Produksi Air Minum dari Hujan

- Editor

Kamis, 5 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Saat perusahaan-perusahaan besar gencar mengomersialkan air, rohaniwan V Kirdjito Pr menawarkan gerakan budaya mencintai air hujan. Gerakan ini mengajak masyarakat untuk menyediakan kebutuhan air minum sendiri dari air hujan secara mudah, murah, sekaligus sehat.


Sejak 2001, Kirdjito konsisten menyerukan gerakan cinta air. Dia bekerja menyelamatkan sumber-sumber mata air sejak berkarya di lereng Merapi, Muntilan, Jawa Tengah, kemudian di Klaten, lantas kembali ke Muntilan lagi. ”Kita mendapat banyak pelajaran dari kearifan lokal, seperti bagaimana mereka menjernihkan air atau menampung air hujan dengan cara-cara tradisional. Mereka mengonsumsi air dan terbukti sehat,” kata Kirdjito, di Jakarta, Rabu (4/2).

Meneliti air
Berangkat dari kearifan lokal nenek moyang, Kirdjito mengajak masyarakat untuk bisa memproses sendiri air hujan, kemudian mengolahnya dengan proses elektrolisis. Ini menghasilkan air minum dengan standar kesehatan baku Organisasi Kesehatan Dunia (WH0).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Proses tersebut dilakukan dengan peralatan sederhana dan murah, antara lain jeriken penampung air dan bejana setrum. Air yang dialiri listrik selama enam hingga 10 jam akan menghasilkan air basa dengan tingkat pH (potential of Hydrogen) 8-9 dan jumlah zat padat terlarut atau total dissolved solid (TDH) 50 part per million. Untuk memastikan kadar pH dan TDH, air hasil elektrolisis selalu diukur dengan alat pengecek pH dan TDH digital. Dengan kandungan air basa dan TDH seperti ini, proses metabolisme tubuh akan semakin lancar.

pop2”Ini gerakan budaya meneliti air berbasis ilmu pengetahuan. Masyarakatlah pelaku tanpa harus tergantung oleh produk pabrikan bermerek terkenal,” papar Kirdjito, yang menerima Maarif Award 2010 itu.

Penelitian air elektrolisis ini didukung sejumlah ahli dan aktivis dalam Tim Laboratorium Udan Antioksidan. Tim telah memiliki tiga kampus di Muntilan, Salam, dan Klaten. Hingga kini, ribuan warga masyarakat di sekitar Jateng dan Yogyakarta telah mempraktikkannya.

Raka Setiaji, salah satu anggota tim, mengungkapkan, selama ini masyarakat cenderung mudah percaya pada informasi, label, dan merek-merek air minum kemasan. Padahal, masyarakat juga bisa secara mandiri mengolah air secara murah sekaligus sehat.

Januari 2015, Kirdjito bersama tim menggelar ”Display Budaya Banyu Udan Antioksidan” di Pusat Pelayanan Pastoran Sanjaya Muntilan. Kegiatan ini diisi dengan pameran foto budaya air hujan, lokakarya, pentas teater, tari, dan seni. (ABK)

Sumber: Kompas, 5 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 41 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB