Hutan mangrove yang hidup di pesisir pantai berperan penting dalam penyimpanan karbon. Hutan yang hampir setiap saat terendam air laut atau payau ini mampu menyimpan karbon di bawah tanah dan patut diperhitungkan dalam isu program pengurangan emisi dari deforestasi dan kerusakan lahan atau REDD+.
Menurut data yang dipaparkan Louis Verchot, peneliti senior Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) saat memberikan pelatihan untuk jurnalis di Bali, Minggu (10/4), ekosistem mangrove berperan dalam pengikatan karbon. Lahan yang selalu basah membuat ikatan karbon pada serasah tanaman yang membusuk tidak terlepas.
”Karbon dapat tertimbun di dalam tanah selama berabad-abad dan mencapai kedalaman beberapa meter. Jadi, mangrove termasuk lahan basah yang menyimpan karbon,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dibandingkan dengan hutan hujan tropis, penyimpanan karbon di hutan mangrove bisa lebih dari dua kali lipat. Di hutan mangrove yang dikategorikan sebagai ekosistem lahan basah, penyimpanan karbon mencapai 800-1.200 ton per hektar.
Matthew Warren dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) Bidang Kehutanan, menjelaskan, jika dilihat dari udara, penyimpanan karbon mangrove lebih kecil dibandingkan hutan tropis. Ini karena tanaman hutan tropis tampak lebih besar dan tinggi.
Berbeda halnya kalau penyimpanan karbon itu juga dihitung pada kedalaman. ”Penyimpanan karbon mangrove bisa puluhan kali lipat dibandingkan hutan tropis pada umumnya,” ujar Matthew.
Ini karena pembusukan serasah tanaman tidak melepaskan karbon ke udara. Adapun tanaman hutan tropis yang mati melepaskan sekitar 50 persen karbonnya ke udara.
Karena itu, ia mengharapkan agar hutan mangrove dapat dijaga dari tekanan kebutuhan lahan manusia. (ICH)
Sumber: Kompas, 11 April 2011