Manusia selalu memiliki keingintahuan yang besar untuk menguak asal-usulnya. Setelah mengalami ”kegagalan” dalam pencarian makhluk luar angkasa sebagai cara untuk menguak keberadaan makhluk hidup, kini Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) berencana mengirimkan helikopter nirawak ke bulan Saturnus, Titan. Pesawat tersebut akan diluncurkan pada 2026 dan diperkirakan tiba di Titan pada 2034.
NASA/JPL-CALTECH–Ilustrasi saat Cassini melintasi geiser yang bertebaran di permukaan Enceladus, bulan Saturnus, pada 2015.
Titan diperkirakan menyimpan rahasia asal mula proses biologi di Bumi yang menjadi awal lahirnya kehidupan di Bumi. Helikopter tersebut akan menyelidiki berbagai tempat di Titan untuk mengetahui proses kimia yang terjadi di sana yang diduga memengaruhi awal kondisi biologi di Bumi. Titan memiliki sungai, lautan, angin, dan danau seperti Bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Suhu di Titan berkisar minus 179 derajat celsius sehingga diperkirakan gunung di Titan terdiri dari es dan metana cair. Titan merupakan bulan terbesar setelah bulan Jupiter, Ganymede. Di sana terdapat dua siklus musim. Angin dan hujan membentuk sungai, danau, laut, dan pantai di Titan.
”Mengunjungi laut yang misterius ini akan menjadi revolusi tentang apa yang kita ketahui tentang kehidupan di alam semesta. Misi yang canggih ini tidak terbayangkan bisa terjadi pada beberapa tahun lalu, tetapi kini kita siap untuk membuat penerbangan luar biasa dengan Dragonfly,” kata Direktur Sains Planet NASA Lori Glaze, seperti dikutip BBC.com.
Pendaratan terakhir yaitu di Selk, di sana terdapat bukti akan adanya air yang cair dan zat-zat organik. Zat-zat organik adalah molekul yang kompleks berbahan dasar karbon yang vital bagi kehidupan.
”Yang menggugah semangat saya dari misi ini adalah Titan memiliki semua bahan-bahan yang menjadi kunci penting kehidupan. Air yang berupa cairan dan metana cair. Kita memiliki molekul-molekul kompleks berbahan dasar karbon, dan kita memiliki energi yang dibutuhkan untuk hidup,” ujar Glaze.
Pesawat ini akan melakukan pendaratan pertama di Shangri-La, bukit pasir yang serupa dengan bukit pasir di Namibia, selatan Afrika. Di sana akan diambil sampel di beberapa titik dengan jarak hingga 8 kilometer. Dragonfly akan terbang lebih dari 175 kilometer—dua kali jarak yang ditempuh semua alat mesin bajak yang dikirim ke Mars.
”Terbang di Titan lebih mudah daripada terbang di Bumi,” ujar pemimpin investigasi pada misi tersebut, Elizabeth Turtle, dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory, di Maryland, AS.
”Atmosfer di sini empat kali lebih padat dibandingkan dengan atmosfer di permukaan Bumi, sementara gravitasinya sepertujuh dari gravitasi Bumi,” ujar Turtle. Pesawat bisa bertahan di udara karena gaya gravitasi kecil.
Program ini serupa dengan misi Comet Astrobiology Exploration Sample Return (CAESAR) yang akan mengambil sampel dari komet.
Oleh BRIGITTA ISWORO LAKSMI
Sumber: Kompas, 30 Juni 2019