LIPI Mengembangkan Jaringan Listrik Mikrocerdas
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan sistem jaringan listrik mikrocerdas guna menerangi desa yang tidak mungkin dibangun sistem transmisi. Agar berkelanjutan, tak sekadar proyek, kehadiran listrik harus disertai pemberdayaan ekonomi.
Hingga Desember 2015, masih ada 12.000 desa dari 74.000 desa tak terjangkau listrik karena wilayahnya sulit, penduduk sedikit, kebutuhan listrik kecil dan tak ekonomis membangun sistem transmisi listrik.
“Listrik bagi mereka penting untuk menaikkan rasio elektrifikasi Indonesia,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) LT Handoko, dalam diskusi, di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (12/4). Rasio elektrifikasi Indonesia akhir 2016 baru 91,15 persen, itu termasuk rendah di kawasan ASEAN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, peneliti dari LIPI mengembangkan smart microgrid atau sistem jaringan listrik mikrocerdas berbasis energi baru terbarukan sesuai potensi tiap daerah. Sistem itu memungkinkan masyarakat memadukan sejumlah sumber energi baru terbarukan dan genset hingga pasokan listrik terjamin, hemat biaya, dan menekan emisi karbon.
“Penggunaan genset dan listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) diperlukan untuk menjamin keandalan pasokan listrik,” kata Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika (PP Telimek) LIPI Budi Prawara.
Teknologi smart grid sudah dikembangkan di negara-negara maju yang bisa menghubungkan kegiatan pembangkitan sampai distribusi listrik secara efisien antarkota hingga antarabenua. Teknologi itu diadopsi LIPI untuk diterapkan di daerah terpencil yang semua sumber dayanya terbatas.
Menurut Budi, teknologi smart microgrid memiliki tiga keunggulan, yakni dalam pembangkitan energi, distribusi, dan infrastruktur. Keunggulan pembangkitan memungkinkan beberapa jenis sumber energi dipadukan dengan pengoperasian digital.
Keunggulan distribusi membuat listrik yang dihasilkan pembangkit listrik mandiri itu bisa disalurkan ke jaringan listrik PLN, tak hanya menerima listrik dari PLN. Adapun keunggulan infrastruktur membuat kelebihan pasokan listrik dideteksi dan disalurkan ke bagian atau daerah lain yang kurang pasokan listrik.
Ekonomis
Berdasarkan uji smart microgrid di Pesantren Baiturahman, Ciparay, Kabupaten Bandung Jawa Barat, penggunaan energi mikrohidro, biogas dari kotoran ternak dan manusia, serta energi surya bisa menekan tagihan listrik PLN. Kelebihan energi listrik juga bisa dipakai untuk menerangi jalanan sekitar pesantren.
“Meski kelebihan listrik itu bisa disalurkan ke jaringan listrik PLN, aturan yang ada belum memungkinkan,” kata peneliti PP Telimek LIPI, Agus Risdiyanto.
Uji lain di Pulau Kri, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. LIPI memadukan pemakaian tenaga surya dengan genset saat panel surya tak bekerja optimal karena mendung. Hasilnya, konsumsi solar, yang harganya relatif mahal di Indonesia timur, bisa ditekan sampai setengahnya.
Budi mengingatkan, tantangan utama penerapan teknologi pembangkit energi baru terbarukan ialah menjaga keberlanjutannya. Jadi program pelistrikan daerah terpencil tak sekadar proyek. Model pembangkit energi baru terbarukan butuh perawatan.
Selain itu, ekonomi warga perlu diberdayakan. Pasokan listrik lebih terjamin membuat ekonomi tumbuh sehingga warga mau merawat pembangkit. (MZW)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 April 2017, di halaman 13 dengan judul “Listrik bagi Area Pelosok”.