Penutupan limbah logam berat jenis timbal di Cinangka, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang ditanam di dalam tanah dilakukan. Hal itu bertujuan agar masyarakat sekitar tidak terpapar limbah timbal akibat aktivitas peleburan timah dari aki bekas.
Namun, paparan timbal di udara itu masih mengancam masyarakat perkotaan. Hal itu karena di DKI Jakarta dan kota penyangga sekitar, peleburan aki bekas tersebar di 71 lokasi. Adapun isolasi limbah bahan berbahaya itu baru dilakukan di Cinangka, Kabupaten Bogor.
”Limbah timbal umumnya dari titik pengumpulan dan peleburan aki bekas. Dari 71 titik, hanya dua yang mendapat izin dari Kementerian Perdagangan,” kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin dalam acara penutupan limbah timbal bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Blacksmith Institute, Senin (9/6), di Desa Cinangka, Kabupaten Bogor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Namun, kadar timbal di tanah sekitar tetap tinggi, puluhan ribu parts per million (ppm). Padahal, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ambang batas aman 400 ppm,” kata Ahmad. Aki merupakan komponen pencatu daya dalam kendaraan yang komponen utamanya dibuat dari logam timbal. Jika masuk tubuh manusia, timbal bisa merusak sistem saraf, di antaranya menyebabkan penurunan kemampuan otak, cacat fisik pada janin, keguguran, hingga kerusakan fungsi ginjal.
”Partikel timbal tak larut di air, tapi bisa terbawa air dan diserap tanaman. Namun, dari timbal yang masuk ke tubuh, terutama anak-anak, sekitar 55 persen melalui tanah,” kata Ahmad.
Metode enkapsulasi
Di Desa Cinangka, limbah timbal ditanam di dalam tanah dengan metode enkapsulasi. Limbah yang dihasilkan usaha peleburan aki skala rumah tangga sebanyak 3.200 meter kubik itu disimpan dalam lubang raksasa berukuran 41,4 meter x 41,4 meter sedalam 6 meter. Limbah tersebut dibungkus tanah liat setebal 0,5 meter dan lapisan plastik geomembran. Setelah ditutup rata dengan tanah, lahan di atasnya dijadikan lapangan sepak bola.
Desa Cinangka adalah satu dari sejumlah lokasi yang tercemar timbal. Pada 2001, limbah timbal dari Desa Cinangka terbawa sampai ke Serpong, Banten. Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan KLH memublikasikan tingginya kadar timbal di udara di Serpong. Dari 350 hektar luas Desa Cinangka, 30 hektar tercemar.
Menurut Rasio Ridho Sani, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya Beracun, dan Sampah, meski bensin bertimbal di Indonesia dihapuskan sejak 1 Juli 2006, pencemaran timbal masih ada. ”Jika industri yang melakukan, mereka dipaksa membersihkan limbah itu. Itu ada aturannya,” kata dia.
Ia mencontohkan, Cinangka adalah lokasi penanganan limbah timbal pertama. ”Bisa jadi dulu masyarakat menolak. Penanganan timbal harus melibatkan banyak pihak,” ujarnya. (A12)
Sumber: Kompas, 10 Juni 2014