Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Oedang, yang berasal dari daerah pemilihan Kalimantan Barat, akan menerima gelar doktor kehormatan di bidang politik dan urusan publik dari Universitas Euclid, Gambia.
Euclid adalah organisasi antarpemerintah yang didirikan tahun 2008, memegang mandat universitas, dan piagam yang diterbitkan United Nations Treaty Series. Universitas Euclid dilahirkan berdasarkan perjanjian internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menawarkan program multidisiplin dan berkampus di Banjul, Gambia di kawasan Afrika Barat.
“Sungguh kehormatan luar biasa bagi kami untuk resmi mengonfirmasikan doktor kehormatan bidang politik dan urusan publik dari Universitas Euclid,” ujar Presiden Universitas Euclid Syed Zahid Ali saat bertemu Oesman di Gedung Nusantara III Kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (12/7/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Atas penghargaan itu, Oesman menyatakan berterima kasih. “Kampus saya adalah universitas kehidupan. Anda membaca buku, mengenal satu orang. Anda mengalami hidup, mengenal banyak orang. Anda memahami dunia dan kehidupan,” jelas Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu.
ARIS SETIAWAN YODI UNTUK KOMPAS–Ketua DPD Oesman Sapta Odang saat ditemui di Kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (17/1/2018)
Syed Zahid Ali menjelaskan, Universitas Euclid adalah satu-satunya universitas berbasis perjanjian dunia yang keanggotaannya terdiri atas 12 negara mencakup empat benua.
Gelar doktor kehormatan dari Universitas Euclid diberikan kepada figur yang berkontribusi besar terhadap kemajuan masyarakat dan kemanusiaan. Gelar doktor kehormatan ini menjadi sangat berarti, karena baru pertama diberikan oleh Universitas Euclid kepada pemimpin Indonesia.
Universitas Euclid menilai, Oeman berkontribusi besar bagi kemajuan pembangunan demokrasi Indonesia melalui kepemimpinannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura dan Ketua DPD. Oesman dinilai sebagai mentor yang memotivasi generasi muda Indonesia sekaligus politisi dan pengusaha yang paling dapat ditiru.
“Oesman menetapkan contoh asli noblesse oblige karena melibatkan dirinya secara aktif dalam pembelajaran aksi di semua perjuangan hidupnya yang keras, hingga posisinya yang lebih tinggi dalam politik dan bisnis yang memberikan lebih banyak keuntungan bagi Indonesia,” ucap Syed Zahid Ali.
Perwakilan Universitas Euclid untuk Indonesia dan Timor Leste, Datuk Agung Sidayu, menambahkan, kisah sukses itu diraih setelah Oesman tumbuh dalam keluarga yang terbiasa bekerja keras dan bekerja cerdas sejak muda. Setelah memulai sebagai buruh dan pedagang skala kecil, Oesman memulai bisnis konstruksi yang sukses yang perusahannya bercabang menjadi 11 perusahaan di bawah manajemen OSO Group, mulai dari properti hingga pertambangan, perkebunan, dan banyak lainnya. Oesman menghasilkan kekayaan untuk dicatatkan dalam daftar Globe Asia 2016 sebagai urutan ke-150 orang Indonesia terkaya.
Datuk Agung Sidayu melanjutkan, Oesman memberikan kembali hasil jerih payahnya kepada masyarakat–terutama masyarakat adat di Indonesia–sejak tempat kelahirannya di Sukada, Kalimantan Barat, hingga kampung halaman ibunya di Sulit Air, Sumatera Barat.
Oesman tidak hanya berfokus pada orang-orang pendatang yang bermigrasi, tetapi juga penduduk lokal. Atas usahanya, ia diadopsi keluarga besar Suku Dayak Kayan, serta menerima gelar adat datuk Melayu dari Bangka Belitung dan gelar adat Minangkabau. Oesman juga menjadi pimpinan MPR, berkiprah aktif antara lain di Himpunan Kerukuran Tani Indonesia (HKTI), organisasi kemasyarakatan Gebu Minang, organisasi olahraga, dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Datuk Agung Sidayu membandingkan Oeman dengan John Major, mantan Perdana Menteri (PM) Inggris yang meninggalkan sekolah formal sejak berusia 13 tahun, tetapi melakukan sejumlah aksi pembelajaran di berbagai media hingga berhasil mencapai posisi tertinggi dalam politik di Inggris.–TRI AGUNG KRISTANTO
Sumber: Kompas, 12 Juli 2018