juga tak ditemukan adanya tulang-tulang lain, kecuali fragmen gigi. Konigswald yang meninggal dunia tahun 1982 berpendapat, hilangnya wajah manusia Ngandong diduga karena digunakan untuk mangkok dalam rangka pelaksanaan praktek mistik.
Lebih lanjut Jacob menyatakan, dengan ditemukannya usia manusia Ngandong 355.000 tahun, maka tidaklah benar pendapat yang menyatakan bahwa homo erectus Ngandong sebagai pernah berevolusi atau lebih maju dari homo erectus lainnya. ”Jadi homo erectus Ngandong tak lebih sebagaimana ”manusia” temuan di Peking (Cina),” jeIasnya.
Menurut Jacob, dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai homo erectus ini, maka akan berkembang pula pandangan ahli paleontologi mengenai homo erectus berevolusi. Setidaknya akan timbul pertanyaan, benarkah ada manusia homo erectus yang sudah maju.
Penelitian Jacob ini juga akan berpengaruh pada penemuan fosil di Sambungmacan (Jatim), Fosil yang ditemukan Jacob sendiri dan RP Soedjono ini, diperkirakan umurnya dapat dibandingkan dengan Ngandong. Persamaan itu bila dilihat dari endapan sedimen yang menyertainya. Berubahnya usia manusia Ngandong itu juga akan mengubah usia manusia temuan Sambungmacan. (p)
Sumber: Kompas, Kamis, 6 Agustus 1992