Kritik Masyarakat soal Tanaman Transgenik Masih Rendah

- Editor

Jumat, 23 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bioteknologi tanaman pangan yang menghasilkan varietas transgenik belum sepenuhnya diterima secara terbuka di semua negara. Namun, keterlibatan masyarakat di Indonesia untuk mengawasi, mencari informasi, dan memberikan masukan masih minim. Dengan aktif terlibat, masyarakat bisa mendapatkan informasi lebih lengkap sehingga bisa memberikan pandangan lebih baik, apakah produk transgenik baik atau tidak bagi manusia.

Salah satu saluran bagi masyarakat untuk memberikan masukan ialah melalui laman milik Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia (BKKHI) atau Indonesia Biosafety Clearing House, dengan alamat http://indonesiabch.or.id. “Namun, hingga saat ini masukan melalui laman tersebut masih nol,” kata Daisy Joyce Djohor dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang juga anggota Sekretariat Komisi Keamanan Hayati.

Joyce memaparkan hal itu dalam lokakarya “Food Biotechnology Communicating, Media Relations and Multi-Sectoral Collaboration Training Workshop” di Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/10). Acara diselenggarakan Indonesian Biotechnology Information Center (IndoBIC) bekerja sama dengan International Food Information Council Foundation dan United States Department of Agriculture Foreign Agricultural Service didukung oleh Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Seameo Biotrop, dan The International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pembicara utama adalah Joyce, Direktur IndoBIC Bambang Purwantara, Guru Besar Bioteknologi University of California Alan McHugen, Andrew Benson dari IFIC Foundation, dan wartawan Heryanto Lingga.

Joyce berharap, masyarakat semakin aktif mengikuti isu terkait dengan tanaman pangan transgenik. Masyarakat juga bisa menyampaikan pertanyaan melalui laman BKKHI. Masukan ilmiah juga sangat dibutuhkan agar menjadi rekomendasi bagi pemerintah dalam mengambil keputusan terkait produk rekayasa genetik yang akan dilepas ke pasar.

d0e4f0fad9264ab3853175e5b6595668YAYASAN PENDIDIKAN RAKYAT–Kondisi tanaman kapas transgenik di Desa Garanta, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, beberapa tahun lalu.

Joyce mengemukakan, sejak produk bioteknologi pertama kali dipasarkan di dunia tahun 1996, Indonesia pertama kali mengadopsi pada 2000 dengan menanam kapas varietas transgenik di Sulawesi. Kini terdapat 16 produk bioteknologi sudah berbekal persetujuan keamanan pangan di Indonesia.

Komisi Keamanan Hayati Indonesia pun baru-baru ini menyetujui dua produk, yaitu tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida. Persetujuan untuk rilis komersial sedang ditunggu untuk dua produk itu agar bisa dibudidayakan dalam pertanian.

Bioteknologi pangan, termasuk yang menghasilkan tanaman transgenik, berpotensi menjadi solusi bagi Indonesia mewujudkan kedaulatan pangan.

“Bioteknologi berpotensi meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani serta mengurangi tekanan pada lahan dan lingkungan hidup,” kata Bambang. Tekanan pada lahan dan lingkungan hidup bisa turun karena bioteknologi meningkatkan produktivitas pertanian secara intensif dari setiap hektar lahan pertanian.

J GALUH BIMANTARA

Sumber: Kompas Siang | 22 Oktober 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 15 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB