Mempersiapkan Industri Mikroelektronika Nasional

- Editor

Minggu, 13 November 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sadar atau tidak, informasi merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan bagi sebagian besar umat manusia di muka bumi. Pada abad ruang angkasa ini, sistem informasi banyak bertumpu pada perangkat komputer, telepon, dan perangkat FAX. Perangkat-perangkat ini banyak bergantung pada teknologi mikroelektronika yang kita kenal berbentuk chip atau IC.

Saat ini, teknologi mikroelektronika tidak hanya memonopoli teknologi informasi tapi juga memegang peranan yang penting di banyak hal dalam kehidupan sehari-hari seperti mobil, peralatan rumah tangga, perlatan sound-system dan banyak lagi. Jelas untuk dapat berkompetisi terutama pada tingkat internasional, kemampuan untuk membuat sendiri chip atau IC mutlak diperlukan. Mungkinkah industri Indonesia melakukan hal in? Siapkah perguruan tinggi Indonesia untuk bidang mikroelektronika?

Pada saat ini, industri elektronika di Indonesia umumnya lebih banyak melakukan perakitan komponen elektronika. Komponen elektronika tersebut umumnya bersumber dari Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara Eropa. Negara tetangga kita, Singapura dan Malaysia ternyata juga mulai diperhitungkan debutnya dalam dunia mikroelektronika untuk membuat komponen elektronika pada tingkat internasional. Tampak di sini bahwa negara-negara maju (termasuk Singapura dan Malaysia) justru berlomba-lomba untuk membuat sendiri komponen elektronika yang mereka butuhkan. Hal ,ini terutama karena nilai ekonomis yang diperoleh akan jauh lebih besar jika kita mengubah seonggok pasir silika manmade chip IC daripada merakit IC-IC ini menjadi sebuah komputer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Industri elektronika di Indonesia aaat ini masih pada taraf merakit IC-IC (yang dibeli dari luar negeri) menjadi peralatan elektronika. Jelas bahwa nilai tambah secara ekonomis tidaklah terlalu tinggi. Di samping itu industri elektromka Indonesia tergantung akan masukan komponen dari luar negeri. Dengan makin tingginya taraf kehidupan bangsa Indonesia (selain ditekan oleh inflasi) jelas upah buruh dan ongkos-ongkos produksi lainnya akan naik. Satu-satunya cara untuk tetap dapat berkompetisi adalah menghilangkan ketergantungan pada luar negeri antara lain dengan cara membuat sendiri komponen elektronika yang dibutuhkan industri elektronika di Indonesia.

Hanya mengemas
Bagaimana keadaan industri pembuat komponen elektronika di Indonesia? Saat ini Indonesia memiliki beberapa branded warehouse di Pulau Batam untuk mengemas chip dalam kemasan keramik untuk kemudian diekspor. Pabrik ini antara lain dikelola oleh grup Astra. Selain di TEMPO dan surat kabar nasional, berita ini disebarkan secara luas oleh majalah Solid State Technology yang banyak dibaca oleh para eksekutif dan peneliti bidang mikroelektronika di Amerika Utara. Hasilnya? Indonesia telah menjadi salah satu tiger (macan) dalam dunia mikroelektronika di kawasan Pasifik seperti yang dilaporkan dalam majalah IEEE Spectrum yang diterbitkan di Amerika Serikat beberapa bulan yang lewat.

Mengapa pabrik di Batam hanya mengemas chip? Proses pengemasan membutuhkan banyak tenaga manusia, oleh karenanya perusahaan-perusahaan raksasa mikroelektronika memilih negara dunia ketiga (negara berkembang) untuk melakukan hal hal in dengan harapan dapat menekan biaya pembuatan dengan menekan upah buruh. Tentunya chip itu sendiri dibuat di negara asalnya, dan Indonesia hanya mengemas chip tersebut dalam kemasan keramik. Walaupun demikian, hal ini merupkan permulaan yang sangat baik. Apa yang mungkin dilakukan pada masa mendatang? Salah satu alternatif yang tampaknya cukup menarik adalah merancang dan membuat sendiri IC yang dibutuhkan oleh lndustri elektronika di Indonesia khususnya untuk industri telekomunikasi dan industri elektronika untuk konsumen. Hal yang panting diperhitungkan di samping peralatan pabrik, persiapan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan tentang teknologi mikroelektronika mutlak diperlukan. Hal ini diperlukan waktu yang tidak sebentar.

Istilah mikroelektronika dan komputer sering kita asosiasikan dengan hal-hal teknologi tinggi yang sangat sulit dicapai oleh kepandaian kita dari Asia. Sedemikian sulitkah teknologi mikroelektronika? Dengan semakin canggihnya komputer mikro (PC) yang ada di pasaran di Indonesia sebetulnya PC kelas 386 lebih dari cukup untuk merancang sebuah IC. Bahkan perangkat lunak untuk menggambar arsitektur AutoCAD yang banyak di pasaran pernah digunakan oleh Gatot Soemarwoto M.Sc untuk merancang IC PAU Mikroelektronika ITB yang pertama sekitar tahun 1986-1987. Beberapa perangkat keras maupun lunak untuk merancang dan membuat IC juga telah dibuat dalam beberapa tugas akhir S-1 di jurusan teknik elektro ITB. Seperti Ir Achmad Fuad Mas’ud -program analisa rangkaian elektronika di PC (1987); Ir Drs Nassarudin Ginting -Silikon kompiler (1987) yang dilanjutkan oleh Ir Wingky (1989); mahasiswa yang menjalankan tugas akhir di bawah Dr Adana Suwandi juga telah membuahkan berbagai perangkat mulai dari perancang PCB hingga analisa transistor. Tentunya masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan di sini seperti yang dikembangkan oleh Prof Dr Samaun Samadikun, Dr Soegiardjo Soegijoko, Dr. Richard Mengko. Mungkin perlu dicatat bahwa sebagian besar perangkat yang dikembangkan, dirancang untuk dijalankan di PC.

Kebetulan saat ini sebagian besar perintis pengembang perangkat lunak maupun perangkat keras untuk merancang dan membuat IC tergabung jurusan teknlk elektro atau PAU Mikroelektronika ITB. Adanya perangkat-perangkat lunak ini akan sangat membantu proses perancangan dan analisa sebelum IC dibuat. Dengan kata lain, perangkat lunak akan membantu kita dalam melokalisasi kesalahan yang mungkin timbul sebelum IC dibuat. Harga komputer mikro yang relatif murah akan memungkinkan berbagai perguruan tinggi maupun industri di Indonesia untuk menyerap perangkat lunak untuk merancang IC yang telah dikembangkan di ITB. Hal ini akan sangat memudahkan proses alih teknologi dari ITB ke perguruan tinggi maupun industri elektronika di Indonesia. Jika hal ini berjalan dengan baik dapat diharapkan proses penyiapan sumber daya manusia maupun pengetahuan mikroelektronika di Indonesia dapat dipercepat.

Lembaga penghubung
Tentunya teori tanpa praktek tak akan ada artinya. Bagaimana dengan proses pembuatan IC yang telah dirancang dengan susah payah tadi? Sejauh pengetahuan penulis, saat ini baru dua lembaga di Indonesia yang mampu membuat IC yaitu PAU Mikroelektronika ITB dan LIPI. Potensi yang ada di lembaga ini tentunya sangat membantu dalam membentuk orang-orang yang dibutuhkan untuk membangun industri mikroelektronika di Indonesia. Kerja sama yang cukup erat antara kedua lembaga ini dengan pihak perguruan tinggi dan industri di Indonesia akan sangat membantu perkembangan dunia industri mikroelektronika di Indonesia. Kerja sama ini dapat berupa penyediaan fasilitas pembuatan IC, tukar menukar perangkat lunak yang telah dikembangkan maupun informasi lainnya. Khususnya pada proses pembuatan IC, tujuan utamanya adalah untuk menekan biaya pembuatan IC serendah mungkin. Umumnya di Amerika Utara dan Kanada digunakan multi project chip yang memungkinkan beberapa rancangan dibuat sekaligus pada satu chip.

Sumber daya manusia adalah faktor yang paling menentukan dalam proses pengembangan sebuah teknologi seperti teknologi mikroelektronika. Hal ini disadari oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada. Saat ini ada baberapa lembaga yang bergerak untuk menghubungkan dunia perguruan tinggi dengan industri terutama untuk menyiapkan sumber daya manusia. Sebagai contoh, MOSIS di ISI, California mengirim dan menyunting rancangan-rancangan IC dari perguruan tinggi di Amerika Serikat untuk dikirimkan ke industri elektronika di lembah Silikon. Di Kanada, Canadian Microelectronics Corporation (CMC) di Queens University menghubungkan perguruan tinggi di Kanada dengan Bell Northern Research (BNR) di Ottawa, Kanada.

Peranan lembaga penghubung ini tidaklah mudah karena di sini bertumpu ilmu pengetahuan bidang mikroelektronika maupun perangkat yang diperlukan untuk merangcang IC. Potensi PAU Mikroelektronika untuk hal in cukup besar, saat ini tampaknya PAU lebih menitikberatkan pada fungsinya untuk mendukung penelitian bidang mikroelektronika.

Onno W. Purbo, staf di Jurusan teknik elektro dan PAU Mikroelektronika ITB. Saat ini sedang menempuh program Ph.D di University of Waterloo, Kanada

Sumber: Kompas, 21 November 1991

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Kapal yang Digerakkan oleh Magnet
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Pakar Ilmu Komunikasi UGM Sebut Protes Hary Tanoesoedibjo Siaran Analog Dimatikan Timbulkan Paradoks
Tim Kolaborasi ITS Juara Lomba Hacking Dunia, Diuji Bobol Keamanan Tesla
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Minggu, 30 April 2023 - 07:41 WIB

Kapal yang Digerakkan oleh Magnet

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB