Pemerintah mulai memakai limbah plastik sebagai campuran aspal untuk jalan raya. Penggunaan plastik untuk campuran aspal ini menjadi bagian dari rencana aksi nasional untuk mengurangi limbah plastik yang tengah disusun.
“Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kembali membangun jalan dengan campuran plastik di ruas jalan nasional di Bekasi sepanjang 2,6 kilometer, Sabtu (16/9) ini. Sebelumnya, proyek percontohan dilakukan di Bali, Juli lalu,” kata Nani Hendarti, Asisten Deputi Pendayagunaan Iptek Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, di Jakarta, Jumat.
Untuk ruas jalan sepanjang 1 kilometer dengan lebar 7 meter dibutuhkan 2,5-5 ton sampah plastik. “Yang digunakan ialah sampah kantong plastik yang tak bisa didaur ulang. Ini agar tidak berbenturan dengan industri daur ulang,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penggunaan limbah plastik untuk campuran aspal termasuk solusi teknologi yang akan diterapkan pemerintah. “Kami sudah menyusun rencana aksi nasional pengurangan sampah plastik melibatkan sejumlah lembaga dan kementerian, di dalamnya termasuk pemakaian teknologi terapan,” kata Nani.
Upaya lain yang akan dilakukan adalah mendorong penggunaan plastik yang biodegradable atau bisa diurai di alam. Kantong plastik berbayar juga akan dibahas lagi. Seiring dengan langkah-langkah teknis, riset dan pemantauan dampak pencemaran juga akan dilakukan.
“Untuk payung hukum rencana aksi nasional ini, kami menyiapkan draf payung hukumnya. Itu diharapkan jadi Peraturan Presiden yang keluar pada Oktober nanti,” ujarnya.
Untuk target jangka pendek, pemerintah akan fokus untuk membersihkan sampah plastik dari lima daerah tujuan wisata. Lima obyek wisata itu, yakni Labuan Bajo, Toba, Borobudur, Toraja, dan Belitung.
Limbah Berbahaya
Seiring dengan penanganan sampah plastik, Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan Laut Kemenkomar Nurul Istiqomah menyatakan tengah menyiapkan acuan penerapan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah dan sampah. Itu diharapkan membantu mengatasi masalah pencemaran limbah berbahaya dan logam berat di kawasan pesisir dari hulunya.
“Dari aspek teknologi, banyak sekali teknologi bisa dipakai untuk mengatasi sampah dari sumbernya,” kata Yanto Sugiharto, auditor teknologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dalam deklarasi Asosiasi Profesi Teknologi Lingkungan Indonesia (APTLI).
“Asosiasi ini dibentuk sebagai bentuk partisipasi masyarakat untuk turut serta mengatasi persoalan lingkungan, termasuk masalah limbah dan sampah yang saat ini menjadi masalah di negeri ini. Fokus kami adalah memberikan solusi teknologi ramah lingkungan,” kata Ketua Umum APTLI Junifer Panjaitan.
Secara terpisah, Aliansi Zero Waste Indonesia (ASWI) mengingatkan dampak negatif dari sejumlah teknologi terapan seperti penggunaan plastik untuk campuran aspal. Risiko pencemar yang dilepas dari berbagai jenis sampah plastik yang digunakan untuk aspal itu harus dikaji.
“Jangan sampai menyelesaikan masalah dengan masalah. Lebih baik mendorong penghapusan produksi kantong plastik,” sebut Yuyun Ismawati dari Bali Fokus yang tergabung dalam ASWI. (AIK)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 September 2017, di halaman 14 dengan judul “Plastik Digunakan untuk Campuran Aspal”.