Pidato Rektor pada Peringatan 50 Tahun UGM

- Editor

Senin, 20 Desember 1999

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Yang terhormat Bapak Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Yang terhormat para Anggota MUSPIDA Tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta,
Yang terhormat para Anggota Dewan Penyantun Universitas Gadjah Mada,
Yang terhormat para Anggota Senat Universitas Gadjah Mada,
Yang terhormat pengurus Fakultas, Program Pascasarjana, Lembaga dan Pusat Studi di Lingkungan Universitas Gadjah Mada,
Yang terhormat para Dosen, Karyawan, dan Mahasiswa,
Dan para Undangan yang saya muliakan.

Kemarin, hari Minggu, tanggal 19 Desember 1999, Universitas Gadjah Mada tepat berusia 50 tahun. Atas prestasi-prestasinya yang telah dicapai sampai saat ini marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala. Semoga pada waktu menclatang Universitas Gadjah Mada akan tetap berhasil dalam mengemban misinya sebagai institusi pendidikan tinggi yang menghasilkan sumberdaya manusia yang diperlukan. untuk membangun masyarakat madani dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa yang demokratis dalam kemajemukan, menuju cita-cita bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur.

Demikian pula, hanya atas perkenan-Nya, kita dapat berkumpul bersama disini menghadiri Rapat Senat Terbuka dengan acara tunggal Dies Natalis ke-50 Universitas Gadjah Mada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Para anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, Dalam Rapat Senat Terbuka ini, Rektor sebagal Ketua Senat, menyampalkan laporan tentang hasil-hasil yang telah dicapai selama satu tahun pelaksanaan tugas berdasarkan kepercayaan dan kewenangan yang diberikan oleh Senat. Tahun ini merupakan tahun kedua dari masa jabatan Rektor untuk 4 tahun yang diangkat dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 366/M Tahun 1997 dan dilantik oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 23 Maret 1998.

Para hudirin yang saya hormati, Sebagaimana telah kita ketahui, tahun ini merupakan tahun istimewa bagi Universitas Gadjah Mada, karena pada tahun ini, Universitas Gadjah Mada telah menjalani 50 tahun tugasnya dalam mendidik bangsa. Oleh karena itu, laporan ini-meskipun tetap berfokus pada laporan pelaksanaan tugas setahun terakhir-tapi disusun mencakup tiga bagian, yaitu: kilas balik ke masa lalu, laporan pelaksanaan kegiatan tahun-tahun terakhir, dan pandangan ke masa depan.
Pertama, kilas balik ke masa lalu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, telah membuka kesempatan dan sekaligus tanggung jawab baru bagi bangsa yang sebelumnya hidup, di alam penjajahan. Salah satu. kesempatan dan tanggung jawab itu adalah membangun pendidikan tinggi.

Pemindahan ibu kota. negara dari Jakarta ke Yogyakarta, pada masa perang kemerdekaan, berpengaruh besar bagi Yogyakarta, kota yang telah lama menjadi salah satu pusat pendidikan dan perjuangan nasional Indonesia. Yogyakarta dan sekitarnya berubah menjadi pusat perjuangan Republik Indonesia. Di samping kegiatan pemerintahan dan tentara, kegiatan pendidikan tinggi juga segera terkosentrasi di sekitar Yogyakarta, termasuk di Klaten dan Surakarta.

Pada saat itu, Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dibentuk berdasarkan pemikiran tentang perlunya mendirikan sebuah universitas nasional milik bangsa Indonesia. Pendirian balai perguruan tinggi tersebut pada tanggal 17 Februari 1946 dan peresmiannya pada tanggal 3 Maret 1946 tidak terlepas dari dukungan pribadi Sultan Hamengku Buwono IX.

Kegiatan perkuliahan di seluruh perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya terhenti, ketika Belanda menduduki Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948. Sibagian besar mahasiswa dan dosen ikut berjuang mendukung Republik Indonesia, dengan cara mereka masing-masing. Setelah persetujuan Roem-Roijen ditandatangani pada 7 Mei 1949, muncul keinginan untuk segera menyelenggarakan kembali pendidikan tinggi nasional.

Pada awalnya, keinginan itu berhimpitan dengan rencana pembukaan perguruan tinggi federal, sesuai dengan bentuk negara yang diusulkan Belanda di dalam setiap perundingan. Akan tetapi para Republiken tetap menginginkan Republik Indonesia memiliki perguruan tinggi sendiri di Yogyakarta, sebagai salah satu wilayah utama pendukung Republik Indonesia di samping Sumatera Barat dan Aceh. Bagi Republik Indonesia, memiliki perguruan tinggi sendiri adalah suatu nilai yang penting. Keberadaan perguruan tinggi merupakan salah satu bukti masih adanya kedaulatan negara Indonesia, dan bangsa Indonesia memiliki kemampuan serta peradaban yang sama dengan bangsa lain.

