Pameran Air Hujan; Mengubah Ancaman Menjadi Berkah

- Editor

Rabu, 1 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di belantara gedung dan beton perkotaan, air hujan yang berlimpah kian sulit meresap ke tanah, terus-menerus menggenang, hingga akhirnya mendatangkan banjir. Tak banyak masyarakat yang sadar, air hujan ternyata sumber air bersih yang selama ini sering disia-siakan, bahkan dianggap sebagai ancaman, ternyata sumber berkah yang luar biasa.
Kesadaran baru terhadap berkah air hujan ini disampaikan kelompok Laboratorium (Lab) U3060A melalui pameran Titik Balik Evolusi Budaya Air Hujan di Bentara Budaya Jakarta pada 31 Maret-2 April 2015. Pameran dibuka Ibu Sinta Nuriyah Wahid. Lab U3060A yang diprakarsai rohaniwan V Kirjito Pr ini meneliti air hujan secara swadaya.

1504108memanen-hujan-untuk-air-bersih780x390“Penelitian kami membuktikan, air hujan adalah air suling alam mendekati murni, yang jauh lebih bersih daripada air tanah yang sudah terlaruti macam-macam mineral, baik sampah, polusi, maupun logam berat. Namun, selama ini air hujan tidak pernah kita manfaatkan,” kata Kirjito di Bentara Budaya Jakarta, menjelang pembukaan pameran, Selasa (31/3) sore.

Menurut Kirjito, masyarakat modern saat ini perlu belajar dari kearifan lokal masyarakat pedalaman di Kalimantan, Papua, atau pelosok Jawa, yang masih setia menampung air hujan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Meski bertahun-tahun minum air itu, mereka tetap sehat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk memastikan higienitas air hujan, masyarakat bisa menggunakan dua alat, yaitu Total Dissolved Solid (TDS) meter dan pengukur derajat keasaman (pH meter). “Air hujan murni dan sehat karena tidak mengalami proses di bawah tanah yang bercampur mineral dan kotoran. Karena tubuh kita bersifat asam, kita perlu mengonsumsi air basa untuk menetralkan pH tubuh,” tutur Meintje Maukar, ahli air tanah.

Lab U3060A mengajak masyarakat belajar “mengionisasi” air hujan dengan teknik elektrolisis menggunakan dua bejana berhubungan yang dialiri listrik searah (DC). Dengan alat ini, molekul air diurai menjadi ion bermuatan negatif yang bersifat basa dan ion bermuatan positif yang bersifat asam. “Air basa sangat sehat dikonsumsi. Ini menjadi pembelajaran kepada masyarakat bahwa mereka bisa menyediakan air minum secara sendiri tanpa harus bergantung pada air kemasan pabrikan,” katanya.(ABK)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 April 2015, di halaman 12 dengan judul “Mengubah Ancaman Menjadi Berkah”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB