Karakteristik bencana alam kian beragam. Oleh karena itu, pemerintah tengah memutakhirkan teknologi alat yang menunjang sistem peringatan dini bencana alam sebagai langkah adaptasi jangka panjang.
Salah satu karakteristik yang berbeda dari biasanya ialah tsunami yang menghantam Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah, pada September 2018.
”Karakteristik pada umumnya, gempa tektonik yang mendahuluinya tidak dapat menyebabkan tsunami,” kata Abdul Muhari, ahli tsunami Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam rapat koordinasi tingkat Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, Rabu (16/1/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan penelitiannya, Abdul mengatakan, penyebab tsunami berasal dari longsoran permukaan bawah laut yang diakibatkan gempa tektonik. Luruhannya mencapai 5,9 meter. Imbasnya, tsunami menjalar dan sampai ke daratan dalam waktu 3-4 menit.
Oleh karena itu, sistem peringatan dini tsunami milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak dapat memberikan sinyal kepada masyarakat pada saat bencana alam itu terjadi.
”Alatnya berfungsi. Namun, sistem peringatan dini kami memiliki jeda sekitar 10 menit dari sinyal sensor,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam kesempatan yang sama.
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J–Suasana daerah Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, yang terdampak likuefaksi, Rabu (16/1/2019).
Tidak hanya tsunami, Dwikorita menyebutkan, karakteristik bencana alam di Indonesia kian beragam. Oleh karena itu, pihaknya tengah memutakhirkan teknologi dalam sistem peringatan dini yang ada di Indonesia saat ini.
Dwikorita berharap, pemutakhiran ini tidak hanya bersifat dalam waktu jangka pendek. Ia menargetkan, hingga 20 tahun ke depan, teknologi yang dimanfaatkan dalam sistem peringatan dini masih relevan dengan kondisi alam Indonesia.
Saat ini, sejumlah alat penunjang sistem peringatan dini tengah dikaji dan diuji oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi. Dwikorita mengatakan, pengkajian dan pengujian ini membutuhkan waktu 1-2 tahun.
Secara khusus, untuk sistem peringatan dini di Palu, Sigi, dan Donggala, Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi Moerwanto menyiapkan sensor-sensor yang berprinsip hidrometrik, hidrogeologi, dan hidrometeorologi. Sensor-sensor ini berfungsi memantau muka air tanah sehingga dapat menunjang peringatan dini bencana likuefaksi.
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J–Kepala BNPB Doni Monardo (berompi coklat).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyatakan, alat-alat yang menunjang sistem peringatan dini akan dijaga oleh Tentara Nasional Indonesia. Harapannya, tak ada lagi alat yang dicuri atau dirusak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Doni juga menekankan pentingnya literasi teknologi sebagai salah satu unsur kesiapsiagaan bencana karena dapat memprediksi gejala alam. ”Alam tidak mungkin dilawan. Namun, adanya pendidikan dan pengetahuan yang tepat terkait kebencanaan menunjang kesiapsiagaan masyarakat,” ujarnya.
Beriringan dengan pemutakhiran teknologi, Doni mengingatkan, kesadaran masyarakat untuk siap siaga menghadapi bencana alam harus dibangun. Salah satu bentuk pendekatan untuk membangun sikap kesiapsiagaan ini ialah melalui tokoh masyarakat setempat.–M PASCHALIA JUDITH J
Editor EMILIUS CAESAR ALEXEY
Sumber: Kompas, 17 Januari 2019