Perguruan Tinggi Asing Dongkrak Mutu

- Editor

Sabtu, 10 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kerja sama perguruan tinggi lokal dengan perguruan tinggi asing selama ini bertujuan memastikan berjalannya pendidikan calon sarjana keinsinyuran yang mumpuni. Perguruan tinggi asing diharapkan bisa membagi pengetahuan mengenai perkembangan ilmu keinsinyuran terkini dan yang dibutuhkan oleh industri berskala internasional.

“Fakultas teknik harus berinvestasi untuk peralatan laboratorium yang memadai serta pengajar yang unggul agar bisa menghasilkan sarjana keinsinyuran yang berkeahlian sesuai standar internasional,” kata Dekan Fakultas Teknik (FT) Universitas Sampoerna, Ammar Aamer, di Jakarta, Jumat (9/3), dalam pertemuan terkait kerja sama dengan Fakultas Teknik Universitas Arizona, Amerika Serikat.

KOMPAS/RIZA FATHONI–Uji Beban Simpang Semanggi – Insinyur dan sejumlah teknisi melakukan uji beban proyek pengembangan Simpang Susun Semanggi, Jakarta dengan dua truk yang totalnya bermuatan hampir 100 ton, Kamis (13/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam kerja sama tersebut, mahasiswa FT Universitas Sampoerna berkuliah dengan menggunakan kurikulum yang disusun oleh kedua perguruan tinggi. Mereka kelak akan mendapat ijazah ganda. Dalam tahun ketiga perkuliahan, mereka juga bisa memilih untuk melakukannya di Arizona.

Menurut Aamer, menggaet perguruan tinggi asing yang bermutu merupakan jalan tercepat untuk mendongkrak mutu perkuliahan. Para dosen bisa saling bertukar informasi dan pengalaman yang memberi pengayaan terhadap metode perkuliahan ataupun penelitian, baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat.

Data Persatuan Insinyur Indonesia (PII) tahun 2015 menunjukkan, Indonesia hingga tahun 2020 kekurangan 120.000 insinyur di berbagai bidang. Bahkan, jika angka tersebut dirinci, hanya ada 3.000 insinyur per 1 juta penduduk di Indonesia.

Krisis insinyur
Ini berbeda dengan Vietnam yang jumlah insinyurnya 8.000 orang per 1 juta penduduk. Bahkan, Korea Selatan yang jumlah penduduknya seperlima penduduk Indonesia memiliki 25.000 insinyur per 1 juta orang (Kompas,3 Maret 2016).

“Harus diakui bahwa sebagian kurikulum keinsinyuran Indonesia belum sepenuhnya mengikuti perkembangan zaman, baik dari segi teknologi maupun kebutuhan di industri dan masyarakat secara umum,” kata Aamer.

Hal ini berkorelasi dengan data PII yang menyebutkan, Indonesia memiliki 800.000 sarjana keinsinyuran. Namun, hanya 45 persen yang bekerja di bidangnya (Kompas,18 Mei 2016).

Oleh sebab itu, lanjutnya, walaupun mahasiswa berkesempatan untuk memanfaatkan setengah dari waktu kuliah di Arizona, mereka justru dianjurkan agar magang di Tanah Air. Aamer menuturkan, alasannya, mereka semestinya mengetahui permasalahan di negeri sendiri dan memanfaatkan ilmu yang dipelajari untuk mencari jalan keluar atas permasalahan bangsa ini.

“Belum semua industri di Indonesia berstandar internasional, tetapi ini justru lahan penelitian yang ideal bagi para mahasiswa. Mereka dituntut kritis menyikapi dan bisa merancang sistem perubahan ke arah lebih baik,” ujarnya.

Kehidupan
Kepala Departemen Sistem dan Teknik Industri Universitas Arizona Young-jun Son mengatakan, kekeliruan yang sering terjadi dalam memandang ilmu keinsinyuran ialah mengasumsikan ilmu tersebut hanya sebatas membangun infrastruktur dan menciptakan alat. Hal ini menyebabkan pendekatan ilmu keinsinyuran kaku dan terkesan sukar untuk diminati. Tujuan utama ilmu ini adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman, tertata, praktis, efisien, inklusif, dan ramah lingkungan.

“Sejatinya ilmu keinsinyuran sangat luwes karena berdasarkan kehidupan sehari-hari manusia dan alam sekitar,” katanya.(DNE)

Sumber: Kompas, 10 Maret 2018
————
Kerja Sama dengan Asing Dongkrak Mutu

–Nikos Maris, dosen tamu di Fakultas Teknik Universitas Sampoerna yang berasal dari Lousiana State University, Amerika Serikat, menunjukkan kegunaan laboratorium uji materi di Universitas Sampoerna di Jakarta, Jumat (9/3). Mendatangkan dosen tamu dari perguruan tinggi asing yang bertaraf internasional merupakan salah satu langkah untuk menggenjot mutu fakultas teknik lokal.

Kerja sama perguruan tinggi lokal dengan perguruan tinggi asing antara lain bertujuan memastikan berjalannya pendidikan calon sarjana keinsinyuran yang mumpuni. Perguruan tinggi asing diharapkan bisa membagikan pengetahuan mengenai perkembangan ilmu keinsinyuran terkini dan yang dibutuhkan oleh industri berskala internasional.

”Fakultas teknik harus berinvestasi pada peralatan laboratorium yang baik serta pengajar yang unggul agar bisa menghasilkan sarjana keinsinyuran yang berkeahlian sesuai standar internasional,” kata Dekan Fakultas Teknik (FT) Universitas Sampoerna Ammar Aameer di Jakarta, Jumat (9/3), dalam pertemuan terkait kerja sama dengan Fakultas Teknik Universitas Arizona, Amerika Serikat.

Dalam kerja sama tersebut, mahasiswa FT Universitas Sampoerna berkuliah dengan menggunakan kurikulum yang disusun kedua perguruan tinggi. Mereka akan mendapat ijazah ganda. Dalam tahun ketiga perkuliahan pun, mahasiswa bisa memilih untuk melakukannya di Arizona.

Menurut Aameer, menggaet perguruan tinggi asing yang bermutu merupakan jalan tercepat untuk mendongkrak mutu perkuliahan. Para dosen bisa bertukar informasi dan pengalaman yang memberikan pengayaan pada metode perkuliahan ataupun penelitian, baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat.

Data Persatuan Insinyur Indonesia (PII) tahun 2015 menunjukkan, Indonesia hingga tahun 2020 kekurangan 120.000 insinyur di berbagai bidang. Bahkan, jika angka tersebut diperinci, hanya ada 3.000 insinyur per 1 juta penduduk di Indonesia.

Ini berbeda dengan Vietnam yang jumlah insinyurnya 8.000 orang per 1 juta penduduk. Bahkan, Korea Selatan yang jumlah penduduknya seperlima penduduk Indonesia memiliki 25.000 insinyur per 1 juta orang (Kompas, 3 Maret 2016).

”Harus diakui bahwa sebagian kurikulum keinsinyuran Indonesia belum sepenuhnya mengikuti perkembangan zaman, baik dari segi teknologi maupun kebutuhan di industri dan masyarakat secara umum,” papar Aameer.

Hal ini berkorelasi dengan data PII yang menyebutkan, Indonesia memiliki 800.000 sarjana keinsinyuran. Namun, hanya 45 persen yang bekerja di bidangnya (Kompas, 18 Mei 2016).

Oleh sebab itu, lanjutnya, walaupun mahasiswa berkesempatan untuk memanfaatkan setengah dari waktu kuliah mereka di Arizona, mereka justru dianjurkan agar magang di Tanah Air.

Aameer menyebutkan, alasannya karena mereka semestinya mengetahui permasalahan yang ada di negeri sendiri dan memanfaatkan ilmu yang dipelajari untuk mencari jalan keluar.

”Belum semua industri yang ada di Indonesia mencapai standar internasional. Akan tetapi, ini justru lahan penelitian yang ideal bagi mahasiswa. Mereka, selain kritis menyikapi, juga dituntut bisa merancang sistem perubahan ke arah lebih baik,” tuturnya.

–Direktur Sistem Persekolahan Sampoerna Marshall Schott (kiri), Kepala Departemen Sistem dan Teknik Industri Universitas Arizona Young-jun Son (tengah), dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Sampoerna Ammar Aamer memaparkan pentingnya kerja sama perguruan tinggi di Indonesia dengan perguruan tinggi asing bertaraf internasional guna menggenjot mutu sarjana keinsinyuran di Jakarta, Jumat (9/3).

Kehidupan
Kepala Departemen Teknik dan Sistem Industri Universitas Arizona Young-jun Son menjelaskan, kekeliruan terbesar dalam melihat ilmu keinsinyuran ialah menganggap bidang tersebut hanya untuk menciptakan alat dan infrastruktur.

Ilmu keinsinyuran sejatinya bertujuan membuat kehidupan manusia lebih baik, seperti menciptakan kehidupan yang aman, teratur, efisien, dan ramah lingkungan.–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 10 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB