Selasa (20/3) pukul 23.15 WIB, Matahari akan tepat berada di atas garis khatulistiwa. Posisi Matahari itu membuat daerah di sepanjang khatulistiwa akan kehilangan bayang-bayang saat Matahari tepat berada di atas kepala atau di atas zenith.
Meski demikian, itu bukan berarti bayang-bayang benar-benar hilang. “Bayangan jatuh tepat tegak lurus atau di bawah kaki atau benda sehingga seolah-olah hilang,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin di Jakarta, Senin (19/3). Namun, sekali lagi, itu hanya terjadi saat Matahari tepat di atas kepala saja, bukan sepanjang hari.
Garis khatulistiwa adalah garis imajiner yang membagi Bumi tepat menjadi dua bagian, yaitu belahan Bumi utara dan Bumi selatan. Beberapa kota Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa antara lain Bonjol di Pasaman, Sumatera Barat, Lipatkain Selatan, Kampar (Riau), Pontianak (Kalimantan Barat), Santan Ulu, Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur), Tinombo Selatan, Parigi Moutong (Sulawesi Tengah), Pulau Kayoa, Halmahera Selatan (Maluku Utara), dan Pulau Kawe, Raja Ampat (Papua Barat).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS, 28 MARET 2013–Patokan Penentuan Waktu dalam Satu Tahun
Ketika Matahari tepat di atas khatulistiwa, seluruh wilayah Indonesia sedang tengah malam. Namun, esok hari atau Rabu (21/3), saat Matahari di atas kepala, bayang-bayang diperkirakan masih akan berada di bawah benda. “Plus minus dua hari sejak Matahari tepat di khatulistiwa,” kata Thomas.
Jam Matahari di atas kepala di tiap daerah dan tiap hari berbeda, bukan pukul 12.00. Di Pontianak pada Rabu (21/3), Matahari di atas kepala pukul 11.49 WIB.
KOMPAS/ HARYO DAMARDONO–Tugu khatulistiwa terletak di Siantan, Pontianak Utara, Kalimantan Barat, sekitar 5 kilometer dari pusat kota Pontianak.
Dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung Moedji Raharto mengatakan posisi Matahari di atas khatulistiwa terjadi dua kali dalam setahun yaitu pada 21 Maret saat Matahari seolah-olah bergerak dari selatan ke utara dan 23 September ketika Matahari seakan-akan bergerak dari utara ke selatan.
Gerak semu Matahari itu disebabkan oleh kemiringan sumbu Bumi saat mengelilingi Matahari sebesar 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika atau bidang edar Bumi mengelilingi Matahari. Kemiringan sumbu Bumi itu membuat Matahari seolah-olah bergerak dari belahan Bumi selatan ke utara, atau sebaliknya.
Selain hilangnya bayang-bayang, saat Matahari di khatulistiwa akan membuat seluruh permukaan Bumi mengalami panjang rata-rata siang dan malam yang sama. “Namun jika diukur secara eksak berdasar titik bundaran Matahari, panjang siang akan lebih panjang beberapa menit dibanding malam,” katanya.
HTTPS://WWW.TIMEANDDATE.COM/WORLDCLOCK/SUNEARTH.HTML?ISO=20180320T1614–Seluruh permukaan Bumi akan mengalami panjang siang dan malam yang sama saat Matahari tepat berada di atas garis khatulistiwa pada Selasa (20/3) pukul 23.15 WIB.
Momen penting
Posisi saat Matahari berada tepat di khatulistiwa disebut sebagai titik musim semi, titik Aries, ekuinoks Maret atau vernal equinox. Bagi bangsa-bangsa di belahan Bumi utara, posisi Matahari di titik musim semi adalah momen penting. Itu menjadi tanda berakhirnya musim dingin nan beku dan datangnya musim semi yang hangat. Sebaliknya di belahan Bumi selatan, itu adalah tanda masuknya musim gugur dan selesainya musim panas.
Di negara empat musim, musim semi identik dengan datangnya kehangatan dan kebahagian. Karenanya, titik musim semi jadi patokan untuk penyusunan kalender maupun mengingat hari-hari penting.
Dalam sistem penanggalan Gregorian atau kalender masehi, titik musim semi jadi dasar perhitungan tibanya perayaan Paskah untuk memperingati kebangkitan Yesus. Konsili Nicea tahun 325 Masehi menyebut Paskah jatuh pada Minggu pertama setelah Bulan purnama pertama setelah Matahari melintasi titik musim semi. Jika bulan purnama terjadi Minggu, Paskah jatuh pada Minggu berikutnya. Ketentuan itu diambil agar peringatan Paskah selalu jatuh pada hari dan musim yang sama dengan saat terjadinya peristiwa itu sekitar tahun 30 Masehi. (Kompas, 28 Maret 2013)
Dengan ketentuan itu, Paskah pada 2018 jatuh pada Minggu, 1 April. Perhitungannya, Bulan purnama pertama setelah Matahari melewati titik musim semi (20/3) terjadi Sabtu (31/3) sehingga Minggu esoknya adalah Paskah.
Selain itu, purnama Sabtu (31/3) nanti adalah purnama kedua di bulan Maret hingga disebut juga Bulan biru (blue moon). Itu juga berarti, purnama (31/3) adalah Bulan biru kedua pada 2018 setelah Bulan purnama pada 31 Januari lalu, sekaligus Bulan biru terakhir tahun ini.
Sama dengan bangsa-bangsa Barat, suku-suku di Nusantara juga menandai posisi Matahari di titik musim semi sebagai patokan perubahan musim. “Namun, perubahan suhu di Indonesia tidak sebesar di negara empat musim,” kata Thomas.
Menurut Moedji, pergerakan semu Matahari itu akan mengubah besaran panas yang diterima permukaan Bumi hingga menimbulkan banyak fenomena yang memicu perubahan musim. Perubahan panas itu akan memicu perubahan tekanan udara, memunculkan perubahan arah angin, penguapan uap air dari darat dan laut, hingga mempengaruhi pembentukan awan.
Bagi sebagian besar wilayah Indonesia yang ada di selatan khatulistiwa dan beriklim monsun, titik musim semi jadi penanda masuknya musim pancaroba dari penghujan ke kemarau. Saat itu, intensitas hujan mulai turun dan perlahan akan memasuki kemarau yang puncaknya antara Juni-Agustus.
Namun, patokan itu mulai berubah sejak terjadi pemanasan global yang memicu perubahan iklim. “Jika sebelumnya penentu distribusi panas di Bumi hanyalah posisi Matahari, maka dengan pemanasan global memunculkan faktor-faktor lain yang memicu pemanasan lokal dan secara kolektif memicu pemanasan global,” kata Thomas.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 20 Maret 2018