Usaha untuk menyelenggarakan perguruan tinggi itu harus menghadapi kendala yang besar, karena sebagian besar perguruan tinggi milik pemerintah Republik Indonesia berada di luar wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Namun, para mahasiswa dan pengajar pendukung Republik Indonesia memutuskan tidak memindahkan perguruan tinggi mereka ke Yogyakarta. Biarpun di tengah-tengah suasana yang tidak menentu karena masih terjadi pertempuran di sana-sini, secara bertahap berbagai fasilitas yang ada dipindahkan ke Yogyakarta.

Persiapan untuk menyelenggarakan peguruan tinggi, dilakukan dalam waktu yang sangat pendek. Pagelaran, Sitihinggil dan beberapa bangunan milik kraton dipersiapkan untuk kegiatan perguruan tinggi serta tempat tinggal mahasiswa dan dosen. Sejak awal Agustus 1949, para mahasiswa lama dan baru mulai berdatangan dari medan tempur atau tempat-tempat pengungsian mereka di pedalaman. Akhirnya pada tanggal 1 November 1949. mulai dibuka perkuliahan di kompleks Kadipaten-Ngasem untuk Perguruan Tinggi Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi yang, dipimpin oleh Prof. Sardjito dengan 105 mahasiswa, Sekolah Tinggi Pertanian yang dipimpin oleh Prof Harjono dengan 82 mahasiswa dan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan yang dipimpin Prof. Soeparwi diikuti 6 orang mahasiswa. Berikutnya di kompleks Jetis, dibuka perkuliahan Sekolah Tinggi Teknik dipimpin oleh Prof Wreksodiningrat yang memiliki 205 orang mahasiswa. Pada tanggal 3 Desember 1949, Sekolah Tinggi Hukum di Surakarta yang dipimpin oleh Prof. Notonagoro dengan 85 orang mahasiswa dipindahkan ke Yogyakarta.

Biarpun sejak awal penyelenggaraan kembali perguruan tinggi di Yogyakarta direncanakan sebagai gabungan antara perguruan tinggi milik Pemerintah yang telah ada sebelumnya dengan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, pengelolaan perguruan tinggi yang ada masih tetap, berada di bawah naungan masing-masing kementerian ketika perkuliahan telah dimulai. Penggabungan baru terjadi pada tanggal 7 Desember 1949, ketika semua lembaga pendidikan tinggi itu diserahkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Sementara itu, dua fakultas milik Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada diserahkan kepada Pemerintah. Penggabungan ini kemudian disahkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 16 Desember 1949 tentang Peraturan Sementara Penggabungan Perguruan Tinggi Menjadi Universitas, yang merupakan jalan pembuka untuk menyelenggarakan sebuah universitas nasional yang bernama Universitas Gadjah Mada.
Lembaran baru dunia pendidikan tinggi Republik Indonesia terjadi pada tanggal 19 Desember 1949. Sejak saat itu, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mulai menyelenggarakan perguruan tinggi negeri yang dikenal sebagai Universiteit Negeri Gadjah Mada yang berkedudukan di Yogyakarta. Kata universiteit, pada tahun 1954 berubah menjadi “universitas”. Sejak saat itu juga, kata “negeri” yang melekat pada Universitas Gadjah Mada dihilangkan.

Para hadirin yang saya hormati, Menyelenggarakan kegiatan perguruan tinggi sehari-hari, sama beratnya dengan keinginan untuk tetap bertahan menjadi universitas nasional negara Republik Indonesia. Sebagai perguruan tinggi baru yang masih berhadapan dengan berbagai kesulitan, penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dan administratif di Universitas Gadjah Mada mendapat dukungan yang sangat besar dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Dukungan itu bukan hanya berlangsung pada tahun yang pertama, namun dapat dikatakan bahwa kegiatan utama Universitas Gadjah Mada sebenarnya berlangsung di sekitar tembok Keraton Kasultanan Yogyakarta, paling tidak selama sepuluh tahun yang pertama.

Awal aktivitas Universitas Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi diliputi oleh kesahajaan. Kegiatan belajar mengajar dan administratif dilakukan di lokasi yang tersebar di kota Yogyakarta. Meskipun demikian, persoalan infrastruktur sejak awal telah diusahakan umuk diatasi, melalui rencana pembangunan sebuah kampus terpadu. Setelah berhasil mengumpulkan uang sebesar lima juta rupiah pada tahun 1951, Universitas Gadjah Mada berhasil membeli 85 hektar tanah di daerah Bulaksumur dari rencana 100 bektar. Pembangunan kampus Bulaksumur dimulai, setelah peletakan batu pertama dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1951. Gedung kantor pusat tata usaha yang menjadi ciri utama Universitas Gadjah Mada diresmikan oleh Presiden Soekarno pada peringatan dies natalis Universitas Gadjah Mada. Sebelum itu, beberapa kegiatan fakultas telah mulai melakukan kegiatan di sekitar Bulaksumur dan Sekip.

Sejak awal tahun 1970-an, pembangunan infrastruktur di kampus terpadu semakin luas. Berbagai gedung baru didirikan dalam rangka memusatkan kegiatan Universitas Gadjah Mada di Bulaksumur dan sekitarnya. Pada upacara peringatan dies natalis Universitas Gadjah Mada tanggal 19 Desember 1972, diresmikan kampus Universitas Gadjah Mada yang berpusat di Bulaksumur. Usaha itu berhasil, dan sejak saat itu Bulaksumur telah menjadi identitas dari keberadaan Universitas Gadjah Mada mendidik bangsa.
Sementara itu, pada periode yang sama telah dilakukan perubahan sistem pengelolaan Universitas Gadjah Mada. Pada masa lalu, setiap fakultas mempunyai sistem administrasi dan sistem pendidikan yang berbeda-beda. Masing-masing fakultas mengeluarkan kalender akademik sendiri, sistem kenaikan tingkat dan ujian sendiri, metode instruksi sendiri, sistem keuangan sendiri, sistem penerimaan mahasiswa baru sendiri dan melakukan hubungan dengan pihak luar secara langsung. Setiap fakultas atau bahkan jurusan menentukan sendiri uang yang harus dibayar oleh setiap mahasiswa baru dan cara pembayarannya. Sejak akhir tahun 1960-an pada masa kerektoran Drs. Soeroso, M.A. mulai dilakukan sentralisasi, penyeragaman dan standardisasi sistem administrasi, pendidikan, instruksi dan lain-lain. Berdasarkan peraturan baru itu, kalender akademik, sistem kenaikan tingkat, metode pengajaran, penerimaan mahasiswa baru, dan gelar telah distandardisasi dan diseragamkan.
Berbekal 483 mahasiswa dari lima fakultas di luar Fakultas Sastra dan Pedagogik ketika perkuliahan pertama dilakukan pada tahun 1949, Universitas Gadjah Mada mulai mengembangkan diri setahap demi setahap. Perkembangan penting pertama terjadi pada tahun 1955, ketika beberapa bagian atau jurusan ditingkatkan menjadi fakultas. Pada saat itu terbentuk Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, Fakultas Biologi dan Fakultas Farmasi. Pada tahun 1959, Universitas Gadjah Mada telah berkembang sebagai perguruan tinggi yang memiliki 13 fakultas dengan hampir sepuluh ribu orang mahasiswa.

Perkembangan ini terus berlangsung, pendidikan tinggi di Universitas Gadjah Mada diselenggarakan di 18 fakultas pada tahun 1969. Di samping empat fakultas yang telah disebutkan di atas, sepanjang sepuluh tahun terakhir itu telah dibentuk Fakultas Kedokteran Gigi (1960), Fakultas Kehutanan (1963), Fakultas Teknologi Pertanian (1963), Fakultas Geografi (1963), Fakultas Psikologi (1965), Fakultas Filsafat (1967) dan Fakultas Petemakan (1969). Sementara itu, Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Pendidikan Jasmani dan Fakultas Keguruan dan 11mu Pendidikan Universitas Gadjah Mada yang merupakan perkembangan dari Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat, kemudian pada tahun 1964 diserahkan kepada IKIP Yogyakarta yang baru dibuka.
Selain di Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada juga menyelenggarakan cabang Fakultas Hukum, Sosial dan Politik di Surabaya pada tanggal 19 Juh 1952. Kegiatan ini berlangsung sampai tahun 1954, ketika fakultas itu diserahkan sebagai salah satu fakultas di Universitas Airlangga yang baru dibentuk. Universitas Gadjah Mada juga membuka Universitas Gadjah Mada Cabang Magelang pada tahun 1964, yang memiliki tiga fakultas, yaitu Fakultas Hukum., Fakultas Ekonomi dan Fakultas Teknik.

Perkembangan Universitas Gadjah Mada mencapai puncak pada tahun 1982, lima tahun setelah statuta baru disahkan. Jumlah fakultas di Universitas Gadjah Mada telah berkembang menjadi 21. Hal itu berkaitan dengan dibentuknya Fakultas Pascasarjana, Fakultas Non-gelar Teknologi dan Fakultas Non-gelar Ekonomi. Fakultas Pascasarjana merupakan perkembangan dar Lembaga Pendidikan Doktor yang telah didirikan pada tahun 1977. Sementara itu, dua fakultas non-gelar itu bersama-sama beberapa program sejenis yang merupakan kerja sama dengan berbagai instansi pemerintah menjadi dasar bagi perkembangan pendidikan diploma di Universitas Gadjah Mada selanjutnya. Keberadaan 21 fakultas itu tidak berlangsung lama, pembentukan Program Pascasarjana dan pengembalian dua fakultas non-gelar ke fakultas induknya di Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi, menyebabkan Universitas Gadjah Mada kemball memiliki 18 fakultas.
Perubahan dilakukan sejak tahun 1960-an, dengan mengganti sistem bebas dengan sistem terpimpin. Namun dalam pelaksanaannya, beberapa hal yang terjadi pada sistem lama tetap saja berlangsung. Sementara itu, pada saat yang sama orientasi pendidikan di Universitas Gadjah Mada mulai bergeser dari sistem Belanda, terutama ke sistem yang berkembang di Amerika Serikat. Hal ini berhubungan dengan semakin banyaknya para dosen vang lulus dari peguruan tinggi di Amerika Serikat dan negara lainnya, dan kerja sama Universitas Gadjah Mada dengan perguruan-perguruan tinggi tersebut. Seiring dengan kebijakan penyeragaman yang dilakukan pemerintah Orde Baru dan adanya kebutuhan terhadap, sistem baru yang diharapkan mampu membawa terobosan terhadap sistem lama yang memerlukan masa studi yang lebih panjang, sejak tahun 1974 diberlakukan Sistem Kredit Semester. Namun dalam, pelaksanaannya, baru pada tahun 1979 semua fakultas di Universitas Gadjah Mada dapat menyelenggarakan sistem kredit tersebut secara keseluruhan. Setahun kemudian keseragaman lain harus diikuti oleh Universitas Gadjah Mada sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan Pemerintah, yang membagi strata pendidikan tinggi menjadi SO, S1, S2 dan S3. Sebuah ironi terjadi, Sl yang secara riil memiliki beban studi dan masa studi sama dengan jenjang sarjana penuh pada masa lalu hanya diakui sebagal bachelor secara internasional. Masa studi pascasarjana di jenjang S2 dan S3 pun tidak lebih pendek dari masa sebelumnya, yang rata-rata lebih dari tiga tahun bagi S2 dan di atas enam tahun untuk S3.

Di tengah-tengah perkembangan Universitas Gadjah Mada yang semakin besar dan mapan sampai pertengahan tahun 1980-an, bukan berarti semuanya berjalan secara paralel. Menjadi yang terbesar tidak hanya merupakan kekuatan, melainkan juga menyimpan banyak kelemahan. Program Pascasarjana memang berkembang dengan pesat, beberapa program studi baru yang menjanjikan telah dibuka, berbagai penelitian yang berkualitas semakin banyak dihasilkan dan pendapat sivitas akademikanya semakin diperhitungkan secara nasional, namun di saat yang sama beberapa persoalan internal yang akut sedang terjadi. Eksistensi beberapa program studi tetap dianggap baik hanya karena melekat pada nama. Universitas Gadjah Mada, daripada kualitas riil keilmuannya. Sementara itu, kebebasan mimbar akademik semakin jauh. Keseragaman sistem dan pola pikir semakin dipaksakan oleh iklim politik yang berkembang pada saat itu, sehingga rutinitas birokratis, upacara dan baju seragam, menjadi sangat penting. Stagnasi ilmiah, ketidakjujuran dan erosi intelektual sebenarnya telah terjadi, namun tidak dirasakan atau tidak ingin diakui. Beban historis dan distorsi wacana menjadi semakin besar, sehingga tidak mungkin bagi Universitas Gadjah Mada menaikkan SPP, memberhentikan mahasiswa yang telah melampaui masa studi maksimal, mengalihtugaskan tenaga pengajar yang kurang mampu meningkatkan kemampuan intelektualnya atau memotivasi sejumlah guru besar agar tetap mengikuti perkembangan bidang ilmunya secara seksama. Jika dilakukan, semua beranggapan bahwa hal itu tidak sesuai dengan prinsip kerakyatan, kemanusiaan dan keluargaan yang telah menjadi identitas Universitas Gadjah Mada sejak lahir. Keadaan demikian ini dipengaruhi juga oleh kenyataan bahwa semua staf pengajar universitas adalah pegawai negeri yang tidak berbeda dengan pegawai negeri lainnya yang dalam banyak hal kurang sesuai dengan fungsi seorang tenaga pengajar. Sementara jumlah karyawan yang cukup besar dan taraf kesejahteraan yang rendah seringkali menyebabkan inefisiensi yang tinggi. Dua hal tersebut telah mengurangi tingkat produktivitas universitas dan menjadi tantangan besar yang coba diatasi pada sepuluh tahun terakhir menjelang usia setengah abad Universitas Gadjah Mada.

Para anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, kini saya sampaikan Bagian yang Kedua, yaltu: Laporan Pelaksanaan Kegiatan tahun-tahun terakhir Laporan Pelaksanaan Kegiatan ini mengacu pada program-program yang dikelompokkan ke dalam fungsi-utama universitas, yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, Kerjasama, dan Manajemen Pendidikan Tinggi yang mencakup manajemen sumberdaya manusia, manajemen keuangan, manajemen sarana prasarana, dan manajemen informasi.

Hadirin yang saya hormati, Dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, butir pertama, yaitu: Pendidikan: Universitas Gadjah Mada telah mempunyal bidang keilmuan yang cukup lengkap, diikuti dengan variasi program studi dan strata pendidikan, memberikan kekuatan dalam mengembangkan pendekatan penyelesaian yang timbul di masyarakat melalui pendekatan interdisipliner. Jumlah program studi S-1 selama 5 tahun terakhir ini hampir tidak berubah, tapi program studi di tingkat D-3 dan S-2 meningkat pesat. Diharapkan program studi di tingkat pascasarjana di masa depan makin meningkat karena pendidikan pascasarjana di Universitas Gadjah Mada sangat diperlukan sebagai kelanjutan studi bagi lulusan-lulusan S-1 dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Perkembangan jumlah mahasiswa terdaftar seluruh strata pada tahun ajaran 1998/1999, dilihat dari perkembangannya selama 10 tahun terakhir memperlihatkan kecenderungan naik terus. Bila perkembangan ini terus berlanjut, maka dalam sepuluh tahun mendatang, jumlah mahasiswa terdaftar diperkirakan akan mencapai sekitar 45 ribu. Melihat jumlah tersebut, mungkin perlu kita mulai memikirkan, apakah suatu ketika Universitas Gadjah Mada perlu mempunyai suatu batas atas jumlah mahasiswa terdaftarnya. Dan mungkin batas itu adalah 47 ribu atau 50 ribu atau angka yang lain.
Kenaikan jumlah mahasiswa terjadi terutama pada tingkat D3 dan juga S-2, sedangkan jumlah mahasiswa S-1 hanya naik sedikit. Hal ini sejalan dengan banyak dibukanya program studi baru di tingkat D-3 dan S-2. Dilihat dari perbandingan jumlah mahasiswa antar strata, pada saat ini, jumlah mahasiswa pascasarjana kurang lebih sebesar 1 per 5 dibanding jumlah mahasiswa S-1. Diharapkan dalam 10 tahun ke depan, jumlah mahasiswa pascasarjana akan naik paling tidak 1 per 3 dibandingkan jumlah mahasiswa S-1.

Demikian pula, Universitas Gadjah Mada sampai dengan tahun ajaran 1998/1999 tiap, tahunnya telah menerima mahasiswa baru yang jumlahnya terus menaik. Jumlah mahasiswa baru tcrsebut merupakan 6 sampal 10% dari jumlah peminat ke Universitas Gadjah Mada. Hal im menunjukkan mahasiswa yang masuk ke Universitas Gadjah Mada merupakan putra-putri terbaik bangsa. Keadaan ini di masa depan akan terus kita pertahankan dan bila mungkin kita tingkatkan.

Dengan semakin meningkatnya jumlah mahasiswa bukan berarti mengabaikan kualitas proses belajar-mengaja. Telah terakreditasinya semua program studi, khususnya S1 oleh BAN, IP yang tinggi, meningkatnya jumlah lulusan cum laude, semakin menurunnya lama studi, pendeknya lama tunggu untuk mendapatkan pekerjaan, merupakan beberapa indikator yang menunjukkan kualitas pendidikan di UGM.
Meningkatnya jumlah mahasiswa asing dan kerjasama pendidikan dengan institusi pendidikan di luar negeri yang berkelas dunia merupakan bukti dan sisi lain tentang reputasi dan kualitas pendidikan di UGM.

Hadirin yang saya hormati, Dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, butir kedua, yaitu: Penelitian:
Jumlah judul kegiatan penelitian mengalami naik-turun. Meskipun demikian, jumlah research grant yang diterima melalui kompetisi yang ketat baik dalam skala nasional maupun international terus meningkat. Hal ini Juga merupakan indikator kualitas kepakaran yang dipunyai UGM.

Diikuti dengan jumlah penelitian dari sumber dana yang lain secara signifikan telah meningkatkan jumlah publikasi ilmiall per staf, walaupun masih perlu dilakukan peningkatkan secara konsisten dan kontinyu, khususnya publikasi ilmiah di jumal internasional.
Para Anggota Senat dan hadirin yang saya hormuti, Dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, butir ketiga, yaitu: Pengabdian pada Masyarakat: Meningkatnya jumlah pusat-pusat penelitian yang bersifat interdisipliner keilmuan menunjukkan kepedulian UGM dalam ikut mengatasi persoalan yang ada di masyarakat. Dengan kelengkapan bidang ilmu yang ada di UGM memberi peluang jasa kepakaran untuk memecahkan persoalan yang didekati secara multi disiplin ilmu. Pelayanan kepakaran dengan cara pendekatan yang demikian ini telah membuktikan efektivitasnya dalam memecahkan persoalan di masyarakat, yang pada gilirannya kepercayaan masyarakat terhadap UGM terus semakin meningkat.

Komitmen universitas terhadap persoalan kemasyarakatan merupakan salah satu jiwa yang melekat pada UGM. Komitmen ini antara lain diterapkan dalam kurikulum dalam bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang melatih mahasiswa untuk dapat terjun mengabdi di tengah-tengah masyarakat. Tetapi jumlah mahasiswa yang semakin besar menyulitkan para pengelola KKN untuk menempatkan mahasiswa di desa-desa seperti direncanakan. Disamping itu biaya hidup tambahan yang harus disediakan para mahasiswa yang mengikuti program ini meningkat, menghambat pelaksanaan program sesuai dengan dasar idealismenya. Karena itu sejak tahun lalu diperkenalkan KKN alternatif yang memberikan kesempatan pada mahasiswa mengikuti program tersebut setiap saat dengan mengaitkan pada program-program instansi/lembaga lain. Contoh kongkrit dari program KKN alternatif ini dalam skala yang agak besar adalah KKN Pemantau Pemilu 1999.

Dalam bidang Kemahasiswaan: Selama lima tahun terakhir, jumlah kegiatan kemahasiswaan dapat dikatakan tetap, hanya pada tahun 1997 naik dengan tajam yang kemudian turun lagi pada angka yang hampir tetap.

Meskipun demikian, prestasi yang diperoleh dalam kegiatan kemahasiswaan di tingkat wilayah nasional dan internasional cenderung naik terus selama lima tahun terakhir ini.
Pemberian dan pencarian beasiswa untuk membantu mahasiswa juga menjadi perhatian utama mengingat kemampuan ekonomi mahasiswa secara rata-rata menurun akibat krisis ekonomi nasional yang berkepanjangan. Perbandingan jumlah penerima beasiswa dibandingkan jumlah keseluruhan mahasiswa cenderung naik selama 10 tahun terakhir ini. Kondisi ini dipertahankan dan di masa depan diharapkan akan lebih banyak beasiswa tersedia bagi mahasiswa, terutama melalui beasiswa yang disediakan oleh UGM sendiri dengan menambah dana abadi yang digunakan untuk beasiswa dan memanfaatkan kebijakan cross-subsidy dari mahasiswa untuk mahasiswa.

Hadirin yang saya hormati, Dalam bidang Kerjasama: Selama 10 tahun terakhir ini, Universitas Gadjah Mada telah melakukan banyak kegiatan kerjasama. Jumlah kegiatan kerjasama luar negeri naik turun, sedangkan jumlah kegiatan kerjasama di lingkup nasional terus meningkat. Di masa depan, bila krisis ekonomi bisa diatasi, diharapkan kerjasama internasional dapat lebih meningkat.

Wilayah perkotaan Yogyakarta terkenal sebagai kota pendidikan. Di wilayah ini, Universitas Gadjah Mada berada bersama-sama puluhan perguruan tinggi yang lain. Untuk itu, UGM telah lama menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi yang lain. Kemitraan antara UGM dengan perguruan tinggi swasta, misalnya, dilaksanakan dengan meminjamkan tenaga pengajarnya. Sebagai akibat program pemerintah bahwa PTS secara bertahap harus memenuhi tenaga pengajarnya sendiri, maka jumlah staf pengajar UGM yang membantu PTS cenderung menurun.

Para Anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, Dalam hal Peningkatan Manajemen, secara umum dapat dilaporkan bahwa: Dengan semakin banyak dan beragamnya mahasiswa serta permintaan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kepakaran maupun profesi telah mendorong universitas untuk memperluas unit organisasi yang ada. Seiring dengan itu –mengacu pada paradigma manejemen pendidikan tinggi yang mencakup otonomi, akreditasi, evaluasi, akuntabilitas menuju kualitas yang berkelanjutan atau dikenal dengan tetrahidron– peningkatan profesionalisme management pendidikan terus ditingkatkan. Memperlebar unit di rektorat (yaitu dengan mengangkat PR IV, PR V, Asisten PR I), pembentukan Unit Pelaksana Teknis, pengembangan manajemen menuju Total Quality Management (TQM), pengembangan instrumen evaluasi pendidikan menuju Quality Assurance yang berkelanjutan, pengiriman staf edukatif dan non-edukatif pada berbagai pelatihan untuk meningkatkan profesionalisme manajemen, merupakan beberapa contoh yang telah dilakukan.
Dalam bidang: Manajemen Sumberdaya Manusia Kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia telah dan terus ditingkatkan dengan pesat sejak semua fakultas bisa bersatu menjadi satu kampus. Seiring dengan meningkatnya jumlah mahasiswa dan kepercayaan masyarakat terhadap universitas, pembenahan ke arah kualitas sumberdaya manusia terus dilakukan. Jumlah staf pengajar yang berpendidikan sampai dengan S-1, selama 10 tahun terakhir ini, menurun dengan tajam. Di lain pihak, jumlah staf pengajar yang bergelar S-2 atau S-3 terus bertambah. Hal ini menunjukkan komitmen UGM dalam meningkatkan, kualitas sumberdaya manusianya dalam memberikan layanan terbaik bagi mahasiswa.

Dalam melaksanakan manajemen, pendidikan tinggi, diperlukan pula dukungan staf non-edukatif. Pada masa lalu, jumlah staf non edukatif lebih banyak, tapi selama 10 tahun terakhir ini, cenderung terjadi keseimbangan antara jumlah staf edukatif dengan staf non-edukatif.

Dalam bidang Manajemen Keuangan: Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa dukungan finanslal dari Pemerintah untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi sangatlah terbatas. Walaupun demikian. berbagai cara untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan maupun meningkatkan pendapatan melalui berbagai bentuk revenue generating activities telah dan terus dikembangkan. Dari sisi lain, dikenalkannya sistem internal auditing akhlr-akhir ini merupakan salah satu cara untuk mengembangkan transparansi dan akuntabilitas dalam hal keuangan agar dana yang terbatas dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya secara efisien dan efektif.
Selama 5 tahun terakhir ini, anggaran rutin yang diterima UGM meningkat sedikit demi sedikit, sedangkan anggaran pembangunan naik-turun. Selain itu, penerimaan dana yang berasal dari masyarakat meningkat.

Hadirin yang saya hormati, Dalam bidang: Manajemen Sarana-Prasarana Dana dari Pemerintah Pusat dan dari universitas sendiri yang telah diinvestasikan dalam bentuk fasilitas sarana fisik yang berupa gedung untuk kegiatan akademik maupun non-akademik, peralatan laboratorium, perpustakaan maupun teknologi komunikasi meningkat tajam sejalan dengan pesatnya jumlah mahasiswa. Dengan fasilitas yang relatif memadai diikuti dengan semakin meningkatnya reputasi di skala nasional dan internasional serta suasana kondusif kota Yogyakarta untuk belajar telah menarik minat mahasiswa di lingkup nasional dan juga internasional untuk belajar di UGM. Secara bertahap, fasilitas fisik akan ditingkatkan sejalan dengan kebutuhan iptek agar dalam menjalankan tugas Tri Dharma, UGM tidak ketinggalan zaman. Tentu saja harus diperhatikan bahwa setiap peningkatan sarana dan prasarana fisik membawa konsekuensl meningkatnya biaya pemeliharaan yang harus ditanggung universitas.
Dalam bidang: Manajemen Informasi Aset informasional untuk menunjang pendidikan tinggi antara lain berupa pustaka, akses internet dan sistem informasi terkomputerkan. Perkembangan jumlah buku dan jurnal di perustakaan dari tahun ke tahun hampir dapat dikatakan tetap. Koleksi pustaka buku dan majalah yang semakin mahal akan diimbangi dengan koleksi perpustakaan elektronik walaupun biaya infrastrukturnya sangat mahal. Perpustakaan adalah tulang punggung universitas, karena itu manajemen perpustakaan harus terkait erat dengan manajemen universitas.
Sementara itu akses internet, meskipun selama tiga tahun terakhir menaik, di masa depan akan mendapat perhatian yang lebih besar. Semua program ini dilakukan demi meningkatkan daya saing UGM di Era Informasi.

Para Anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, Dalam hal: Tanggung jawab Sosial dan Moral: UGM lahir dalam kancah perjuangan dan komitmen dalam pengembangan kemasyarakatan yang melekat abadi dalam jiwa universitas telah menjadikan sumber inspirasi dalam mengembangkan berbagai program sebagai wujud rasa tanggung jawab sosial universitas. Peningkatkan pelayanan profesi baik lewat masing-masing fakultas maupun melalui unit-unit kerja yang lain, pemberian beasiswa yang terus meningkat, program PBUD/PBAD, adalah beberapa contoh wujud tanggung jawab sosial yang telah dan terus akan dilakukan.

Sebagai rasa tanggung jawab moral atas situasi bangsa dan negara menghadapi krisis di segala bidang yang menjurus pada terpuruknya kehidupan bangsa, seluruh civitas akademika UGM bersama-sama dengan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mempercepat proses reformasi, terutama saat-saat menjelang pergantian rejim Orba hingga terbentuknya pemerintahan baru yang lebih demokratis. Salah satu yang dilakukan adalah membuat pernyataan Universitas Gadjah Mada yang ditandatangani oleh Rektor UGM pada tanggal 19 Mei 1998.

Para anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, Sampailah saatnya saya akan menyampaikan Bagian yang Ketiga, yaitu:Pandangan ke masa depan. Masa depan kita akan penuh tantangan. Kita akan memasuki Milimum ketiga dengan Era Informasinya, dalam suasana Otonomi Perguruan Tinggi dan Otonomi Daerah. Untuk menyongsong masa depan, ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian kita semua, yaitu: kemandirian universitas, wawasan internasional, dan tanggungjawab kita dalam mendidik kangsa.

Pandangan pertama berkaitan dengan: Kemandirian universitas, yang ini berarti UGM di masa depan perlu berperan:

Pertama, sebagai Universitas negeri yang mandiri dalam pengelolaan serta mandiri dalam menentukan langkah dan program pendidikan bangsa ke depan.
Dan kedua, berperan sebagai universitas yang menghasilkan lulusan berwawasan kemandirian dalam menghadapi milenium baru dan dinamika paradigma pendidikan bangsa yang selalu terbaharui.

Bila dulu dalam masa perjuangan, UGM berdiri dalam rangka menghasilkan lulusan untuk mengisi “kekosongan birokrasi” bangsa, maka UGM di masa depan, akan menjadikan lulusannya mampu secara kompetitif mengisi dan berperan sebagai generasi mandiri dalam mencipta lapangan kerja sendiri yang inovatif, kreatif dan berguna bagi masyarakat luas. Berkaitan dengan ini, maka ssebagai salah satu langkah ke depan, maka UGM akan menterjemahkan dan memanfaatkan peluang academic freedom. Dalam hal ini, Kurikulum Nasional sudah barang tentu akan ditinjau kembali dalam konteks peran-peran UGM di masa mendatang. Paradigma pendidikan yang akan kita temui di masa depan diperkirakan akan lebih memberi peluang pengembangan pendidikan secara kontekstual, menempatkan “kurikulum atraktif dan proses pembelajaran pro-aktif” dan menjadi bagian pengembangan UGM dalam membentuk lulusan yang mandiri dan kompetitif.

Hadirin Yang saya hormati, Pandangan kedua berkaitan dengan: Wawasan Internasional, Bagi UGM di masa depan, wawasan internasional berarti membuka wawasan lulusan sebagai komponen anak bangsa secara lebih luas menembus batas lokal dan nasional serta menempatkan diri sebagai masyarakat global.
Selain itu, UGM perlu mengembangkan “persyaratan-persyaratan”(requirement)yang khas dari “cara-cara berpikir” lulusan agar diterima menjadi bagian dari masyarakat internasional.

Keutamaan pengembangan wawasan internasional ini perlu dimulai dari re-interpretasi kurikulum, re-organisasi program pembelajaran pada penciptaan pengkondisian proses pembelajaran berwawasan internasional, dan re-standarisasi persyaratan-persyaratan lainnya agar lulusan menjadi mandiri dan kompetitif di segala tingkat wawasan. Selain itu, peningkatan persentase jumlah mahasiwa asing, kelas-kelas internasional, visiting professor, dan lain-lain, akan menjadi pilihan-pilihan yang perlu dipertimbangkan dalam rangka memberikan wawasan internasional bagi lulusan kita.

Para anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, Pandangan ke masa depan yang ketiga berkaitan dengan:

Pertanggungjawaban kita sebagai universitas “pendidik bangsa”
UGM secara berkelanjutan perlu tetap berpartisipasi secara aktif dalam mengkaji masalah-masalah bangsa dan kenegaraan melalul tanggung jawab Universitas Gadjah Mada sebagai moral force dalam mempertautkan akal sehat dan hati nurani dalam rangka pendidikan bangsa.

Selain itu, UGM perlu tetap mempertahankan komitmennya dalam menerima mahasiswa dari daerah manapun, dari seluruh pelosok Nusantara. Komitmen UGM ini akan memberi sumbangan dalam membangun bangsa.

UGM perlu semakin meningkatkan pendidikan lintas eksakta-non eksakta atau multi -disipliner, dalam rangka meningkatkan kepedulian nurani lulusan terhadap setiap masalah bangsa tanpa terkotak oleh kepicikan suatu bidang ilmu tertentu.

Para anggota Senat dan hadirin yang saya hormati, Sebagai akhir laporan saya, yang sekaligus merupakan penutup Rapat Senat Terbuka ini, saya sampaikan putusan Senat bahwa Universitas Gadjah Mada dengan ini memberikan penghargaan Alumni Terkemuka 50 tahun UGM, kepada Sultan Hamengku Buwono X atas prestasi-prestasinya selama ini. Selain itu, Anugerah Hamengku Buwono IX tahun ini diberikan kepada yang terhormat Prof Makaminan Makagiansar, M.A., Ph.D. sebagai pilihan tim Senat Universitas Gadjah Mada.

Atas nama anggota Senat, segenap warga UGM, dan saya pribadi beserta isteri, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan selamat kepada Sultan Hamengku Buwono X dan Prof. Dr. Makaminan Makagiansar, yang pada pagi ini diwakili oleh putera beliau Rizano Lukman,S.E berhubung beliau sedang menjalani perawatan kesehatan di Amerika Serikat.

Akhirnya, saya mohon do’a restu dari para hadirin yang terhormat, agar dalam melaksanakan tugas memimpin Universitas Terbesar di Indonesia ini dalam Era Reformasi dan millenium baru, selalu dianugerahl limpahan rahmat dan hidayat dari Allah Subhanahu wa Taala, dan selalu dalam lindungan-Nya, sehingga dapat mencapai keinginan untuk mensukseskan pembangunan masyarakat baru.
Marilah kita berdoa agar kita selalu diberi perlindungan, kekuatan, kesantunan, dan kearifan dalam melaksanakan tugas pengabdian kdpada masyarakat, bangsa dan negara.
Semoga Allah yang Maha Kuasa selalu melimpahkan Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh. Yogyakarta, 20 Desember 1999

Rektor,
Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Aplikasi Ilmu Statistika di Fakultas Psikologi
Pendidikan Jadi Kunci Bonus Demografi
Psyicologi Sebagai Ilmu Pengetahuan dan Hari Depan
Podcast Ceramah Prof. Achmad Baiquni Tentang Kosmologi
Pembangunan Menuju Bangsa Yang Maju Dan Mandiri
Ut Taxonomian Defendamus
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 31 Juli 2021 - 17:11 WIB

Aplikasi Ilmu Statistika di Fakultas Psikologi

Jumat, 31 Maret 2017 - 07:50 WIB

Pendidikan Jadi Kunci Bonus Demografi

Senin, 19 April 2010 - 14:54 WIB

Psyicologi Sebagai Ilmu Pengetahuan dan Hari Depan

Jumat, 1 Januari 2010 - 04:04 WIB

Podcast Ceramah Prof. Achmad Baiquni Tentang Kosmologi

Senin, 20 Desember 1999 - 21:25 WIB

Pidato Rektor pada Peringatan 50 Tahun UGM

Sabtu, 15 April 1995 - 06:58 WIB

Pembangunan Menuju Bangsa Yang Maju Dan Mandiri

Rabu, 22 Maret 1995 - 06:49 WIB

Ut Taxonomian Defendamus

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB