Analisis genetika terbaru membuktikan leluhur manusia modern (Homo sapiens) telah kawin silang dengan minimal lima manusia purba setelah keluar dari Afrika menuju Eurasia (Eropa-Asia). Dua di antara manusia purba atau arkais ini telah diketahui, yaitu Neanderthal dan Denisovan, tetapi tiga lainnya belum diberi nama dan hanya diketahui jejak DNA-nya.
Kepulauan Asia Tenggara menjadi pusat pembaruan ini. ”Asia Tenggara, khususnya Indonesia, berperan amat penting untuk memahami migrasi dan pembauran manusia modern dengan manusia archaic (arkais),” kata Pradiptajati Kusuma, peneliti genetika Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kamis (18/7/2019), di Jakarta.
–Panah kuning dan merah menunjukkan rute dari pergerakan migrasi leluhur manusia modern ke Kepulauan Asia Tenggara sekitar 50.000 tahun lalu (ditunjukkan dengan permukaan laut yang lebih rendah), mengikuti area yang direkonstruksi dari habitat seperti sabana. Populasi pemburu-peramu zaman modern dengan data genetik ditampilkan dalam warna merah dan populasi petani ditampilkan dalam warna hitam. Perkiraan kandungan genom EH1 (ungu), Denisovan (merah), EH2 (coklat), dan non-arkais (abu-abu) dalam populasi modern (28, 33, 40, 42) ditampilkan dalam diagram lingkaran sebagai proporsi relatif terhadap yang terlihat di Australo-Papua (lingkaran penuh). Abu-abu, semua populasi yang mengandung sejumlah besar konten genom Denisovan ditemukan di sebelah timur garis Wallace. Peristiwa-peristiwa introgresi independen dengan kelompok Denisovan disimpulkan untuk leluhur bersama populasi Australo-Papua, Filipina (lingkaran merah 2) dan, secara terpisah, untuk Filipina (lingkaran merah 4). Sinyal untuk introversi terpisah dengan hominin yang tidak diketahui di Flores, yang direkam dalam data genom dari populasi modern, tetap kurang aman (dilingkari coklat 5). Lokasi pasti dari peristiwa introgresi 2, 4, dan 5 saat ini masih belum diketahui. Diagram pie dengan batas hitam memperkirakan proporsi hominin. Sumber: Teixeira, jurnal PNAS 2019
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Studi terbaru João C Teixeira dan Alan Cooper dari University of Adelaide’s Australian Centre for Ancient DNA (ACAD), yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) edisi Juli 2019, menguatkan hal itu. Riset berhasil memetakan lokasi ”peristiwa pembauran” dengan menganalisis komposisi gen arkais dalam genom manusia di berbagai belahan dunia.
”Setiap dari kita membawa jejak genetik dari pembauran dengan manusia purba,” kata penulis pertama kajian ini, João Teixeira dari ACAD, dalam siaran pers, Senin (15/7/2019). Semua kelompok manusia arkais ini tersebar dan secara genetik beragam, dan mereka bertahan di dalam diri kita. Kisah mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari keberadaan kita saat ini.
—Proses pembauran gen Denisovan pada populasi manusia modern. Sumber: Eijkman, Cell, 2019
Dia mencontohkan, semua populasi manusia saat ini memiliki DNA Neanderthal sekitar 2 persen. Itu berarti bauran Neanderthal dengan leluhur manusia modern terjadi begitu mereka meninggalkan Afrika, kemungkinan sekitar 50.000 sampai 55.000 tahun lalu di Timur Tengah. Neanderthal lebih dulu keluar Afrika dan terpisah evolusinya dengan manusia modern sejak 360.000 tahun lalu.
Namun, leluhur manusia modern kemudian berjalan lebih jauh ke timur dan kemudian bertemu dengan setidaknya empat kelompok manusia purba lainnya.
”Kepulauan Asia Tenggara banyak dihuni manusia arkais ketika manusia modern pertama kali tiba di kawasan ini, sekitar 50.000 tahun lalu,” kata Teixeira. Ada tiga kelompok manusia arkais lain yang telah menghuni area ini (Asia Tenggara) dan leluhur manusia modern lalu berbaur dengan mereka sebelum kemudian mereka punah.
Dengan memakai informasi tambahan dari rekonstruksi rute migrasi dan rekaman fosil vegetasi, para peneliti ini merekonstruksi tempat pembauran itu, yaitu di bagian selatan Asia antara manusia modern dan kelompok manusia purba yang diberi nama ”Extinct Hominin 1”.
Pembauran berikut terjadi dengan manusia purba yang menghuni Kepulauan Asia Tenggara. Satu lokasi di sekitar Filipina bagian selatan, satu lokasi di paparan Sunda antara Kalimantan dan Jawa (kini menjadi Laut Jawa), dan sekitar Flores. Kelompok manusia arkais ini dinamakan ”Extinct Hominin 2”.
Kajian itu menunjukkan, perjalanan manusia modern keluar Afrika hingga menyebar ke berbagai penjuru dunia amat kompleks. ”Kepulauan Asia Tenggara jelas telah diokupasi oleh sejumlah kelompok manusia arkais, kemungkinan mereka hidup terisolasi satu sama lain selama ratusan ribu tahun sebelum kedatangan manusia modern,” ujar Teixeira.
Menariknya, tak lama setelah kedatangan dan pembauran manusia modern ini, manusia-manusia arkais ini kemudian punah. Sejauh ini belum diketahui kenapa mereka punah dan kemudian digantikan dengan manusia modern yang sukses mengokupasi hampir seluruh penjuru bumi.
Posisi Indonesia kuno
Kajian para peneliti ACAD menegaskan pentingnya posisi Indonesia masa lalu dalam sejarah migrasi dan pembauran manusia modern dengan manusia arkais. Riset sebelumnya dari kolaborasi peneliti Lembaga Eijkman dengan periset sejumlah negara yang diterbitkan di jurnal Cell, 11 April 2019, menyebutkan, DNA orang Asia Tenggara punya gen manusia purba paling beragam, disebut D0, D1, dan D2. Varian D1 hanya ditemukan pada orang Papua dan sekitar sehingga populasi itu memiliki komposisi Denisovan paling lengkap dan tertinggi.
Menurut Pradiptajati Kusuma, peneliti genetika Lembaga Eijkman yang ikut studi itu, orang Papua mengalami dua kali pembauran genetik dengan Denisovan. Introgresi (masuknya) gen Denisovan D1 di Papua terjadi 30.000 tahun lalu dan Denisovan D2 46.000 tahun lalu.
Beberapa kajian sebelumnya juga menunjukkan bahwa, misalnya, Reich (2014) menemukan tambahan gen manusia arkais ke manusia modern telah membantu leluhur kita beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan kunci imunitas terhadap berbagai penyakit. Rantai gen BNC2 yang kita warisi dari Neanderthal, misalnya, membantu leluhur orang Eropa tinggal di udara dingin. Kajian Sánchez di jurnal Nature (2014) menunjukkan, varian gen EPAS1 dari Denisovan membantu manusia Tibet beradaptasi pada hipoksia di dataran tinggi.
Kajian dari Pradiptajati dkk menunjukkan, rantai gen Denisovan kunci adaptasi leluhur orang Papua. Rantai gen Denisovan pada orang Papua adalah TNFAIP3 dan WDFY2. Rantai gen Denisovan ini meningkatkan daya tahan pada virus dan bakteri tertentu.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 19 Juli 2019