Pemanfaatan Mikroorganisme; Jamur, Kunci Pertumbuhan Pinus

- Editor

Kamis, 25 Juli 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tanpa jamur di media tanah, pinus tak akan tumbuh baik. Batang pinus bisa lambat tumbuh, kerdil, bahkan mati. Peran jamur sangat penting bagi pinus untuk menyerap unsur hara dari tanah.

Seperti umumnya tumbuhan lain, pinus membutuhkan bantuan mikroorganisme untuk tumbuh baik. Hal itu karena tanaman memerlukan tiga unsur hara penting, yakni nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Ketersediaan tiga unsur ini memerlukan aktivitas mikroba.

Unsur N tersedia melimpah di udara, setidaknya 70 persen kandungan udara. Namun, N di udara tak bisa langsung dimanfaatkan tanaman sebelum diserap mikroba. Pemberian organisme mikro seperti jamur, bakteri, bahkan virus membantu pertumbuhan hingga merangsang perbungaan/perbuahan. Pada tumbuhan berkayu seperti pinus, jamur berperan mempercepat pertumbuhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Indonesia, pinus (Pinus merkusii) terdapat di tiga wilayah Sumatera, yaitu pinus strain Aceh, Tapanuli, dan Kerinci. Di Jawa, awam sering salah mengira cemara gunung (Casuarina junghuniana) yang tumbuh subur di pegunungan sebagai pinus.

Keberadaan pinus di kalangan konservasionis sering dituding sebagai tumbuhan rakus air. Serasah daun jarumnya sangat lambat terdekomposisi dan mengandung zat alelopati yang menghambat pertumbuhan tanaman di sekitarnya.

Pinus mengalami ancaman serius di habitat alaminya berupa gangguan kebakaran hutan, penebangan pohon tanpa izin, dan perambahan hutan untuk membangun kebun. Strain-strain pinus, terutama di Indonesia, seyogianya segera diselamatkan. Selain alasan biodiversitas, pinus juga menghasilkan produk bernilai ekonomi.

Meski berasal dari Sumatera, pengembangan hutan produksi pinus berkembang pesat di Pulau Jawa, dikelola oleh Perum Perhutani. Diperkirakan perlu lebih dari 30 juta bibit pinus per tahun untuk ditanam di Jawa.

Selain menghasilkan kayu, batang pinus bisa disadap untuk mendapatkan getah yang sering disebut gondorukem (resin). Gondorukem Perhutani berkualitas bagus, lebih tahan panas, lebih lengket, dan wangi sehingga China, produsen terbesar di dunia, masih membutuhkan pasokan gondorukem Indonesia.

Negara tujuan ekspor gondorukem antara lain India, Taiwan, Belanda, Pakistan, dan Turki. Gondorukem diolah lebih lanjut menjadi glicerol rosin ester, alpha pinene, betha pinene, limonene, cineol, dan alpha terpineol sebagai bahan baku industri batik, kosmetik, farmasi, parfum, makanan-minuman, perekat, kertas, cat, dan tinta.

Perum Perhutani yang menguasai hutan-hutan produksi di Jawa dan Madura menjadi produsen gondorukem terbesar di Indonesia dan peringkat kedua dunia setelah China.

Kebutuhan industri akan gondorukem yang semakin besar membuat hutan pinus yang berkualitas sangat dibutuhkan.

Untuk meningkatkan pertumbuhan pinus, ditingkatkan simbiosis akar yang berfungsi menyerap unsur hara dengan jamur mikoriza yang meningkatkan penyerapan unsur hara.

Cara tradisional, mikoriza diambil dari tanah di lantai hutan pinus. Alasannya, di dalam tanah sekitar pinus dewasa terdapat spora mikoriza alami.

Cara yang diterapkan sejak zaman Belanda ini berisiko salah ambil tanah yang tercampur jamur penyakit akar, seperti Phytopthora dan Phytium. Bibit pinus yang tertular dua jenis jamur itu bisa layu dan mati.

Fungsi dan peran mikoriza pada pinus adalah memperkuat mutu bibit di persemaian. Tanpa kehadiran mikoriza pada akar pinus, bisa timbul penyakit lodoh dan penyakit karat daun, yang menyerang jutaan bibit pinus di tingkat pembibitan.
Produk mikoriza

Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) Kementerian Kehutanan bersama Perum Perhutani menguji coba produk mikoriza murni di kebun pinus seluas 15 hektar di Majenang, Muria, Pati Ayam, dan Ponorogo. Hasilnya, pinus tumbuh lebih cepat.

Dari hasil evaluasi 15 tahun (2008-2013), pinus tumbuh sangat baik dibandingkan dengan prosedur yang dilakukan Perum Perhutani selama ini.

Jenis mikoriza yang diterapkan adalah Pisolithus arhizus dan Scleroderma columnare. Spora Pisolithus dan Scleroderma bisa diamati dengan jelas di bawah mikroskop elektron, berjumlah 1,1 juta spora per miligram. Spora mikoriza bisa dibuat suspensi, kapsul, dan tablet.

Setiap bibit cukup diinokulasi satu tablet berisi 1 miligram spora agar tanaman menjadi kuat dan tumbuh pada kondisi lahan yang serba terbatas di hutan tropis yang terdegradasi. Jamur ini bisa meningkatkan pertumbuhan meranti, ekaliptus, dan pinus.

Selain Pisolithus dan Scleroderma, ada jenis Rhizopogon yang tidak mudah ditemukan tubuh jamurnya, tetapi populasinya berlimpah dan bersimbiosis sangat efektif dengan pinus. ”Ketiga jenis jamur ini sudah terkenal di dunia dan diaplikasikan untuk reforestasi di lahan-lahan pascatambang, lahan kering, dan bahkan gurun pasir,” kata Maman Turjaman, peneliti Puskonser di Bogor.

”Pengembangan pabrik inokulan mikoriza di Indonesia sangat dimungkinkan karena pengguna produk ini cukup banyak, baik perusahaan swasta maupun Kementerian Kehutanan yang tiap tahun menggerakkan penanaman satu miliar pohon di Indonesia,” kata Kepala Puskonser Adi Susmianto.

Aplikasi mikoriza cukup satu kali saat bibit tanaman mulai berkecambah di persemaian.

”Setelah itu mikoriza berkembang pesat di akar tanaman dan membantu penyerapan unsur-unsur nutrisi penting yang diperlukan oleh pinus mulai di pembibitan sampai skala lapangan,” kata Erdy Santoso, peneliti senior dari Puskonser.

Oleh: Ichwan Susanto

Sumber: Kompas, 24 Juli 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 53 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB