Peneliti Ukur Kadar Merkuri dari Rambut

- Editor

Rabu, 9 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam penelitian selama tujuh bulan, tim peneliti dari Indonesia dan Italia mengukur kadar merkuri pada rambut orang-orang di area pertambangan emas skala kecil. Hasil riset itu menunjukkan, meski tak terlibat langsung dalam kegiatan pertambangan, mereka tetap terpapar merkuri dalam jumlah membahayakan.

Peneliti mengumpulkan sampel rambut dari 150 orang di wilayah pertambangan emas skala kecil (PESK) di Sumbawa Barat dan Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, dalam kurun 2014-2015. Sampel terdiri atas tiga kelompok, yakni kelompok petambang 90 orang, kelompok yang tak terpapar pertambangan secara langsung (jarak 500-1.000 meter dari lokasi pertambangan) 30 orang, dan kelompok yang tak terpapar sama sekali (jarak lebih dari 5.000 meter dari pertambangan) 30 orang.

“Hanya dua sampel rambut yang menunjukkan kadar merkuri di bawah 1 ppm (bagian per juta) atau di bawah 1 miligram merkuri per 1 kilogram rambut,” kata pengajar dan peneliti pada Universita degli Studi di Bologna, Italia, Ivano Vassura, dalam seminar tentang pengukuran kadar merkuri dari rambut di area tambang emas, Senin (7/9) di Jakarta. Seminar itu digelar Kedutaan Besar Italia di Jakarta bersama Italian Institute of Culture Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hasil studi itu membuktikan merkuri bisa berpindah dalam jarak jauh di atmosfer. Padahal, merkuri membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia, antara lain bersifat toksik bagi sistem saraf, pencernaan, dan kekebalan tubuh. Kadar 1 ppm adalah batas aman kandungan merkuri sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Rambut, lanjut Vassura, dipilih karena jadi rekaman jejak yang bertahan lama terkait metabolisme normal dan abnormal serta kontaminasi lingkungan. Rambut juga mudah dikumpulkan, disimpan, dan bisa dianalisis secara cepat. Itu berbeda dengan darah yang perlu prosedur penyimpanan dan perizinan khusus untuk dibawa ke Italia.

Tambang-emas-tradisionalDalam riset itu, Vassura bekerja sama dengan peneliti muda dari Jurusan Pertanian dan Lingkungan Universitas Mataram, NTB, Maywin Dwi Asmara, yang terlibat riset dampak merkuri pada sektor PESK, terutama di wilayah sekitarnya. Maywin mendapat beasiswa untuk ikut meneliti di Italia selama tiga bulan.

Merkuri biasa dipakai petambang emas skala kecil karena praktis untuk mengolah emas. Logam berat itu berfungsi dalam proses amalgamasi untuk mengekstrak emas dari batuan. Karena amat berbahaya, pemakaian merkuri jadi perhatian global sehingga melahirkan Konvensi Minamata tentang Merkuri pada 2013, yang turut ditandatangani Indonesia. Pemerintah berkomitmen menghapus penggunaan merkuri di PESK pada 2018.

Maywin menjelaskan, ada tiga tahap pengukuran kadar merkuri pada sampel rambut, yakni membersihkan rambut, menghancurkan rambut dengan dicampur asam nitrat, lalu menganalisis merkuri. Analisis merkuri memakai MHS-15 Mercury/Hydride System terkoneksi pada Atomic Absorption Spectrometer AAnalyst 400 (PerkinElmer).

Sejauh ini, masalah merkuri pada PESK tak hanya terkait dengan riset kadar merkuri dan dampaknya, tetapi amat kompleks, termasuk soal kesejahteraan rakyat. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Peneliti Ukur Kadar Merkuri dari Rambut”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Taman di Dalam Taman

Jumat, 18 Jul 2025 - 21:45 WIB

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB