Penegakan Hukum Kunci Penanganan Limbah Beracun dan Berbahaya

- Editor

Selasa, 3 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penanganan limbah bahan beracun berbahaya yang berasal dari kegiatan industri maupun non industri di berbagai daerah belum optimal. Padahal, paparan bahan beracun bisa menurunkan kualitas kesehatan lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Untuk itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani menegaskan, penegakan hukum menjadi program prioritas penanganan sebaran bahan limbah beracun berbahaya (B3) di berbagai daerah. Kini ada 167 pengaduan kasus pencemaran limbah B3 yang masuk ke instansinya.

“Semua pengaduan warga ditindaklanjuti, 65 kasus di antaranya masuk ranah penegakan hukum pidana,” kata Ridho, di Jakarta, Selasa (2/4/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepala Sub Bidang Penyidikan Pencemaran Lingkungan Hidup KLHK Antonius Sardjanto menambahkan, dari jumlah total kasus pencemaran limbah B3 yang masuk ranah pidana, 25 kasus di antaranya dalam pengumpulan bahan di lapangan. Kasus terbanyak ialah, pencemaran limbah medis seperti terjadi di Kabupaten Cirebon dan Karawang.

Limbah dari industri besar
Limbah medis rumah sakit dibuang di Tempat Pembuangan Sampah liar di Kecamatan Panguragan, Cirebon, Jawa Barat, tahun 2017. Kasus lain ialah, cemaran limbah logam B3 di Kecamatan Sumobito dan Kesamben, Jombang, Jawa Timur. Limbah berupa antara lain, aluminium foil, kemasan makanan dan minuman dari industri di Jatim, Jakarta, Jabar, dan Banten.

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani (kiri) bersama Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Rosa Vivien, Selasa (2/4)

Limbah dari industri besar itu diolah 136 industri kecil peleburan yang ada sejak 1970, untuk menghasilkan aluminium batangan, dengan volume produksi 408 ton aluminium batangan per bulan dan menghasilkan timbunan limbah B3 1.000 ton per bulan. Limbah dari industri kecil itu tak diolah, melainkan untuk pembangunan jalan dan saluran irigasi atau tanggul sungai.

Tumpukan limbah itu mencemari air di sekitarnya, menimbulkan bau menyengat, dan mengganggu pernapasan. Karena limbah melebihi volume produksi aluminium, pihak luar diduga membuang limbah di Jombang.

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati menambahkan, pihaknya menguji mutu air dan udara di sekitar aktivitas peleburan, dan membina pelaku industri terkait pengolahan limbah B3.

“Kami bersama Kementerian Kesehatan memeriksa kondisi kesehatan pekerja dan warga sekitar peleburan. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) terkait pemanfaatan limbah untuk tanggul sungai dan jalan,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya berupaya memulihkan lingkungan yang tercemar limbah B3. Sebab limbah itu bisa memicu penyakit, mudah terbakar, rawan meledak, dan merusak lingkungan.

Masih terkait limbah B3, Dirjen Gakum Kementerian LHK Ridho mengatakan pihaknya menyelidiki kasus tumpahan minyak di perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (31/3/2018). Tim gabungan dengan kepolisian bekerja beberapa saat setelah kejadian untuk melihat sumber tumpahan minyak dan dampak tumpahan itu.

“Selain itu kami melakukan mitigasi untuk cegah meluasnya bencana seperti pemasangan oil boom yang berfungsi menetralisasi minyak,” ucapnya.–RUNIK SRI ASTUTI

Sumber: Kompas, 3 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB