Air hujan tak hanya berpotensi menimbulkan bencana banjir. Dengan inovasi teknologi, air hujan bisa diolah sebagai sumber air bersih.
Hal itu terungkap dalam diskusi panel “Kota Cerdas dan Pemanenan Air Hujan” di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Senin (15/2). Dalam diskusi itu dipaparkan inovasi teknologi pemanenan air hujan atau PAH (rain water harvesting), yakni teknik penyaringan air hujan menjadi air bersih.
Koordinator Program PAH Universitas Atma Jaya Liling Pudjilestari mengatakan, teknologi itu dikembangkan sejak 2010. Inovasi teknologi itu merupakan hasil tugas akhir seorang mahasiswa fakultas teknik. Hingga kini, PAH diaplikasikan di 10 sekolah dasar di Jakarta dan lebih dari 7.000 siswa mengakses air bersih dari teknologi itu. Biaya pembuatan instalasi PAH Rp 138 juta dan biaya pemeliharaan Rp 1 juta per tahun. “Teknologi ini bisa memenuhi kebutuhan air bersih,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat hujan, air mengalir di talang pada atap bangunan. Talang itu lalu mengalirkan air hujan ke bak penampungan sementara. Air hujan yang masuk disaring kawat saring, lalu mengalir ke tangki bilas untuk disaring lagi. Kemudian, air bersih mengalir ke bak penampungan utama berkapasitas 42.000 liter, lalu dipompa ke tangki penampung air untuk dialirkan ke toilet.
Fungsi lain PAH ialah edukasi siswa tentang pentingnya hidup bersih dan sehat. Sekolah yang punya fasilitas PAH mengajari peserta didiknya mencuci tangan dengan sabun dan bahaya air kotor bagi kesehatan. “Target awal siswa SD, karena lebih mudah dibentuk,” ujarnya.
Koordinator Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya Evelyn Loanda mengatakan, PAH bisa dikembangkan di tempat publik, seperti gedung perkantoran. “Itu bisa untuk rumah meski lebih sulit karena lahan terbatas,” ucapnya.
Menurut Kepala Unit Pengelola Teknis Jakarta Smart City Setiaji, pihaknya mengembangkan penataan air bersih pada aplikasi kota cerdas. Informasi PAH, seperti kapasitas bak, penghematan air, dan peta persebaran, bisa diakses warga. “Publik perlu diedukasi akan pentingnya air bersih,” katanya.
Menurut Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), sekitar 748 juta orang tak punya akses ke sumber air bersih. (C08)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Februari 2016, di halaman 14 dengan judul “Teknologi Pemanenan Diterapkan”.