Purwarupa sarana navigasi otomatis pesawat terbang atau automatic dependent surveillance-broadcast (ADS-B) rancang bangun peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi siap diproduksi PT Inti. Namun, rencana itu terkendala ketiadaan regulasi terkait sertifikasi dan operasi di bandara.
Regulasi berupa keputusan menteri perhubungan itu diharapkan terbit tahun ini. Menurut Direktur Pusat Teknologi Elektronika BPPT Yudi Purwantoro, Jumat (24/6), di Jakarta, untuk memproduksi dan mengaplikasikan ADS-B, perlu putusan menteri yang mengatur sertifikasi ADS-B rancang bangun BPPT.
Selain itu, perlu regulasi yang mengatur izin pemakaian ADS-B, khususnya untuk ketinggian di bawah 29.000 kaki (sekitar 8,83 kilometer). Selama ini, izin hanya untuk ketinggian di atas 29.000 kaki. “Sambil menanti regulasi itu, BPPT dan PT Inti menyiapkan data hasil uji coba untuk sertifikasi,” ucap Yudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam proses sertifikasi alat penerima ADS-B di bandara, bekerja sama dengan PT Inti, BPPT akan membuat purwarupa alat untuk dipasang di 6 bandara perintis di Papua. Lokasinya di jalur penerbangan antara Bandara Wamena dan Bandara Sentani.
Selama ini, bandara itu memakai komunikasi radio dengan pilot. “Itu pun saat pesawat sudah dekat landasan,” katanya.
Yudi menjelaskan, ADS-B adalah sistem navigasi berbasis satelit navigasi global positioning system untuk menentukan lokasi pesawat. Posisi itu otomatis akan dipancarkan dari sistem pemancar di pesawat, lalu diterima stasiun penerima di bandara. Lokasi pesawat itu bisa tampak di layar monitor di menara kontrol lalu lintas udara di bandara.
“Sistem ADS-B dirintis rancang bangunnya sejak 2007,” kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Hammam Riza. Itu untuk mengurangi ketergantungan produk impor. Kini, dua ADS-B buatan BPPT diuji coba di bandara di Bandung dan Semarang.
“Selama uji coba, dua prototipe itu terbukti andal dan tak kalah dengan produk asing yang digunakan di bandara di Indonesia. Dari 237 bandara, baru 31 bandara memakai ADS-B. “Sarana itu 90 persennya impor. Padahal, harganya empat kali lebih mahal daripada buatan dalam negeri,” ucap Hammam.
Sementara itu, sebagian besar bandara masih menggunakan komunikasi radio dengan pilot, belum ada komunikasi visual.
Selain mengembangkan alat penerima, kata Yudi, tim di Pusat Teknologi Elektronika akan merancang bangun pemancar ADS- B, sistem navigasi lalu lintas sekitar bandara. “Tahun 2019 semua sistem ADS-B ini kami harap tersertifikasi,” ujarnya. (YUN)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Penerapan Navigasi Otomatis Masih Terkendala”.