Hutan hujan tropis berperan penting sebagai paru-paru dunia, dan tempat berkembang biaknya berbagai jenis flora dan fauna. Perkembangan kebutuhan manusia seperti permukiman, pertanian, dan industri, tetap bisa berjalan beriringan dengan pelestarian hutan.
Hal itu menjadi topik pembahasan Asian Students Environment Platform (ASEP) 2018 di Putrajaya, Malaysia. “Acara ini bertopik ‘Pemberian dari Hutan Hujan Tropis’. Masyarakat dunia harus diingatkan kembali, bahwa tanpa hutan hujan tropis, suplai udara bersih, air, serta berbagai jenis flora dan fauna untuk kebutuhan sandang, pangan, serta papan tidak bisa tercukupi,” kata Koordinator ASEP 2018 Fathiah Mohamed Zuki, Kamis (2/8/2108).
Fathiah yang juga dosen senior program studi teknik kimia di Universiti Malaya menjelaskan, dibutuhkan komitmen semua pihak, terutama pemerintah beserta dunia industri dan dunia usaha, guna membuat kebijakan pembangunan berbasis ketahanan lingkungan hidup. Selain itu, dalam penerapan kebijakan, hendaknya ada ketegasan dalam menindak pihak yang melanggar, tanpa memedulikan posisinya sebagai perusahaan besar ataupun rakyat jelata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perkembangan manusia sangat bergantung kepada alam sekitar. Seiring bertambahnya pengetahuan masyarakat dan kemajuan teknologi, segala aspek pemenuhan kebutuhan manusia sudah tidak boleh lagi bersifat tanpa mitigasi,” paparnya.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Peserta ASEP 2018 berfoto di depan gedung pusat Universiti Malaya.
Menurut Fathiah, tugas akademisi yakni menyosialisasikan pentingnya melestarikan lingkungan kepada masyarakat. Sering kali masyarakat hanya mengenal pelestarian lingkungan pada tataran wacana. Akan tetapi, tidak bisa mengaitkan pengaruhnya secara langsung kepada kehidupan sehari-hari.
Kegiatan ASEP 2018 diadakan pada tanggal 1-5 Agustus. Beberapa topik yang dibahas ialah menciptakan hutan urban sebagai pusat pelestarian lingkungan di perkotaan, pengelolaan industri kelapa sawit yang lestari, dan konservasi hutan bakau sebagai pelindung alami untuk wilayah pesisir.
Masalah global
Program ASEP 2018 merupakan kali ketujuh diadakan. Program yang diprakarsai Yayasan Lingkungan Hidup Aeon dari Jepang ini pertama kali dilaksanakan pada 2012, melibatkan tiga negara. Tahun 2018 ada sembilan negara di Asia yang terlibat, antara lain China, Korea Selatan, Myanmar, Thailand, dan Laos. Total ada 72 mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini.
Direktur Eksekutif Yayasan Lingkungan Hidup Aeon Naoki Hayashi dalam pidato sambutannya menjelaskan, tujuan ASEP ialah menggali nilai-nilai pelestarian lingkungan dari setiap negara peserta yang kemudian didiskusikan bersama. “Pelestarian lingkungan adalah masalah bersama. Perbatasan geografis tidak berlaku ketika bencana alam terjadi sebab dampaknya berpengaruh kepada tataran global,” ujarnya.
Sementara itu, dosen bisnis dan strategi internasional Universitas Indonesia (UI) Muthia Pramesti mengatakan, mahasiswa sesudah lulus kuliah akan bekerja di dalam perusahaan, lembaga negara, ataupun berwiraswasta. Penting sedini mungkin bagi mereka, untuk menanamkan kepedulian kepada lingkungan hidup dalam diri mereka.
“Kelak mereka akan mengambil keputusan bisnis. Jangan sampai keputusan itu besifat eksploitatif dan tidak berlandaskan pengetahuan untuk memastikan lingkungan hidup mendapat manfaatnya,” ujar Muthia yang juga bertindak sebagai pendamping delapan mahasiswa UI yang menjadi peserta ASEP 2018.–LARASWATI ARIADNE ANWAR, DARI PUTRAJAYA, MALAYSIA
Sumber: Kompas, 3 Agustus 2018