“Homo Erectus” Huni Sangiran Lebih Awal, Sejak 1,7 Juta Tahun Lalu

- Editor

Jumat, 30 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema

Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema "Evolusi Kita" di House Of Sampoerna, Surabaya, Rabu (24/10/2018). Selain untuk menggalakan minat generasi muda untuk ke museum pameran yang berlangsung hingga 29 November tersebut mengajak pengunjung untuk mengetahui sejarah evolusimanusia. Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)

Penelitian terbaru Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah mengungkap temuan bahwa manusia dan fauna telah menghuni kawasan itu sejak 1,7 juta tahun lalu. Artinya, Sangiran telah dihuni jauh lebih awal daripada perkiraan sebelumnya.

Dalam penelitian pada 12-27 Agustus 2019, Tim Penelitian Puslit Arkenas yang diketuai Prof Harry Widianto berhasil menemukan beberapa fragmen tulang hewan dan manusia di daerah Ngampon dan Mlandingan, Sragen. Ketika melakukan ekskavasi pada lapisan endapan lempung hitam Formasi Pucangan yang menunjukkan usia 1,7 juta tahun, tim menemukan tulang paha dan gigi geraham harimau (Panthera tigris), gigi geligi buaya rawa (Crocodylus siamensis), pecahan tempurung dada kura-kura, dan fragmen tulang pinggul manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema “Evolusi Kita” di House Of Sampoerna, Surabaya, Rabu (24/10/2018). Selain untuk menggalakan minat generasi muda untuk ke museum pameran yang berlangsung hingga 29 November tersebut mengajak pengunjung untuk mengetahui sejarah evolusi manusia.

“Penelitian memberikan pemahaman baru bahwa harimau, buaya, dan kura-kura telah hadir jauh lebih dini dibandingkan dengan perkiraan orang sebelumnya sekitar 0,7 juta tahun yang lalu pada fase berlangsungnya pengendapan Formasi Kabuh. Mereka ternyata telah menjelajahi rawa-rawa Sangiran pada 1,7 juta tahun lalu atau 1 juta tahun lebih awal dibandingkan dengan perkiraan para ahli selama ini,” kata Harry, Kamis (29/8/2019), saat dihubungi Kompas dari Jakarta.

Dari penemuan-penemuan sebelumnya, hewan-hewan di Sangiran yang hidup 1,7 juta tahun lalu, antara lain kerbau/banteng, kijang/rusa. Namun demikian, dari hasil penelitian ini terungkap keberadaan jenis fauna-fauna lain yang juga hidup pada masa tersebut, yaitu harimau, buaya, dan kura-kura.

Menurut Harry, tulang paha harimau yang ditemukan menunjukkan relief perlekatan otot yang sangat berkembang. Dari sini terlihat bagaimana kekarnya harimau yang hidup pada masa itu.

PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Tulang paha Harimau yang ditemukan di Sangiran

Homo erectus lebih tua
Sementara itu, penemuan pecahan tulang pinggul manusia sebelah kanan pada formasi yang sama (Pucangan) dengan perkiraan usia 1,7 juta tahun lalu memperbarui temuan sebelumnya yang berusia 1,5 juta tahun lalu. Hal ini memberikan pemahaman baru tentang kedatangan Homo erectus di Sangiran.

“Manusia telah hadir di arena rawa berlumpur Sangiran pada 1,7 juta tahun yang lalu, berdampingan hidup dengan kerbau/banteng, rusa/kijang, harimau, buaya, dan juga kura-kura. Kronologi kepurbaan manusia di Sangiran semakin menghujam lebih tua lagi dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya menjadi 1,7 tahun melalui temuan in-situ dalam penggalian di Ngampon, Sangiran ini,”paparnya.

Dilihat dari ukuran dan ciri-ciri morfologi pecahan tulang pinggul, Homo erectus ini menunjukkan kesamaan dengan Homo erectus awal dari Afrika, yaitu spesimen iliac. Secara signifikan, ukuran badannya diperkirakan lebih besar dibanding dengan Homo sapiens atau manusia modern.

PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Pecahan tulang pinggul Homo erectus yang ditemukan di Sangiran

Sebelumnya, dalam penelitian di Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah bulan Juni hingga Juli lalu, Balai Arkeologi Yogyakarta juga menemukan fosil tulang Homo erectus berusia lebih tua, sekitar 1,8 juta tahun lalu. Dengan demikian, kepurbaan manusia di Sangiran semakin mendekati usia Homo erectus di Bumiayu, dan periode antara 1,7 juta-1,8 juta tahun yang lalu bisa jadi merupakan masa kemunculan Homo erectus di Pulau Jawa.

Usia yang semakin tua ini semakin memudarkan peran teori migrasi “Out of Africa”, yang menggariskan Homo erectus berasal dari Afrika, yang bermigrasi sejak 1.8 juta tahun lalu dan mencapai Pulau Jawa pada 1.5 juta tahun silam. Nyatanya, mereka hadir di tanah tua Pulau Jawa jauh lebih awal dibanding dengan teori “Out of Africa” itu.

“Boleh jadi, mereka bukanlah para migran dari Afrika, akan tetapi merupakan cikal-bakal lokal, yang tumbuh dan berkembang pada masing-masing habitat mereka di Pulau Jawa, sejak 1,8-1,7 juta tahun lalu, dan mengalami evolusi lokal, sesuai dengan teori Multi-Regional. Bukan ‘Out of Africa’, akan tetapi ‘Multi-Regional’,” tambah Harry.

Sebelumnya, arkeolog senior Prof Truman Simanjuntak mengatakan, berdasarkan teori ”Out of Africa”, persebaran Homo erectus bermula dari Afrika pada 1,8 juta tahun lalu dan sampai di Pulau Jawa pada 1,5 juta tahun lalu. Kedatangan Homo erectus di Pulau Jawa itu diprediksi terjadi ketika air laut menyusut menjadi daratan selama zaman es dengan terbentuknya jembatan darat karena proses glasiasi.–ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 30 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB