Jumat pekan ini, Kementerian Lingkungan Hidup akan mengumumkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan yang lebih dikenal sebagai Proper. Tanpa gembar-gembor berlebihan, program penilaian kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan ini ternyata sudah berlangsung lima belas tahun, meski dengan beberapa kali jeda terkait kondisi dalam negeri.
Proper bisa dikatakan sebagai instrumen kebijakan lingkungan yang bekerja melalui mekanisme insentif dan disinsentif, berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang mengutamakan peraturan, penegakan hukum, maupun instrumen ekonomi. Tidak mengherankan bila peserta Proper terus meningkat.
Tahun ini (2009-2010), Proper diikuti oleh 689 perusahaan dari berbagai sektor: pertambangan, agroindustri, manufaktur, dan jasa. Jumlah ini sudah jauh meningkat dibanding pertama kali diberlakukan dengan nama Proper Prokasih (1995-1998) yang cuma diikuti 43 peserta atau 85 peserta ketika program ini dimulai lagi tahun 2002-2003.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perjalanan panjang Proper menunjukkan, perusahaan-perusahaan yang baru mulai ikut umumnya mendapat nilai kurang, sedangkan yang sudah ikut nilainya terus meningkat. Bisa diartikan, pendampingan oleh tim teknis berlangsung efektif dan sebaliknya perusahaan juga mau terus belajar.
Namun, yang paling menggembirakan tentu saja adalah Proper telah mengubah cara perusahaan berproduksi, mengelola lingkungan, dan terutama dalam berinteraksi dengan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, perusahaan peserta Proper setelah dinilai oleh tim teknis Kementerian Lingkungan Hidup akan dikategorikan dalam lima peringkat. Emas, yang tertinggi, mensyaratkan konsistensi keunggulan dalam proses produksi dan bisnis sehingga lingkungan alam dan masyarakat terjaga. Hijau berarti telah mengelola lingkungan lebih dari yang disyaratkan. Biru, mengelola lingkungan sesuai persyaratan. Merah, mengelola lingkungan, tetapi belum sesuai persyaratan, serta terendah hitam yang lalai tidak memenuhi persyaratan dan mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Meski untuk sampai ke peringkat baik banyak syaratnya, perusahaan peserta Proper rata-rata berusaha mengejar nilai tinggi. Dibukanya masa sanggah untuk menyampaikan keberatan dan dibentuknya Dewan Pertimbangan Proper dari berbagai unsur masyarakat turut membangun keterbukaan dan keadilan penilaian program ini.
Antusias
Sepanjang proses penilaian Proper, bagaimana antusiasme peserta bisa dilihat. Banyak pimpinan tertinggi perusahaan menyempatkan diri datang saat presentasi untuk nominasi peringkat hijau.
Apalagi bila masuk nominasi peringkat emas. Beberapa perusahaan yang dikunjungi lagi untuk verifikasi tidak hanya memamerkan program-program unggulan, tetapi juga mengerahkan masyarakat peserta program pengembangan komunitas.
Harus diakui, ada begitu banyak temuan— sederhana maupun canggih—dari berbagai perusahaan peserta Proper. PT Adaro Indonesia di Kalimantan, misalnya, selain mengefisienkan penggunaan air dan energi, produsen batu bara terbesar di Indonesia ini juga menggunakan limbah oli bekas untuk campuran bahan peledak. PT Holcim Indonesia, industri semen yang beroperasi di Cilacap, Jawa Tengah, bisa memanfaatkan air permukaan—air hujan dan limbah rumah tangga—untuk proses produksinya.
Apalagi bila kemudian menyangkut program pengembangan komunitas. Perusahaan peserta Proper tidak hanya kreatif, tetapi juga peka terhadap kebutuhan masyarakat di sekitar perusahaannya.
Sebutlah PT Badak Natural Gas Liquefaction. Perusahaan gas alam di Bontang, Kalimantan Timur, ini berhasil mengembangkan sistem keuangan mikro untuk mengembangkan bisnis rakyat.
PT Chevron Geothermal Indonesia, perusahaan panas bumi yang berlokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, bahkan mengembangkan kemampuan berbisnis masyarakat setempat. Setelah dibekali ilmu—bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran—mereka bisa ikut tender proyek-proyek PT Chevron maupun perusahaan lain.
Citra perusahaan
Mekanisme insentif bagi perusahaan yang taat tidak hanya citra perusahaan yang baik dan peduli, tetapi juga mempermudah mereka mendapatkan kredit bank. Melalui peraturan Gubernur Bank Indonesia, Proper menjadi sumber informasi penilaian risiko lingkungan calon kreditor. Beberapa bank bahkan sudah terhubung dengan penilaian Proper, seperti Bank BNI, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Danamon.
Sebaliknya, disinsentif tidak hanya berupa sulit mendapat kredit bank, tetapi juga sulit menembus pasar ekspor dan beperkara di pengadilan. Menurut MR Karliansyah, Ketua Tim Teknis Proper yang juga Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran, perusahaan yang berperingkat hitam akan diajukan ke meja hijau.
Kita boleh bangga, Proper yang digagas oleh Nabiel Makarim, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sudah diakui Bank Dunia dan diadaptasi beberapa negara, seperti Filipina, India, China, Mesir, Meksiko, dan Kolombia. Pemerintah Filipina bahkan sudah selangkah lebih maju dengan menggelar pameran perusahaan-perusahaan yang taat, Agustus lalu.
Karena itu, Proper tidak boleh berhenti sampai di sini. Agar ke depan lebih efektif, jumlah peserta harus mencapai critical mass paling tidak 5.000 perusahaan dan berintegrasi tidak hanya dengan perbankan, tetapi juga perpajakan lingkungan. Proper harus bisa menjadi clearing house informasi lingkungan bagi yang membutuhkan.
Semua itu tentu tidak mudah mengingat keterbatasan sumber daya manusia dan dana yang tersedia. Namun, melihat perjalanan Proper yang terus meningkat dan respons perusahaan pesertanya, bolehlah kita optimistis. Paling tidak, bangsa ini punya karya nyata yang membanggakan. [OLEH AGNES ARISTIARINI]
Sumber: Kompas, Rabu, 24 November 2010 | 04:54 WIB
——————
Tahun ini 47 perusahaan mendapat peringkat hitam Program Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebanyak 24 perusahaan di antaranya berada di peringkat hitam dua tahun berurutan.
”Perusahaan yang masuk hitam akan diproses secara hukum agar ada efek jera bagi perusahaan pelanggar aturan lingkungan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta di Jakarta, Jumat (26/11), dalam kesempatan pengumuman hasil penilaian Program Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Peringkat hitam diberikan kepada perusahaan yang sengaja mencemari atau merusak lingkungan atau tidak mematuhi sanksi administratif atas pelanggaran pada periode sebelumnya.
Sementara itu, PT Holcim Indonesia Tbk-Cilacap Plant, Cilacap, Jawa Tengah, dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd Unit Panas Bumi Darajat, Garut, Jawa Barat, mendapat peringkat emas. Kedua perusahaan itu mengungguli 688 perusahaan lainnya. Gusti menyatakan, jumlah perusahaan naik dari 627 perusahaan pada 2009 menjadi 690 perusahaan pada 2010.
Peringkat emas diberikan kepada perusahaan dengan pengelolaan LH terbaik, diikuti peringkat hijau, biru, dan merah.
Sebanyak 604 peserta mengikuti penilaian tahun lalu dan 73 perusahaan peringkatnya turun. Salah satunya PT Kaltim Prima Coal yang turun dari peringkat hijau ke merah. Deputi Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLH Karliansyah menyatakan, tak ada perubahan cara penilaian tahun ini, yaitu mengukur baku mutu air, udara, dan limbah.
Ketua Dewan Pertimbangan Proper Prof Dr Ir Surna Djajadiningrat meminta pemerintah mengawasi perusahaan penanaman modal asing (PMA) di peringkat merah, yaitu yang melanggar perundangan lingkungan. ”Chevron Geothermal Indonesia Ltd Unit Panas Bumi Darajat, misalnya, di peringkat emas, tetapi perusahaan Chevron lainnya bisa berbeda,” ujarnya.
Kelompok usaha Chevron di peringkat merah adalah Chevron Indonesia Co Daerah Operasi Bagian Utara, Chevron Indonesia Company Lawe-lawe di Kalimantan Timur, PT Chevron Pacific Indonesia-Sumatera Light North di Riau, dan Chevron Pacific Indonesia-Heavy Oil di Riau.
Sementara peringkat emas PT Holcim Indonesia Tbk-Cilacap mengundang kritik. Tokoh Kelurahan Tambakreja, Parno Adi (70), mengatakan, wakil warga mengadukan PT Holcim kepada KLH di Jakarta, Rabu (24/11).
”Kami meminta KLH menghentikan penambangan kapur di Pulau Nusakambangan. Kami takut peledakan karang untuk tambang Holcim akan menenggelamkan pulau. Nusakambangan adalah pelindung Cilacap saat tsunami Pangandaran, 17 Juli 2006,” kata Parno saat dihubungi, Jumat. (ROW)
Sumber: Kompas, Sabtu, 27 November 2010 | 04:44 WIB