Perkuat Regulasi Moratorium

- Editor

Senin, 18 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seluruh Hutan yang Tersisa Perlu Dilindungi
Rencana Presiden Joko Widodo menghentikan sementara atau moratorium perkebunan kelapa sawit dan tambang disambut positif pegiat lingkungan. Agar efektif, Istana diminta belajar dari pengalaman penerapan moratorium izin kehutanan sejak 2011 yang hanya sedikit menekan deforestasi dan degradasi lahan.

Bahkan, sejumlah temuan menunjukkan, Instruksi Presiden tentang Moratorium Izin Kehutanan yang berlangsung dua tahunan itu terkesan dimanfaatkan celahnya bagi konversi hutan. Misalnya, pengusaha dan penerbit izin berlindung di balik celah pengecualian moratorium pada izin yang diterbitkan sebelumnya, seperti izin prinsip dan lokasi.

Peta Indikatif Penundaan Penerbitan Izin Baru yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setiap enam bulan sekali pun cenderung terjadi pengurangan kawasan hutan. Dalihnya, menurut verifikasi di lapangan, untuk kawasan itu telah terbit izin hak guna usaha (HGU) atau perkebunan dari pemerintah daerah atau Badan Pertanahan Nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Moratorium itu jangan ada pengecualian karena akan menjebak pemerintah sendiri. Instruksi moratorium ini semestinya berlaku juga terhadap izin yang masih berstatus izin prinsip atau izin lokasi agar jadi momentum atau titik balik perbaikan lingkungan di Indonesia,” kata Zenzi Suhadi, Manajer Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Minggu (17/4), di Jakarta.

Jika izin prinsip tambang atau izin lokasi perkebunan masih diproses untuk ditingkatkan, moratorium tak akan efektif. Hal itu karena daratan Indonesia sudah dibagi habis dalam bentuk izin dengan berbagai status tingkatan izin. Misalnya, Kalimantan yang memiliki luas daratan 53 juta hektar, sekitar 47 juta hektar di antaranya telah dibebani izin.

“Kalau moratorium ini berlaku terhadap wilayah dan proses, maka beban izin di Kalimantan atau ancaman deforestasi dapat dikurangi, berapa selisihnya dari 47 juta hektar yang telah ada. Itulah jasa baik Presiden Jokowi terhadap lingkungan Kalimantan, begitu juga di pulau-pulau lain,” ujarnya.

Perluas cakupan
Secara terpisah, Kepala Greenpeace untuk kampanye global hutan Indonesia, Kiki Taufik, berharap, pernyataan moratorium sawit dan tambang oleh Presiden Joko Widodo memperluas cakupan kebijakan moratorium sebelumnya. Moratorium izin sejak 2011 hanya mencakup izin-izin pada hutan primer dan gambut.

“Masih banyak wilayah hutan yang masuk dalam konsesi saat ini, jadi akhir dari ekspansi kelapa sawit harus melindungi seluruh hutan yang tersisa di mana pun berada, termasuk di dalam konsesi,” katanya.

Sayangnya, pengumuman moratorium oleh Presiden Joko Widodo saat seremoni di Kepulauan Seribu, 14 April 2016 (Kompas, 15/4), tidak memperjelas lebih rinci rencana tersebut. Dalam situs resmi Sekretariat Negara, 14 April 2016, pun tidak dicantumkan kejelasan detail rencana itu.

“Pengumuman kemarin tidak memperjelas apakah moratorium akan diterapkan di konsesi yang belum ditanam. Sebab, banyak perusahaan memiliki komitmen nol deforestasi,” ujarnya.

Greenpeace juga berharap pengumuman Presiden Jokowi atas moratorium izin pertambangan bisa secepatnya dituangkan dalam bentuk peraturan presiden berkekuatan hukum mengikat. Sebab, jika masih dalam format instruksi presiden seperti beberapa tahun lalu, hal itu tak memiliki sanksi hukum bagi pelanggarnya.

Terkait moratorium izin pertambangan, Hindun Mulaika, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, sejak beberapa tahun lalu, izin pertambangan diperoleh secara mudah. Penerbitan izin pertambangan itu tanpa mempertimbangkan dampak permanen kerusakan lingkungan.

“Di Kalimantan Timur, luasan areal pertambangan mencapai 75 persen dari luas provinsi. Hasil Korsup (Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi) Minerba (Mineral dan Batubara) menyimpulkan, terdapat 3.966 izin usaha pertambangan masih berstatus non clean and clear (bermasalah),” ujarnya menegaskan. (ICH)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2016, di halaman 13 dengan judul “Perkuat Regulasi Moratorium”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB