Merekayasa Hibernasi untuk Manusia

- Editor

Selasa, 8 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Datangnya musim dingin di belahan Bumi utara seperti saat ini adalah tanda dimulainya hibernasi atau tidur panjang bagi sebagian hewan hingga musim semi. Saat hibernasi, semua organ tubuh melambat, termasuk sistem pernapasan, metabolisme, dan denyut jantung.

Hibernasi adalah metode menghemat energi tubuh saat pasokan makanan berkurang, Mekanisme itu dilakukan banyak hewan, mulai dari serangga dan amfibi hingga burung dan primata. Cara yang digunakan beragam, mulai dari meringkuk di sarang hingga mengubur diri dalam tanah.

Namun, hibernasi tak hanya dilakukan hewan di daerah empat musim dan selama musim dingin, tetapi juga hewan di daerah tropis. Lemur katai Sibree (Cheirogaleus sibreei) di Madagaskar dan landak (Atelerix frontalis) yang ditemukan di selatan Afrika melakukannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hibernasi-300x206Penelitian Claudia Bieber dan rekan dari Universitas Kedokteran Hewan, Vienna, Austria, dalam Journal of Comparative Physiology B, Agustus 2015 menemukan tupai mini (Glis glis) berhibernasi 11,4 bulan meski musim dingin hanya 4-5 bulan. Hibernasi panjang itu disesuaikan dengan waktu pohon beech Eropa, sumber makanan untuk reproduksi, berbuah dan menghindari dimangsa burung-burung predator.

“Glis glis mampu hidup hingga 12 tahun. Padahal, umur rata-rata hewan pengerat hanya tiga bulan,” kata Thomas Ruf, peneliti Universitas Kedokteran Hewan Viennna lainnya, seperti dikutip BBC, Kamis (3/12).

Manusia tak bisa
Meski hibernasi bermanfaat, manusia tak bisa melakukannya. Itu terkait proses evolusi manusia sejak jutaan tahun silam.

Evolusi membuat jantung manusia berhenti berdetak jika suhu tubuh mencapai 28 derajat celsius dari suhu normal tubuh 37 derajat celsius. Pada binatang, jantung tetap berdetak walau suhu tubuh 1 derajat celsius.

Detak jantung itu respons terhadap kalsium. Jika kalsium terlalu banyak, jantung berhenti berkontraksi. Jantung binatang punya pompa khusus menghilangkan kelebihan kalsium. Itu tak dimiliki jantung manusia.

Selain itu, evolusi manusia bermula dari daerah ekuatorial Afrika dengan pasokan makanan konstan. Manusia juga berada di puncak rantai makanan sehingga tak butuh berhibernasi.

Meski tidur berbulan-bulan, hewan yang berhibernasi tak mengalami penurunan kemampuan otot untuk bergerak dan kerapatan tulang (osteoporosis). Namun, hewan itu umumnya tak punya kekebalan tubuh sehingga mudah terinfeksi.

Hibernasi juga punya sisi negatif. Penelitian Eva Millesi dari Institut Zoologi Universitas Vienna dan rekan di Journal of Biological Rhythms, Juni 2001, menunjukkan, tupai tanah (Spermophilus citellus) yang berhibernasi mengalami penurunan ingatan dan kehilangan memori.

Meski terbatas, manusia tetap berupaya agar hibernasi bisa dilakukan, setidaknya menirukan proses hibernasi untuk mengobati penyakit.

Hibernasi berguna bagi pengiriman manusia ke antariksa dan mengolonisasi planet lain. Ahli farmakologi dari Universitas Groningen, Belanda, Robert Henning, yang bekerja dengan Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menilai, hibernasi akan mengurangi pasokan makanan dan menjaga kesehatan antariksawan.

Di ruang bergravitasi mikro, antariksawan harus beraktivitas fisik enam jam sehari agar otot dan tulangnya tak mengalami penyusutan jaringan. Tingginya radiasi juga meningkatkan risiko kanker bagi mereka yang berada di antariksa lebih setahun.

“Hibernasi membuat misi bisa lebih lama,” ujar Robert. Itu membantu pendaratan manusia di Mars yang butuh 1,5 tahun. Kolonisasi juga lebih mudah. Secara teori, tak mungkin punya anak di antariksa karena sel telur dan sperma akan rusak.(BBC/MZW)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Desember 2015, di halaman 14 dengan judul “Merekayasa Hibernasi untuk Manusia”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 16 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB